Penularan Memburuk, Perkuat Layanan Kesehatan
Lonjakan kasus yang tinggi menyebabkan tingkat keterisian rumah sakit semakin tinggi. Akibatnya, tenaga kesehatan pun mulai kewalahan. Antisipasi perlu dilakukan disertai dengan pengetatan pergerakan masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS -- Tenaga kesehatan mulai kewalahan di sejumlah wilayah dengan kasus penularan Covid-19 yang tinggi. Karena itu, jumlah tenaga kesehatan serta sarana prasarana kesehatan lainnya perlu segera ditambah.
Ketua Umum Pengurus Besar Ketua Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menyampaikan, tenaga kesehatan di sejumlah wilayah yang mengalami lonjakan tinggi mulai kewalahan menangani pasien Covid-19. Hal ini terjadi karena pasien yang dirawat di rumah sakit meningkat sehingga tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit pun hampir penuh.
“Kalau tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit sudah lebih dari 80 persen, biasanya tenaga kesehatan sudah kewalahan. Kondisi sekarang ini sejumlah rumah sakit malah sudah terisi sampai 100 persen,” tuturnya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (18/6/2021).
Baca juga Pergerakan Warga Tak Terkendali, Kasus Covid-19 Tinggi
Antisipasi sudah dilakukan dengan mengerahkan tambahan tenaga kesehatan dari daerah lain untuk mendukung pelayanan di daerah dengan kasus penularan tinggi. Sejumlah rumah sakit pun sudah mulai membuka tenaga relawan dari seluruh Indonesia. Selain tenaga kesehatan, dukungan obat, alat kesehatan, serta konversi tempat tidur juga harus segera dilakukan untuk mengantisipasi penularan yang masih melonjak.
Menurut Daeng, manajemen pelayanan di rumah sakit saat ini sudah lebih baik daripada tahun lalu ketika pandemi baru terjadi. Perbaikan manajemen pelayanan ini terutama pada penjadwalan dari jam kerja tenaga kesehatan. Secara periodik, tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan akan diganti. Ini dilakukan untuk mengurangi potensi kelelahan dari para tenaga kesehatan.
Selain itu, ketersediaan alat pelindung diri seperti masker dan pakaian khusus tidak lagi sulit didapatkan. Sebagian besar tenaga kesehatan juga sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19.
“Hal lain yang harus dilakukan sekarang ini yaitu menambah tempat isolasi mandiri terpusat. Pasien yang dirawat di rumah sakit dibatasi hanya untuk dengan kondisi sedang dan berat, sementara yang ringan dialihkan ke tempat isolasi mandiri. Itu pun harus ditempatkan di satu tempat agar pengawasan lebih mudah,” ucap Daeng.
Kondisi darurat
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 18 Juni 2021 mencatat jumlah kasus baru yang dilaporkan bertambah sebanyak 12.990 kasus dengan 290 kematian. Adapun kasus aktif juga bertambah 4.793 kasus sehingga total kasus aktif yang masih dalam perawatan sebanyak 130.096 kasus.
Meski begitu, ia mengatakan, pengendalian penularan dari hulu melalui upaya pencegahan di masyarakat harus diutamakan. “Pengetatan pergerakan masyarakat yang berpotensi menimbulkan penularan harus diperkuat. Jika tidak ada pengetatan, kapasitas layanan kesehatan akan melampaui batas yang tersedia. Dikhawatirkan, tenaga kesehatan kewalahan, masyarakat pun sulit mendapatkan tempat perawatan,” tutur Daeng.
Jika tidak ada pengetatan, kapasitas layanan kesehatan akan melampaui batas yang tersedia. Dikhawatirkan, tenaga kesehatan kewalahan, masyarakat pun sulit mendapatkan tempat perawatan.
Di sejumlah daerah, penularan meningkat. Di RS Umum Santa Elisabeth Purwokerto di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, layanan instalasi gawat darurat (IGD) ditutup sementara mulai Kamis (17/6) karena 17 tenaga kesehatan di bagian IGD terinfeksi Covid-19.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mempertimbangkan karantina wilayah seiring tingginya penambahan kasus dan tingkat keterisian RS untuk pasien Covid-19 yang mencapai 75 persen. Lonjakan kasus Covid-19 di Bangkalan, Jawa Timur, meningkat dengan penambahan kasus harian 100 orang dan 8 orang meninggal.
Menyikapi lonjakan kasus Covid-19, lima organisasi profesi kesehatan di Indonesia, kemarin, menyerukan kondisi penularan Covid-19 di Indonesia memasuki fase darurat karena lonjakan kasus terjadi amat cepat. Rumah sakit kewalahan sehingga risiko kematian bakal terus meningkat jika tak ada pembatasan sosial yang ketat.
Lima organisasi ini meliputi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, serta Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (Perdatin). ”Jangan sampai kondisi di India, yakni pasien bergelimpangan di luar rumah sakit, terjadi di Indonesia,” kata Ketua Umum PDPI Agus Dwi Susanto.
Menurut Ketua Umum Perdatin Syafri Kamsul Arif, di sejumlah wilayah pasien tak dapat ditampung di ruang perawatan unit pelayanan intensif (ICU) karena layanan penuh.
Ketua Kelompok Kerja Infeksi PDPI Erlina Burhan menuturkan, kekhawatiran menguat setelah ada temuan SARS-CoV-2 varian Delta atau B.1.617.2 di Indonesia yang meningkatkan penularan dan memperberat keparahan penyakit. ”Peningkatan kasus saat ini amat cepat,” tuturnya.
Perketat pembatasan
Kelima organisasi profesi mengeluarkan rekomendasi, antara lain, meminta pemerintah pusat menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat menyeluruh dan serentak, terutama di Pulau Jawa. Pemerintah juga diminta mempercepat vaksinasi sesuai standar dan agar semua pihak lebih waspada terhadap varian baru yang lebih gampang menyebar, lebih mudah memperberat gejala, lebih meningkatkan kematian, dan bisa melemahkan vaksin.
Secara terpisah, Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia Regional Asia Tenggara (WHO SEARO) Tjandra Yoga Aditama yang juga Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RSUP Persahabatan menyampaikan, penularan kasus Covid-19 yang terus meningkat perlu segera dikendalikan. Jika rata-rata kenaikan kasus setiap hari mencapai 12.000 kasus, kondisi penularan Covid-19 di Indonesia sampai akhir Juni 2021 akan mengkhawatirkan.
Menurut dia, ada lima hal yang perlu dilakukan secara maksimal dalam upaya pengendalian pandemi. Pertama, pembatasan sosial yang harus ditingkatkan dan dilaksanakan secara nyata dan jelas. Kedua, peningkatan pelaksanaan pelacakan dan pemeriksaan kasus. Target dari kedua upaya tersebut perlu jelas dan dilaksanakan secara merata di seluruh kabupaten/kota.
Baca juga Jumlah Penularan Melebihi Laporan Kasus, Pemeriksaan Perlu Lebih Masif
Ketiga, kesiapan fasilitas kesehatan perlu ditingkatkan karena kasus penularan sudah tinggi. Kesiapan tersebut tidak hanya di rumah sakit, melainkan juga di pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas.
“Yang disiapkan bukan hanya ruang isolasi dan ICU, serta obat, alat, dan sarana prasarana lain, tetapi yang paling penting adalah SDM tenaga kesehatan yang harus terjamin bekerja secara aman. Tidak tepat kalau hanya menambah ruang perawatan tanpa penambahan petugas kesehatan,” ujar Tjandra.
Keempat, ketersediaan data yang akurat dan terbaru. Analisa dari data yang dimiliki diperlukan sebagai dasar penentu kebijakan publik yang berbasis bukti ilmiah. Kelima, vaksinasi perlu diberikan secara maksimal. Menurut dia, jumlah sasaran yang menjadi target pemberian vaksinasi Covid-19 perlu dihitung ulang.
“Kalau angka reproduksi meningkat dan juga efektifitas vaksin menurun karena varian baru, jumlah orang yang harus divaksinasi perlu lebih banyak lagi agar bisa memperoleh kekebalan komunal. Jadi dalam situasi sekarang, angka (sasaran vaksinasi)nya perlu dihitung ulang,” kata Tjandra.
Pertambahan kasus positif Covid-19 yang signifikan pekan ini dan penyuntikan vaksin yang belum merata membuat investor di pasar saham khawatir. Sebagian melepaskan saham sehingga pada perdagangan Jumat (18/6), Indeks Harga Saham Gabungan sempat tertekan hampir 2 persen. Pada penutupan perdagangan, indeks ditutup turun 1,01 persen menjadi 6.007. Indeks Kompas100 juga turun 1,73 persen.
”Dari kenaikan jumlah kasus yang signifikan, tampak upaya pemerintah mengontrol pergerakan orang pada liburan Idul Fitri tak berhasil. Dampaknya buruk bagi pasar keuangan,” kata analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Antoni Kevin.
Rakesh Maheshwari, Group Coordinator Cyber Law and E-Security, dalam keterangan tertulis mengklarifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tak mengaitkan varian India dengan varian B.1.617 yang menyebar ke sejumlah negara. (AIK/JOE/BRO/ETA/NCA/XTI/DKA/IKI)