Tokoh Agama Berperan Penting dalam Penanganan Pandemi
Keterlibatan tokoh agama sangat diperlukan untuk mengajak jemaahnya bersama-sama menangani dan mencegah Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meningkatnya kasus positif Covid-19 dan penuhnya keterisian tempat tidur di rumah sakit menunjukkan adanya pengabaian masyarakat terhadap bahaya pandemi ini. Semua tokoh lintas agama perlu menjadi teladan dan senantiasa mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1998-2005 Buya Ahmad Syafii Maarif menyampaikan, meningkatnya kasus Covid-19 saat ini menunjukkan bahwa virus ini dapat menyerang siapa pun dan tidak memandang derajat, suku, ras, ataupun agama.
”Kelompok yang menyangkal adanya Covid-19 hanya sedikit atau minoritas dari jumlah masyarakat umum lainnya. Kelompok kecil inilah yang harus terus disadarkan,” ujarnya dalam acara Seri Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas 2021 bertajuk ”Kontribusi Kaum Agamawan dalam Penanganan Pandemi”, Kamis (24/6/2021).
Adanya narasi penyangkalan Covid-19 tidak terlepas dari peran media sosial yang sulit dikendalikan. Jika tidak cermat mengolah informasi, masyarakat dapat terjebak dalam doktrin yang sesat dan radikal. (Buya Ahmad Syafii Maarif)
Buya memandang, adanya narasi penyangkalan Covid-19 tidak terlepas dari peran media sosial yang sulit dikendalikan. Jika tidak cermat mengolah informasi, masyarakat dapat terjebak dalam doktrin yang sesat dan radikal.
Buya yang juga merupakan penerima Anugerah Cendekiawan Berdedikasi Harian Kompas pada 2013 ini menilai bahwa kelompok penyangkal Covid-19 tidak menggunakan keimanan dan akalnya. Padahal, menurut Buya, agama ditujukan bagi orang-orang yang berakal.
Diceritakan Buya bahwa semasa kepemimpinan Umar bin Khattab, rombongan umat Muslim dari Madinah pernah memutuskan untuk menjauhi daerah yang sedang terserang wabah penyakit. Umar dan rombongannya memilih untuk mencari keselamatan dibandingkan terserang wabah penyakit tersebut. Ini menunjukkan bahwa umat beragama menggunakan akalnya dalam memutuskan segala sesuatu.
Becermin dari cerita tersebut, menurut Buya, selama pandemi ini seluruh masyarakat juga harus menerapkan pencegahan berupa protokol kesehatan agar tidak terjangkit Covid-19. Ia pun menekankan kepada seluruh masyarakat agar jangan menjadikan iman sebagai alasan penyangkal Covid-19.
Bagi para penyangkal Covid-19, Buya mendorong untuk terus memberikan fakta dan pemahaman secara persuasif kepada mereka. Di sisi lain, Buya juga memandang pentingnya keterlibatan tokoh agama untuk mengajak jemaahnya bersama-sama menangani dan mencegah Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan.
”Seluruh tokoh agama memang harus terus mengatakan bahwa bahaya Covid-19 itu nyata dan bukan direkayasa. Gunakanlah bahasa persuasif yang menyentuh hati. Mungkin cara ini akan lebih tersampaikan karena pada hakikatnya manusia itu baik,” katanya.
Ajakan untuk tidak memercayai narasi para penyangkal Covid-19 juga disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud. Dalam keterangannya, Marsudi menyatakan bahwa kenaikan kasus dan keterisian tempat tidur rumah sakit yang penuh saat ini merupakan fakta adanya Covid-19.
Memberi teladan
Dihubungi secara terpisah, rohaniwan Katolik, Antonius Benny Susetyo, mengimbau agar tokoh agama juga memberikan teladan dalam menerapkan protokol kesehatan. Sebab, Benny memandang, selama ini masyarakat tengah kehilangan keteladanan dan kepercayaan karena banyaknya elite politik yang melanggar protokol kesehatan.
Dia menegaskan, efektivitas penerapan protokol kesehatan di masyarakat sangat bergantung pada keteladanan para tokoh agama dan figur publik lainnya. Ketidakteladanan tokoh agama akan menjadi contoh buruk dan pembenaran bagi masyarakat untuk abai terhadap protokol kesehatan.
”Kunci dari perilaku ini adalah kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan. Kebiasaan baru ini belum menjadi habitat masyarakat kita. Jadi, peranan tokoh agama untuk mengingatkan secara terus-menerus kepada jemaatnya bahwa jika ingin menyelamatkan orang lain perlu menerapkan protokol kesehatan,” ucapnya.
Selain itu, para pemuka agama juga perlu membatasi kegiatan ritual keagamaan secara tatap muka. Kreativitas pemuka agama dalam setiap majelis juga penting agar tidak terjadi kebosanan melakukan kegiatan keagamaan secara daring. Sebab, selama ini masyarakat tengah menghadapi kebosanan karena terlalu lama tidak berinteraksi dan bersosialisasi secara optimal dengan lingkungan sekitar.
Benny juga menyetujui bahwa media sosial berperan penting dan dapat menjadi sarana bagi tokoh agama untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya Covid-19. Cara ini juga dinilai sangat efektif karena publik menghadapi perlawanan narasi dari kelompok yang abai dan menyangkal bahaya Covid-19.
”Tokoh agama diharapkan dapat meniru edukasi di media sosial dengan dalil yang dilakukan Gus Mus (Mustofa Bisri). Semua tokoh agama harusnya berperan aktif dalam menyosialisasikan tentang protokol kesehatan dan bahaya jika tidak disiplin. Ini sangat efektif dan akhirnya bisa menyelamatkan banyak jiwa,” ujarnya.