Masyarakat Sipil Kembali Ajukan Uji Materi UU Minerba
Koalisi masyarakat sipil kembali mengajukan permohonan uji materii UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi. Ketentuan yang diajukan terkait perubahan kewenangan hingga perpanjangan izin otomatis.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satu tahun setelah revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau UU Minerba disahkan, keistimewaan bagi pengusaha batubara mulai terjadi. Koalisi masyarakat sipil pun kembali mengajukan permohonan uji materi atau judicial review undang-undang ini ke Mahkamah Konstitusi, Senin (21/6/2021).
Uji materi UU Minerba kali ini diajukan oleh dua organisasi non-pemerintah dan dua masyarakat sipil, yaitu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) serta warga Desa Sumberagung, (Banyuwangi, Jawa Timur) dan nelayan Desa Matras (Sungailiat, Bangka Belitung).
Penasihat hukum pemohon dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Lasma Natalia, menyampaikan, masyarakat sipil mengajukan banyak pasal dalam UU Minerba untuk diuji materi yang dikelompokkan ke dalam empat kategori besar.
Kategori pertama adalah pasal-pasal terkait perubahan kewenangan daerah yang berpindah ke pusat. Ketentuan kedua tentang jaminan kegiatan pertambangan meski bertentangan dengan tata ruang. Ketiga, ketentuan pasal pidana yang terus digunakan untuk mengkriminalisasi warga yang melakukan penolakan.
Sementara ketentuan terakhir terkait perpanjangan izin otomatis perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tanpa melalui proses evaluasi atau lelang.
”Evaluasi menjadi ruang agar masyarakat bisa memberikan dan menyampaikan aspirasi atau kerugian yang selama ini sudah dialami. Ketika evaluasi dilakukan dan terdapat pelanggaran, seharusnya izin tersebut tidak keluar. Tetapi adanya frasa jaminan diberikan dalam UU Minerba bisa membuat semua dampak yang muncul tidak menjadi pertimbangan,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Senin.
Manajer Advokasi Publish What You Pay (PWYP) Ariyanto Nugroho mengatakan, kekhawatiran dari berbagai kalangan, baik dari masyarakat sipil maupun akademisi, mulai terjadi setelah satu tahun UU Minerba disahkan. Sejumlah kasus yang terjadi menunjukkan adanya keistimewaan yang diberikan negara untuk para pengusaha batubara.
”Dalam UU Minerba saat ini terdapat ketentuan bahwa pemerintah menjamin perpanjangan PKP2B menjadi IUPK. Sementara UU lama sebelum diperpanjang harus dikembalikan dulu ke negara baru dilelang,” katanya.
Ari mencontohkan, saat ini ada perusahaan yang sudah menerima izin perpanjangan penambangan batubara. Padahal, sejak UU Minerba disahkan sampai saat ini, peraturan pemerintah sebagai aturan turunan UU tersebut belum ada. Bahkan, isi perpanjangan dokumen IUPK dan evaluasinya pun tidak pernah disampaikan ke publik.
Ketika evaluasi dilakukan dan terdapat pelanggaran, seharusnya izin tersebut tidak keluar. Tetapi adanya frasa jaminan diberikan dalam UU Minerba bisa membuat semua dampak yang muncul tidak menjadi pertimbangan.
Keistimewaan lain yang diperoleh industri batubara dalam UU Minerba adalah terkait dengan luas wilayah. UU Minerba sebelum direvisi membatasi luas wilayah 15.000 hektar. Namun, dalam UU Minerba baru, luas wilayah untuk pertambangan batubara tidak ada batasan.
Juru bicara Walhi, Dwi Sawung, mengatakan, UU Minerba melalui pembahasan yang panjang dan sempat dicegah oleh kelompok masyarakat sipil pada 2019 untuk disahkan karena pasal-pasalnya bermasalah. Namun, DPR dan pemerintah akhirnya mengesahkan UU Minerba di tengah pandemi meski saat persidangan banyak anggota Dewan yang tidak hadir.
”Pandemi dijadikan pembenaran untuk mempercepat pengesahan undang-undang ini. Kami juga melihat banyak prosedur yang dilanggar ketika melakukan pembahasan dan partisipasi publik nyaris tidak ada. Bahkan, beberapa teman dikeluarkan dari Zoom saat pembahasan,” ungkapnya.
Ia berharap, permohonan uji materi sejumlah pasal kali ini bisa diterima seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi. Apabila permohonan ditolak seluruhnya, Walhi berencana melakukan upaya lain yang lebih terkoordinasi dan terukur. Sebab, hal ini dinilai sangat berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan ke depan.