Penularan Covid-19 Kian Mengkhawatirkan, Pertimbangkan Opsi Karantina Wilayah
Kasus baru Covid-19 harian yang dilaporkan di Indonesia lebih dari 20.000 kasus. Jumlah ini merupakan rekor tertinggi. Ahli pun mendorong pemerintah segera mengambil langkah radikal memberlakukan kantina.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus baru Covid-19 di Indonesia kembali mencapai rekor dengan penambahan 20.574 kasus dalam sehari. Jumlah ini bahkan diprediksi masih di bawah jumlah kasus yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Keputusan melakukan karantina wilayah harus menjadi pertimbangan utama.
”Kebijakan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) apa pun, baik dengan penebalan atau pengetatan, sudah tidak efektif. Pilihannya hanya lockdown (karantina wilayah) di tingkat regional atau pembatasan sosial berskala besar di tingkat nasional,” kata Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (Iakmi), Hermawan Saputra, di Jakarta, Kamis (24/6/2021) malam.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 24 Juni 2021 melaporkan, ada 20.574 kasus baru yang terkonfirmasi Covid-19 dengan 335 kematian. Selain itu, jumlah kasus aktif juga bertambah sebanyak 11.018 kasus sehingga total kasus aktif yang masih dirawat menjadi 171.542 kasus.
Hermawan menyampaikan, jumlah kasus baru yang dilaporkan ini belum menunjukkan kasus penularan yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Sebab, pemeriksaan belum optimal. Setidaknya jumlah orang yang diperiksa dalam sehari 250.000 orang. Sementara saat ini, orang yang diperiksa baru 90.000 orang.
Dari survei acak yang dilakukan Iakmi, satu dari lima orang sudah terpapar Covid-19. Masyarakat pun seharusnya sadar karena orang yang terpapar Covid-19 semakin dekat dengan lingkungannya.
”Jika pemerintah tidak ada kebijakan tegas, seperti lockdown, (sistem layanan kesehatan) akan jebol. Jadi, kita harus mulai persiapkan lockdown setidaknya selama tiga minggu. Kasus saat ini bisa akan semakin berat karena sebentar lagi akan ada momentum Idul Adha,” tuturnya.
Jika pemerintah tidak ada kebijakan tegas, seperti lockdown, (sistem layanan kesehatan) akan jebol. Jadi, kita harus mulai persiapkan lockdown setidaknya selama tiga minggu.
Menurut dia, kerugian ekonomi yang terjadi bisa lebih besar jika tidak ada ketegasan untuk memberlakukan karantina wilayah, terutama di Pulau Jawa. Dikhawatirkan, penularan Covid-19 di Indonesia bisa melebihi kondisi yang terjadi di India.
”Jika pemerintah terus mengampanyekan masyarakat untuk 5M, bagaimana dengan upaya 3T dari pemerintah? Upaya 3T, terutama pada testing dan tracing masih amat lemah. Langkah tegas harus segera diambil. Jangan hanya gas rem saja karena banyak nyawa sudah melayang setiap hari,” kata Hermawan.
Koordinator Tim Pakar yang juga Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, dalam siaran pers, menyampaikan, pemerintah sudah mempelajari berbagai opsi penanganan Covid-19.
”Dengan memperhitungkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia serta pengalaman negara lain, disimpulkan bahwa PPKM mikro masih menjadi cara paling efektif karena bisa dilakukan hingga tingkat terkecil dan dapat berjalan tanpa mematikan ekonomi rakyat,” tuturnya.
Ia menambahkan, mekanisme koordinasi dan pembagian peran dalam pelaksanaan PPKM mikro perlu dilakukan secara benar dan efektif. Lurah ataupun kepala desa sebagai pengendali posko penanganan Covid-19 wajib berkoordinasi dengan ketua RW untuk mendata kasus positif di tingkat RT. Pemantauan kepatuhan protokol kesehatan dan edukasi terkait Covid-19 juga perlu diperkuat bersama Babinsa dan Babinkamtibmas.
Lurah dan kepala desa juga harus berkoordinasi dengan puskesmas setempat untuk memeriksa pasien Covid-19 dan kontak eratnya yang dilanjutkan dengan pelacakan. Puskesmas pun dapat melakukan tindak lanjut perawatan atau treatment serta pengawasan kepada pasien isolasi mandiri. Kepada pasien dengan gejala sedang-berat bisa dirujuk ke tempat isolasi terpusat atau RSUD setempat.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, Kementerian Kesehatan sudah menyiapkan 4.000 tempat tidur tambahan untuk layanan isolasi di Rumah Susun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara. Tenaga kesehatan yang berasal dari TNI mulai membantu kebutuhan di wisma tersebut. Setidaknya ada 30 perawat di bawah kendali operasi TNI.
”Penandatanganan berita acara penyerahan barang dan proses penyimpanan 10.000 APD (alat pelindung diri) bantuan Kementerian Kesehatan kepada Wisma Nagrak sudah dilakukan pada hari ini (Kamis, 24/6),” ujarnya.