63 Persen Indonesia Kemarau, Nusa Tenggara Awas Kekeringan
BMKG mencatat hari tanpa hujan terpanjang terjadi di Pos Hujan Sape 2, Nusa Tenggara Barat, dan Oepoi di Nusa Tenggara Timur selama 87 hari. NTT dan NTB mengalami hari tanpa hujan yang panjang, lebih dari 20 hari.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 63,16 persen zona musim di wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Bahkan, sebagian wilayah Nusa Tenggara Timur telah memasuki periode hari tanpa hujan dalam kategori ekstrem, yaitu lebih dari 60 hari. Sekalipun demikian, masih ada sejumlah wilayah yang dilanda banyak hujan.
Perkembangan musim kemarau ini disampaikan Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Siswanto, Selasa (6/7/2021).
Wilayah yang sudah mengalami kemarau meliputi Aceh, sebagian Sumatera Utara, Jambi bagian barat, sebagian Sumatera Selatan, Lampung bagian timur, sebagian Banten, sebagian DKI Jakarta, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan bagian barat, Kalimantan Timur bagian selatan, Sulawesi Selatan bagian barat, Sulawesi Tengah bagian utara, dan Papua Barat bagian tengah.
Wilayah yang diprakirakan mengalami hujan kategori tinggi atau lebih besar 150 mm per dasarian adalah wilayah Sulawesi Tengah bagian timur, wilayah Papua Barat bagian tengah, dan wilayah Papua bagian tengah.
Menurut Siswanto, analisis hari tanpa hujan berturutan yang menjadi indikator tingkat kurang hujan untuk dasarian III Juni 2021 menunjukkan sebagian wilayah Indonesia sudah ada yang mengalami kategori hari tanpa hujan ekstrem kategori panjang. Meski demikian, ada juga yang mengalami hari tanpa hujan sangat sangat pendek.
Hari tanpa hujan terpanjang terjadi di Pos Hujan Sape 2, Nusa Tenggara Barat, dan Oepoi di Nusa Tenggara Timur selama 87 hari. ”Beberapa wilayah yang mengalami hari tanpa hujan kategori panjang atau 21-30 hari, sangat panjang atau 31-60 hari, dan ekstrem panjang atau lebih dari 60 hari umumnya terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur,” kata Siswanto.
Anomali hujan tinggi
Siswanto mengatakan, sekalipun mayoritas wilayah Indonesia dilanda musim kemarau, hujan lebat juga masih terjadi di beberapa daerah. Curah hujan tinggi dan sangat tinggi hingga di atas 150 mm per hari masih terpantau terjadi di Pulau Belitung, Sulawesi Tenggara bagian timur, sebagian kecil Papua Barat bagian barat, dan sebagian kecil Papua bagian tengah.
Bahkan, curah hujan yang tinggi beberapa hari telah memicu terjadinya banjir di beberapa wilayah Indonesia bagian utara, seperti Palu dan Samarinda. Menurut peneliti iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Erma Yulihastin, distribusi spasial suhu permukaan di wilayah Indonesia secara umum dipengaruhi posisi semu Matahari yang pada saat ini berada di belahan Bumi utara. Hal ini menyebabkan suhu permukaan di utara Indonesia menjadi lebih tinggi.
”Pergerakan angin saat ini didominasi oleh trade wind (angin pasat) dan monsun Australia. Trade wind merupakan angin permukaan yang terjadi sepanjang tahun karena pengaruh tekanan rendah di wilayah khatulistiwa dan efek corriolis akibat rotasi bumi, yang kadang diperkuat atau diperlemah oleh sirkulasi angin lainnya seperti ENSO,” katanya.
Wilayah Kalimantan dan Sulawesi, menurut Erma, sering kali dilalui angin pasat ini sehingga menyebabkan terjadi konvergensi atau pengumpulan awan di wilayah-wilayah tersebut.
”Konvergensi tersebut dapat menyebabkan terbentuknya awan-awan skala besar (yang menghasilkan hujan.) Intensitas hujan yang dihasilkan bergantung dari kandungan uap air yang berasal dari lautan Pasifik dan laut Jawa serta kandungan uap air permukaan pada wilayah tersebut. Pergerakan uap air dari awal Juni sampai awal Juli menunjukkan kandungan uap air tinggi yang bergerak masuk dari Samudera Pasifik,” katanya.
Peringatan dini
Siswanto mengatakan, untuk prediksi ke depan, aliran massa udara di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator pada dasarian I Juli 2021 diprediksi masih didominasi angin timuran. Pola siklonik diprediksi terbentuk di perairan wilayah barat Sumatera serta sebelah barat Kalimantan. Curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat umumnya diprakirakan berada pada kriteria rendah hingga menengah atau sekitar 0-150 mm per dasarian.
Wilayah Indonesia bagian timur diprakirakan akan berada pada kriteria menengah hingga tinggi atau 50-300 mm per dasarian. Wilayah yang diprakirakan mengalami hujan kategori tinggi atau lebih besar 150 mm per dasarian adalah wilayah Sulawesi Tengah bagian timur, wilayah Papua Barat bagian tengah, dan wilayah Papua bagian tengah.
Sementara wilayah yang berpotensi kurang hujan dengan indikator probabilitas lebih dari 90 persen untuk curah hujan rendah kurang dari 50 mm per dasarian berpeluang terjadi hampir di seluruh wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, sedangkan di wilayah Sumatera terjadi di Riau bagian timur, sebagian kecil wilayah Jambi, wilayah Sumatera Selatan bagian tengah, dan wilayah Lampung bagian selatan.
”Dengan data ini, peringatan dini kekeringan meteorologis pada dasarian I Juli 2021 terjadi di beberapa kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur berpotensi mengalami kekeringan meteorologis pada klasifikasi Siaga dan Awas,” katanya.