Monitoring-Evaluasi Perlu Lebih Tegas dalam Pengetatan Pembatasan Sosial
Pembatasan kegiatan masyarakat yang diperketat perlu disertai pengawasan dan monitoring yang tegas. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga perlu diperkuat agar kebijakan bisa terimplementasi optimal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rencana pemerintah untuk memperketat pemberlakuan pembatasan sosial masyarakat perlu disertai dengan monitoring dan evaluasi yang tegas. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga harus sejalan agar kebijakan yang sudah diatur tidak sekadar imbauan. Dengan begitu, kebijakan tersebut bisa dipastikan berjalan dengan optimal sampai ke tingkat terkecil di masyarakat.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia Regional Asia Tenggara (WHO SEARO) Tjandra Yoga Aditama saat dihubungi di Jakarta, Rabu (29/6/2021) mengatakan, kebijakan yang berlaku saat ini sudah tidak mampu mengakomodasi situasi penularan di masyarakat. Hal itu nampak dari mobilitas masyarakat yang masih tinggi, jumlah pasien yang terus bertambah, serta fasilitas kesehatan yang sudah kolaps.
“Sudah saatnya memberlakukan aturan yang lebih ketat, terutama dengan semaksimal mungkin membatasi kontak antarmanusia. Aturan yang berlaku harus semakin ketat sampai jumlah kasus semakin menurun dan jumlah pasien di rumah sakit juga menurun,” tuturnya.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 29 Juni 2021 menunjukkan jumlah penambahan kasus baru yang terkonfirmasi positif sebanyak 20.467 kasus dengan 463 kematian. Penambahan kasus ini meningkat hampir 10 kali lipat dari awal libur Lebaran pada 15 Mei 2021 yang tercatat sebanyak 2.385 kasus baru.
Menurut Tjandra, aturan pembatasan kegiatan masyarakat yang berlaku harus juga disertai dengan pengawasan yang ketat. Kebijakan yang dijalankan di India setidaknya bisa menjadi contoh. “Ketika lonjakan terjadi, pengawasan ketat diberlakukan di jalan. Di setiap titik dijaga oleh petugas untuk memastikan hanya orang yang berkepentingan khusus yang bepergian,” katanya.
Untuk sementara ini, pengetatan perlu segera diberlakukan, terutama pada masyarakat yang berada di Pulau Jawa. Hal ini penting karena kasus penularan di wilayah ini sangat tinggi. Setiap wilayah pun tidak memiliki batas wilayah yang jelas sehingga mobilitas masyarakat sulit dihindari. Jumlah penduduk di Pulau Jawa juga sangat besar.
Sudah saatnya memberlakukan aturan yang lebih ketat, terutama dengan semaksimal mungkin membatasi kontak antarmanusia. Aturan yang berlaku harus semakin ketat sampai jumlah kasus semakin menurun dan jumlah pasien di rumah sakit juga menurun.
Meski aturan desentralisasi berlaku, koordinasi secara terpusat perlu berjalan dengan baik.
Aturan tegas yang berlaku di tingkat pusat harus dipastikan berjalan sampai ke masyarakat. Karena itu, monitoring dan evaluasi rutin menjadi penting.
JAKARTA, KOMPAS- Selain pengetatan untuk mencegah kontak antar-masyarakat, penguatan fasilitas kesehatan juga perlu dilakukan. Sebagian besar fasilitas kesehatan di Pulau Jawa sudah kewalahan. Penambahan tempat tidur untuk perawatan harus disertai dengan penambahan jumlah tenaga kesehatan. Padahal, ketersediaan tenaga kesehatan pun juga terbatas.
Upaya pemeriksaan dan pelacakan juga harus lebih maksimal. Dua upaya ini diperlukan untuk mengetahui kasus penularan di masyarakat sehingga penanganan pun bisa segera dilakukan.
“Bagi masyarakat yang melakukan isolasi mandiri di rumah juga harus didukung dengan pemantauan dari petugas kesehatan. Komunikasi rutin secara virtual bisa dilakukan,” kata Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama, Selasa (30/6/2021).
Vaksinasi anak
Dalam upaya percepatan vaksinasi Covid-19, Ikatan Dokter Anak Indonesia telah merekomendasikan pemberian vaksin Covid-19 buatan Sinovac pada anak usia 12-17 tahun. Rekomendasi ini dikeluarkan berdasarkan hasil uji klinis yang menyatakan keamanan dan manfaat dari vaksin tersebut serta ketersediaan yang terjamin di Indonesia.
Dalam siaran pers, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan menyampaikan, rekomendasi untuk pemberian vaksinasi Covid-19 pada anak usia 12-17 tahun telah mempertimbangkan sejumlah hal. Itu antara lain, jumlah subjek uji klinis yang memadai, mobilitas anak pada kelompok usia tersebut yang cukup tinggi, serta kemampuan anak dalam mengungkapkan kemungkinan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi yang terjadi.
Adapun pemberian dosis vaksin yakni sebanyak 0,5 mililiter yang diberikan melalui penyuntikan intramuskular di otot lengan atas. Pemberiannya pun sebanyak dua kali penyuntikan dengan jarak antarsuntikan satu bulan.
Bagi anak dengan defisiensi imun primer ataupun dengan penyakit autoimun tidak terkontrol sebaiknya tidak menerima vaksinasi terlebih dahulu. Selain itu, kondisi lain yang harus dihindari seperti adanya penyakit sindrom Gullian Barre, mielitis transversa, anak dengan kanker yang sedang menjalani kemoterapi ataupun radioterapi, sedang mendapatkan pengobatan imunosupresan, memiliki dema, di atas 37,5 derajat Celcius, serta baru sembuh dari Covid-19 kurang dari tiga bulan.
Anak yang baru mendapatkan imunisasi kurang dari satu bulan juga tidak dianjurkan mendapatkan vaksinasi Covid-19. Pemberian vaksinasi Covid-19 juga sebaiknya tidak dilakukan pada anak dengan hipertensi dan diabetes yang tidak terkendali ataupun penyakit kronik lain yang tidak terkendali. Konsultasi dengan dokter penanggung jawab bisa dilakukan terlebih dahulu sebelum pemberian vaksinasi diberikan.
“Pelaksanaan imunisasi dapat dimulai setelah mempertimbangkan kesiapan petugas kesehatan, sarana dan prasarana, serta masyarakat. Imunisasi yang dilakukan secara bersamaan dengan semua penghuni rumah pun lebih baik,” tutur Aman.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 mulai diberikan pada anak usia 12-17 tahun. Vaksinasi pada kelompok usia ini diharapkan dapat mendukung percepatan capaian target satu juta vaksinasi per hari. Selain anak, vaksinasi ini juga sudah mulai diberikan pada ibu hamil dan menyusui.
“Vaksinasi ini sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan agar para ibu bisa melahirkan anak yang sehat serta anak-anak juga dapat terlindungi dari virus korona. Vaksinasi ini juga bisa mempercepat tercapainya herd immunity (kekebalan komunitas) di masyarakat,” katanya.