Tetap Aman Saat Jalani Isolasi Mandiri di Rumah
Isolasi mandiri di rumah bagi pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 perlu dilakukan secara baik dan disiplin. Pemantauan rutin akan kondisi tubuh agar tetap dijalankan.
Kasus positif Covid-19 yang melonjak membuat kapasitas rumah sakit menjadi sangat terbatas. Tidak semua pasien bisa dirawat di rumah sakit. Pasien yang dirawat di rumah sakit diprioritaskan untuk kasus dengan gejala berat dan kritis.
Sementara itu, kasus dengan gejala sedang tanpa komorbid akan dirawat di rumah sakit lapangan dan kasus dengan gejala ringan dan tanpa gejala bisa menjalani isolasi mandiri. Namun, sekalipun hanya bergejala ringan ataupun tanpa gejala, setiap orang yang menjalani isolasi mandiri tetap harus memperhatikan kondisi kesehatannya.
Selain untuk menjaga diri sendiri, proses isolasi yang benar sangat dibutuhkan untuk menghindari potensi penularan kepada orang di sekitarnya. Lantas, apa saja yang harus diperhatikan ketika menjalani isolasi mandiri?
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi, Jumat (2/7/2021) di Jakarta, menyampaikan, prinsip isolasi mandiri adalah memisahkan kasus terkonfirmasi positif agar tidak menjadi sumber penularan. Isolasi mandiri juga dilakukan untuk mempermudah petugas kesehatan dalam memantau kesehatan orang yang terinfeksi Covid-19.
Karena itu, protokol dalam menjalani isolasi mandiri pun harus dijalankan dengan baik. Isolasi mandiri bisa dilakukan di rumah masing-masing apabila kondisi rumah memenuhi syarat, seperti memiliki ruangan terpisah dengan kamar mandi tersendiri serta terdapat ventilasi udara yang baik.
Baca juga : Pengalaman Isolasi Mandiri
Jika tidak ada kamar mandi terpisah, permukaan yang sering disentuh seperti pegangan pintu, gayung, dan keran air harus didisinfeksi setelah digunakan. Alat-alat pribadi seperti alat makan dan minum juga dibedakan dengan orang serumah yang tak terinfeksi.
Selain memiliki ruangan terpisah, isolasi mandiri di rumah bisa dilakukan jika tidak serumah dengan kelompok risiko tinggi, seperti bayi, orang lansia, anggota keluarga dengan sistem imun yang lemah, serta anggota keluarga dengan komorbid atau penyakit penyerta seperti diabetes dan hipertensi. Penularan pada kelompok rentan bisa berisiko menyebabkan kondisi yang lebih berat.
”Jika ternyata di dalam satu rumah seluruh keluarga terkonfirmasi positif, juga harus dipastikan tidak melakukan kontak dengan orang di luar rumah, apalagi bepergian. Ketika akan berjemur, cukup lakukan di halaman rumah dengan tetap menjaga jarak,” kata Kartini.
Dalam menjalani isolasi mandiri, masker berlapis harus tetap digunakan. Protokol kesehatan dengan menjaga jarak serta selalu mencuci tangan dengan air dan sabun atau menggunakan hand sanitizer berbasis alkohol perlu dipatuhi.
Selain itu, selalu buka jendela kamar agar sirkulasi udara dan cahaya matahari bisa masuk. Berjemur bisa dilakukan selama 10-15 menit antara pukul 10.00-13.00. Olahraga rutin juga harus dilakukan setidaknya 3-5 kali seminggu dengan tetap berada di dalam kamar atau rumah.
Orang yang menjalani isolasi mandiri pun perlu memperhatikan asupan vitamin dan makanan bergizi seimbang setiap hari. Pastikan pula istirahat yang cukup agar imunitas tubuh bisa meningkat. Bagi orang yang bergejala, obat-obatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan juga harus dikonsumsi dengan dosis yang tepat.
Sebaiknya tidak mengonsumsi obat yang tidak dianjurkan oleh dokter. Jika ingin mengonsumsi suatu obat, konsultasikan hal tersebut kepada dokter terlebih dahulu.
Obat isolasi mandiri
Umumnya, obat yang dikonsumsi bagi pasien tanpa gejala antara lain vitamin C, vitamin D, dan zinc. Sementara pada pasien dengan gejala ringan akan diberikan oseltamivir atau favipiravir, azitromisin, vitamin C, vitamin D, dan zinc. Semua obat itu diberikan sesuai petunjuk dokter.
Secara terpisah, dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Heidy Agustin, mengatakan, obat-obatan yang diberikan dalam tata laksana pasien Covid-19 tanpa gejala seperti vitamin C dengan pilihan vitamin C nonacidic dengan dosis 3-4 kali 500 miligram, atau tablet isap vitamin C 2 kali 500 miligram, atau multivitamin dengan kandungan vitamin C, B, E, dan zinc 1-2 tablet per hari.
Sementara untuk vitamin D bisa dipilih antara suplemen dengan dosis 400-1.000 IU (international unit) per hari atau untuk obat dengan dosis 1.000-5.000 IU per hari. Obat-obatan tersebut bisa dilengkapi dengan obat lain yang bersifat antioksidan serta obat pendukung lainnya.
Pada pasien dengan derajat ringan, tata laksana hampir sama dengan pasien tanpa gejala, tetapi perlu ditambah dengan azitromisin serta antivirus oseltamivir atau favipiravir. Terapi simtomatik serta pengobatan pada komorbid dan obat suportif lainnya bisa diberikan.
”Semua obat yang diberikan ini harus sesuai dengan anjuran dosis, termasuk pada dosis yang dikonsumsi,” kata Heidy.
Adapun isolasi pada pasien tanpa gejala dilakukan selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis terkonfirmasi positif Covid-19. Pasien dengan gejala ringan juga melakukan isolasi selama 10 hari sejak timbul gejala dan minimal tiga hari bebas gejala. Untuk memastikan status kesehatannya, pemeriksaan dengan tes usap bisa dilakukan.
Semua obat yang diberikan ini harus sesuai dengan anjuran dosis, termasuk pada dosis yang dikonsumsi. (Heidy Agustin)
Pemantauan isolasi mandiri
Kartini mengatakan, pemantauan rutin perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan. Jika timbul gejala yang lebih buruk, pasien juga harus segera melaporkannya ke petugas kesehatan.
Sejumlah gejala yang perlu diwaspadai antara lain demam lebih dari 38 derajat celsius, batuk, sakit kepala, nyeri pada otot, nyeri tenggorokan, pilek atau hidung tersumbat, anoreksia, mual dan muntah, diare, serta penurunan kesadaran. Selain itu, gejala lainnya seperti anosmia atau kehilangan kemampuan indera penciuman, ageusia atau kehilangan kemampuan indera perasa, serta keluhan lain terkait dengan kesehatan jiwa dan psikososial.
Baca juga : Penularan di Tegal Meluas karena Warga Tak Disiplin Saat Isolasi Mandiri
Dalam kondisi normal, frekuensi napas seseorang sekitar 12-20 kali per menit. Sementara untuk saturasi oksigen lebih dari 95 persen. Kondisi demam, frekuensi napas, serta saturasi oksigen ini perlu diperiksa setidaknya dua kali sehari pada pagi dan malam hari. Jika demam lebih dari 38 derajat celsius, frekuensi napas lebih dari 20 kali per menit, dan saturasi oksigen kurang dari 95 persen, segera lapor dan hubungi petugas kesehatan agar segera mendapatkan tindak lanjut.
Oleh karena itu, ketika melakukan isolasi mandiri, sebaiknya menyediakan termometer dan oksimeter. Apabila tidak tersedia, pemeriksaan bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berada di fasilitas kesehatan terdekat.
”Masyarakat diharapkan tidak panik, tetapi tetap waspada. Segera hubungi fasilitas pelayanan kesehatan terdekat jika gejala semakin memburuk, seperti sesak napas dan demam tinggi, agar tidak terlambat ditangani,” tutur Kartini.
Ia menambahkan, hal lain yang tidak kalah penting adalah mengelola masker bekas pakai yang bisa menjadi sumber penularan. Masker medis digunakan maksimal enam jam dan harus segera diganti. Setelah digunakan, sebaiknya kumpulkan masker bekas pakai di tempat tertentu.
Kemudian, lakukan disinfeksi pada masker yang sudah terkumpul dengan cara merendam masker menggunakan larutan disinfektan atau klorin. Masker tersebut sebaiknya digunting atau dirobek di bagian tengah untuk menghindari digunakan kembali oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Baca juga : Pandemi Sampah Masker
Untuk proses pembuangan, satukan masker bekas tersebut ke dalam plastik bening agar mudah dikenali oleh petugas pembuang sampah. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah membuang limbah masker tersebut.