Keterlibatan Pelajar Mempercepat Restorasi Mangrove
Pelibatan perempuan dan generasi muda dalam rehabilitasi dan restorasi mangrove memiliki potensi dampak positif yang besar. Inisiatif seperti ini perlu terus digencarkan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya perlindungan keberadaan dan fungsi hutan mangrove dengan pengelolaan yang tepat dan terpadu perlu menjadi prioritas. Dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk pelajar, upaya rehabilitasi dan restorasi mangrove dapat dilakukan lebih cepat.
Pelibatan anak muda dalam rehabilitasi dan restorasi mangrove dilakukan oleh siswa SMA Negeri 8 Balikpapan. SMA ini berada di daerah pesisir teluk Balikpapan dan di belakang sekolah terhampar hutan mangrove seluas 40 hektar yang sebagian di antaranya rusak.
Guru SMAN 8 Balikpapan, Rugun Parhusip, dalam webinar edukasi restorasi ekosistem mangrove, Kamis (24/6/2021), menyampaikan, mangrove di sekitar lokasi sekolah rusak karena beralih fungsi menjadi tambak ikan dan udang. Minimnya pengetahuan membuat tambak tersebut terbengkalai dan menjadi tempat pembuangan sampah.
”Keadaan ini membuat polusi tanah, air, dan udara mengganggu penciuman serta pernapasan para guru dan anak didik saat di dalam kelas. Terlebih jika angin bertiup dari arah hutan mangrove yang gundul,” ujarnya.
Rugun mengatakan, sosialisasi dan edukasi mangrove dari Badan Lingkungan Hidup Balikpapan ke SMAN 8 Balikpapan dilakukan sejak 2006. Sejak saat itu, petugas dinas, siswa, dan pemerhati lingkungan mulai membersihkan kawasan hutan mangrove dan berhasil mengangkat sampah sebanyak hampir 90 persen.
Pada 2007, semua warga SMAN 8 Balikpapan, baik guru maupun siswa, kemudian menanam bibit atau propagul seluas 5.000 hektar. Namun, kurangnya pengetahuan membuat penanaman tersebut gagal karena seluruh bibit hanyut oleh arus air. Setelah itu, barulah warga SMA mendapat edukasi cara memilih bibit yang dewasa dan cara menanam yang benar dari Badan Lingkungan Hidup Balikpapan.
Keadaan ini membuat polusi tanah, air, dan udara mengganggu penciuman serta pernapasan para guru dan anak didik saat di dalam kelas. Terlebih jika angin bertiup dari arah hutan mangrove yang gundul.
”Kami kemudian membentuk kelompok sukarelawan untuk rehabilitasi dan konservasi mangrove yang direkrut dari siswa dan berkembang menjadi kegiatan ekstrakurikuler. Selain pembibitan, dalam ekstrakurikuler ini dilakukan juga kunjungan ke hutan mangrove lain untuk identifikasi dan membuat herbarium,” katanya.
Menurut Rugun, kegiatan rutin rehabilitasi dan konservasi mangrove ini mulai menunjukkan hasil. Pohon mangrove dengan umur 12-13 tahun telah tumbuh 10-15 meter. Hutan mangrove yang dikonservasi dan terawat dengan baik oleh sukarelawan seluas 3-5 hektar.
Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto mengatakan, kegiatan penanaman dan restorasi skala kecil akan sangat berarti karena dapat berdampak besar. Upaya edukasi pentingnya eksosistem hutan mangrove untuk meningkatkan pemahaman pada berbagai elemen masyarakat menjadi faktor strategis mewujudkan hutan mangrove berkelanjutan.
Menurut Agus, peran perempuan dan generasi muda juga menjadi salah satu faktor penting dalam upaya menjaga mangrove. Organisasi perempuan seperti Dharma Wanita, pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK), dan kelompok agama dapat menjadi wadah edukasi konservasi mangrove yang strategis.
Ekosistem penting
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem terpenting di kawasan pesisir. Sebab, keberadaannya memiliki peran multifungsi, baik secara fisik, ekologi, sosial, maupun ekonomi. Mangrove juga dapat menyediakan berbagai jasa ekosistem.
Menurut peneliti BLI KLHK, Virni Budi Arifanti, mangrove Indonesia menyimpan sepertiga cadangan karbon dunia dan empat kali lebih banyak dari hutan terestrial. Mangrove juga dapat melindungi abrasi, erosi, intrusi, dan kenaikan permukaan air laut.
”Saat ini mangrove sedang mengalami deforestasi, termasuk di Asia Tenggara. Menurunnya luas mangrove disebabkan oleh konversi, pertumbuhan penduduk, pengembangan industri, eksploitasi air tanah, reklamasi pantai, dan meningkatnya sampah laut,” ujarnya.
Berdasarkan data KLHK, hutan mangrove Indonesia tercatat seluas 3,31 juta hektar atau 20 persen dari luas mangrove di dunia. Dari jumlah tersebut, 637.000 hektar mangrove masuk dalam kategori kritis. Sementara pada 2020, seluas 17.000 hektar mangrove telah berhasil direhabilitasi. Dalam program nasional 2021-2024, penanaman mangrove ditargetkan mencapai 150.000 hektar per tahun.