Kelompok Masyarakat Desak Presiden Selesaikan Revisi PP No 109/2012
Presiden Joko Widodo didesak segera menyelesaikan Revisi PP No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Revisi sangat penting untuk melindungi anak-anak.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan mendesak Presiden Joko Widodo agar segera menyelesaikan Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Revisi ini sangat penting untuk melindungi dan menurunkan prevalensi perokok anak di Indonesia yang terus meningkat setiap tahun.
Menteri Kesehatan 2012-2014 sekaligus Dewan Penasihat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Nafsiah Mboi, dalam konferensi pers secara daring, Selasa (22/6/2021), menyampaikan, adanya peraturan pemerintah yang mengatur pengamanan zat adiktif merupakan perintah dari UU No 36/2009 tentang Kesehatan.
Pasal 113 UU Kesehatan menyebutkan, pengamanan penggunaan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Zat adiktif tersebut meliputi tembakau ataupun produknya yang berupa padat, cair, dan gas.
”Sementara Pasal 116 menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Jadi ini perintah undang-undang. Meski peraturan pemerintah sudah dibuat, intervensi industri tetap masuk sampai saat ini,” ujarnya.
Nafsiah mengatakan, sekarang adalah waktu yang sangat tepat untuk mengesahkan revisi PP No 109/2012 mengingat kian daruratnya situasi kesehatan di Indonesia yang disebabkan oleh zat berbahaya dari rokok maupun Covid-19.
”Banyak kajian menyatakan dengan jelas bahwa merokok meningkatkan risiko penularan Covid-19. Mereka yang merokok dan terdampak asap rokok akan menyebabkan angka kematian lebih tinggi. Terakhir, anak-anak kita semakin terdampak rokok,” katanya.
Sebelumnya, Komnas Pengendalian Tembakau merekomendasikan enam substansi yang harus diperkuat dalam revisi PP No 109/2012. Substansi itu meliputi, antara lain, penguatan kawasan tanpa rokok di sejumlah daerah, termasuk rokok elektronik, pelarangan iklan atau promosi di media, dan perluasan peringatan kesehatan bergambar (PHW) sebesar 90 persen pada kemasan produk tembakau.
Banyak kajian menyatakan dengan jelas bahwa merokok meningkatkan risiko penularan Covid-19. Mereka yang merokok dan terdampak asap rokok akan menyebabkan angka kematian lebih tinggi. Terakhir, anak-anak kita semakin terdampak rokok.
Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, puluhan tahun lalu Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak. Konsekuensinya, negara dan semua pihak wajib melindungi hak anak, termasuk kesehatan seperti paparan zat adiktif.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan prevalensi perokok anak turun menjadi 8,7 persen di tahun 2024. Menurut Lisda, seharusnya visi presiden yang dituangkan dalam RPJMN ini juga turut didukung kementerian di bawahnya, bukan sebaliknya.
Sudibyo juga memandang bahwa industri rokok hanya menjadikan petani tembakau dan pekerja hanya sebagai tameng untuk mengeruk keuntungan. Faktanya, mereka sampai saat ini belum lepas dari jerat kemiskinan.
”Adanya unsur politik juga sangat menentukan dalam pengambilan keputusan tentang tembakau. Tetapi yang terjadi sekarang beberapa kementerian mengambil keputusan yang tidak sejalan dengan visi presiden untuk melindungi kesehatan seluruh masyarakat Indonesia,” katanya.
Beralih tanam
Istanto, petani tembakau dari Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut memutuskan beralih tanam dari tembakau menjadi ubi jalar. Alasannya, menanam tembakau tidak lagi menguntungkan. Menanam ubi jalar juga jauh lebih mudah dibandingkan tembakau.
Menurut Istanto, petani tidak langsung menerima hasil panen tembakau karena panjangnya rantai penjualan. Kondisi ini sangat berbeda dengan penjualan panen ubi jalar.
”Secara perhitungan, biaya produksi tembakau dan ubi jalar itu sama. Pada 2013, kami mencoba menanam ubi jalar dan sangat menguntungkan dibandingkan tembakau. Ini karena tembakau juga masih ada permainan perniagaan saat harga tinggi,” ucapnya.