Budi Gunadi: Penguatan di Sisi Hulu Tetap Lebih Penting
Dalam wawancara khusus, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan sejumlah strategi pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19. Penguatan di hulu masih diyakini sangat penting dijalankan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Begitu kalimat yang saat ini banyak muncul di media sosial. Penambahan kasus baru Covid-19 yang terus menembus rekor tertinggi membuat sistem pelayanan kesehatan berada dalam kondisi darurat.
Hal itu ditandai dengan rumah sakit yang penuh, ketersediaan alat kesehatan seperti oksigen yang terbatas, serta tenaga kesehatan yang mulai kewalahan. Tanpa adanya langkah tegas dan cepat, situasi pandemi di Indonesia dikhawatirkan semakin tidak terkendali.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam wawancara khusus dengan Kompas pada Selasa (22/6/2021) menyampaikan, sejumlah strategi telah disiapkan pemerintah untuk menghadapi lonjakan kasus yang terjadi. Berikut kutipan wawancaranya.
Bagaimana strategi pemerintah untuk mengatasi lonjakan kasus?
Sebagai jangka pendek, kita akan cepat mengatasi persoalan di sisi hilir, yakni di rumah sakit. Penambahan tempat tidur adalah isu yang paling kritis saat ini karena berhubungan dengan hidup dan mati.
Dari 82.000 tempat tidur untuk layanan Covid-19 yang kita miliki, sebanyak 57.000 tempat tidur sudah terisi. Jika dioptimalkan sampai 30 persen dari seluruh tempat tidur yang ada di rumah sakit, kita bisa menyediakan sampai 130.000 tempat tidur.
Kita juga pastikan obat-obatan, tenaga kesehatan, masker, APD (alat pelindung diri), juga oksigen terus dikawal ketersediaannya.
Namun, kita harus pahami yang lebih penting sebenarnya adalah memperkuat intervensi di sisi hulu, yakni pada protokol kesehatan, diagnostik, terutama pada tes dan pelacakan, serta vaksinasi. Intervensi di hulu ini yang mampu mengurangi laju penularan di masyarakat.
Apakah keputusan penebalan PPKM mikro yang berjalan saat ini efektif?
Strategi PPKM mikro sebenarnya sudah mencakup strategi terkait protokol kesehatan dan 3T. Jadi, it’s not a matter of strategy, but it’s a matter of execution (ini bukan masalah strategi, tetapi masalahnya di eksekusi). Sebagai bangsa, kita lemah di eksekusi. Protokol kesehatan yang tidak dipatuhi bisa jadi contohnya. Ini pula yang menjadi masukan bagi kita untuk lebih mendisiplinkan masyarakat.
Jika kita mengambil pilihan untuk lockdown, justru tidak tepat karena kita tidak punya cukup intelijen dan effort yang cukup. Dengan begitu, lebih baik dikunci yang memang menjadi masalah. Tidak masuk akal jika seluruh Indonesia harus di-lockdown. Misalnya seluruh Jawa Barat, apakah Ujung Kulon juga di-lockdown?
Apakah strategi yang dilakukan sudah mempertimbangkan penularan dari varian virus baru, seperti varian Delta?
Virus ini, apa pun strain-nya, cara mencegahnya tetap sama, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Itu karena cara penularannya tetap. Begitu pula dengan pengetesannya. Kita masih bisa menggunakan tes PCR ataupun antigen.
Kita mungkin harus memeriksa sampai 100 per 1.000 orang per minggu. Hasilnya pun tidak bisa lagi menunggu sampai dua hari.
Namun, kita tahu, varian ini lebih cepat menular. Jadi yang membedakan, kita harus lebih cepat memeriksanya. Dengan positivity rate yang hampir 50 persen, kita tidak bisa lagi menggunakan perbandingan 1 per 1.000 orang per minggu yang diperiksa. Jadi, kita mungkin harus memeriksa sampai 100 per 1.000 orang per minggu. Hasilnya pun tidak bisa lagi menunggu sampai dua hari.
Tes kita sekarang masih kurang karena penularan lebih cepat dari kecepatan tes. Oleh sebab itu, pemeriksaan perlu ditingkatkan untuk melihat pola penularan yang sebenarnya di masyarakat.
Bagaimana dengan ketersediaan tempat tidur di sejumlah daerah?
Kita masih ada potensi untuk terus menambah tempat tidur. Yang perlu didorong adalah daerah yang belum optimal mengonversikan tempat tidur yang dimiliki untuk Covid-19 sampai 30 persen.
Kita juga sudah siapkan RSUP Persahabatan dan RSPI Sulianti Saroso agar 100 persen melayani Covid-19, karena yang bahaya saat ini di Jakarta dan Bandung.
Daerah lain, seperti Semarang dan Surabaya, meningkat karena ada limpahan pasien dari Kudus dan Bangkalan. Kita sudah siapkan setidaknya tempat tidur yang tersedia ini cukup untuk 14 hari lagi jika kenaikan kasus yang dirawat di rumah sakit sekitar 1.000 sampai 1.500 orang per hari.
Apa kendala yang dihadapi dalam penanganan pandemi di Indonesia?
Meyakinkan isu kesehatan sebagai yang utama menjadi tantangan kita bersama. Itu tidak hanya terjadi di pemerintahan, tetapi juga di masyarakat. Dari pengamatan saya ketika meninjau ke sejumlah daerah, banyak masyarakat yang tidak peduli. Jadi, sekarang kita perlu dorong agar kesadaran mengatasi pandemi muncul dari diri rakyat sendiri.
Bagaimana komunikasi dengan pemerintah daerah supaya kebijakannya selaras dengan pemerintah pusat?
Dengan kebijakan otonomi daerah, wewenang daerah memang terpisah dari pusat. Namun, kita terus menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh pemerintah daerah serta seluruh aparat di desa. Untuk saat ini, komunikasi akan diperkuat di wilayah dengan zona merah terlebih dahulu.
Bagaimana strategi komunikasi risiko kesehatan yang dibangun oleh pemerintah?
Disrupsi teknologi komunikasi sangat luar biasa. Banyak masyarakat yang akhirnya terpengaruh dengan media sosial. Itu juga yang menyebabkan banyak orang tidak mau divaksinasi. Karena itu, pemerintah pun akan lebih memanfaatkan media sosial untuk menyentuh dan menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Bagaimana pelaksanaan vaksinasi Covid-19? Tingkat capaian vaksinasi masih tidak merata di sejumlah daerah.
Kita tetap targetkan vaksinasi bisa tuntas tahun ini dengan harapan pasokan vaksin tidak terkendala. Presiden sudah menargetkan agar bulan ini bisa mencapai 700.000 orang per hari dan minimal 900.000 orang per hari pada bulan depan.
Terkait capaian di daerah, memang belum merata. DKI sudah mulai memvaksinasi penduduk usia 18 tahun ke atas. Itu karena capaian untuk lansianya sudah lebih dari 70 persen. Sementara di daerah lain, seperti Aceh dan Papua, sebenarnya stok vaksin masih ada, tetapi pelaksanaannya bergantung pada pemerintah daerah masing-masing.
Untuk mempercepat ini, kita rencanakan mulai Juli 2021, vaksinasi sudah bisa diberikan untuk masyarakat umum. Artinya, vaksinasi bisa didapatkan oleh seluruh masyarakat usia 18 tahun ke atas. Harapannya, usia muda ini bisa mendorong lansia untuk turut divaksinasi.