Negara Lain Dapat Menjadi Contoh dalam Mengembangkan Ekosistem Riset
Negara maju, seperti Jepang dan Australia, yang terbukti mampu mengembangkan ekosistem riset bisa dicontoh oleh Indonesia. Ini untuk mengatasi ketertinggalan Indonesia dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kunci suatu negara untuk mencapai perekonomian maju adalah dengan menguasai teknologi dan mengembangkan riset yang diakui dunia. Indonesia dapat belajar dari negara-negara maju, seperti Jepang, yang berhasil menciptakan ekosistem riset dan menjalin sinergi antara ilmuwan dan industri.
Peneliti di RIKEN Center for Emergent Matter Science (CEMS), Jepang, Satria Zulkarnaen Bisri, mengatakan, penyiapan sumber daya manusia (SDM) di Jepang untuk mengembangkan riset sudah dimulai sejak dini. Ini ditunjukkan dari sejumlah animasi bernuansa teknologi maju, seperti Doraemon, Astroboy, dan Gundam, yang kerap ditonton oleh anak-anak.
”Lingkungan di Jepang memang diupayakan untuk menstimulasi bagaimana mengimajinasikan segala sesuatu. Sebab, 50 persen hal yang ada pada 50 tahun ke depan itu merupakan sesuatu yang tidak dibayangkan sebelumnya. Jadi, dunia memang butuh seorang pemimpi,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Peranan Riset dan Teknologi untuk Pembangunan Ekonomi Bangsa: Pengalaman Negara Industri Maju Dunia”, Jumat (25/6/2021).
Riset di Indonesia masih terlalu besar dan belum fokus atau memprioritaskan salah satu bidang.
Menurut Satria, imajinasi dalam animasi tersebut pada akhirnya menginspirasi arah riset di Jepang. Arah riset juga diimplementasikan dalam bentuk peta jalan yang lebih nyata dan terukur. Sebab, untuk membangun teknologi maju seperti yang ada dalam animasi, peneliti harus mengembangkan dan menguasai teknologi nano dan mikro serta superkonduktivitas.
Selain itu, kata Satria, Jepang juga mengintensifkan konferensi ilmiah dan meningkatkan interaksi antar-ilmuwan. Bahkan, konferensi ilmiah tersebut juga dihadiri oleh industri karena mereka yang memegang kunci dalam hilirisasi produk.
”Hampir semua industri besar hingga UKM (usaha kecil dan menengah) di Jepang banyak yang memiliki laboratorium penelitian dasar sejak awal berdiri. Jadi, permintaan dan penawaran bisa bersaing karena industrinya memungkinkan untuk berinovasi,” ucapnya.
Satria juga menekankan pentingnya melakukan riset dasar dan membangun infrastruktur riset besar untuk menggerakkan ekonomi. Selain dapat membangun SDM, hal ini juga akan meningkatkan akuisisi serta kesiapan ilmu dan teknologi.
Ia menilai, riset di Indonesia masih terlalu besar dan belum fokus atau memprioritaskan salah satu bidang. Oleh karena itu, penting mencoba untuk mencari bidang apa yang dapat menjadi prioritas dan dikembangkan dari awal.
”Jika kita ingin membuat bahan tambang menjadi baterai atau sel surya, harus dilihat juga berapa orang Indonesia yang mampu membangun struktur, pemurnian, dan belajar fisika kuantum. Begitu juga dengan memanfaatkan biodiversitas lainnya. Jadi, masalah SDM dan riset ini memang yang menjadi kekhawatiran karena masih jauh diharapkan untuk menjadi pengungkit,” tuturnya.
Selain Jepang, Indonesia juga dapat belajar dari Australia dalam mengembangkan dan melembagakan ekosistem riset. Pengajar di Macquarie University, Sydney, Australia, Salut Muhidin, menyatakan, riset di Australia secara kelembagaan dilakukan oleh pemerintah dan non-pemerintah. Australia memiliki sejumlah badan yang fokus mengembangkan riset kesehatan dan pengaplikasiannya di industri.
”Organisasi non-pemerintah juga diperbolehkan untuk mengembangkan riset, seperti sektor bisnis, yayasan, organisasi komunitas, dan lembaga asing. Sumber pendanaan ini mencapai 500 miliar dollar Australia dan didistribusikan dalam bentuk grants yang bersumber dari pemerintah pusat atau lokal hingga yayasan filantropi,” paparnya.
Hak paten
Ketua Institut untuk Demokrasi dan Ekonomi The Habibie Center Umar Juoro mengatakan, ekonomi suatu negara dapat maju dengan peranan riset dan teknologi. Negara maju ini juga cenderung memiliki banyak jumlah hak paten yang dihasilkan dari hasil riset para peneliti atau pengembang pihak swasta. Peran paten ini juga lebih besar dalam meningkatkan pendapatan per kapita suatu negara.
Data Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) tahun 2019 menunjukkan, Amerika Serikat masih menjadi negara dengan 496.959 hak paten atau terbanyak di dunia dan disusul China dengan 452.804 hak paten. Sementara Indonesia memiliki 10.514 hak paten.
”SDM, pengembangan teknologi, riset, dan pengembangan sangat menentukan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pemerintah ini memang penting. Akan tetapi, hal lebih penting adalah kemampuan institusi mikro, seperti perusahaan, unversitas, serta lembaga yang melakukan riset dan pengembangan,” katanya.