Masyarakat diharapkan menggunakan pengetahuan lokal untuk segera menjauh dari pantai jika merasakan gempa. Sebab, tsunami karena longsoran bawah laut akibat gempa bisa dengan cepat mencapai daratan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa berkekuatan M 6 melanda Pulau Seram di Maluku Tengah, Maluku, pada Rabu (16/6/2021) pukul 11.43 WIB. Gempa ini diikuti kenaikan muka air laut sekitar 0,5 meter yang diduga disebabkan longsoran bawah laut akibat gempa.
Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, episenter gempa terletak pada koordinat 3,42 derajat Lintang Selatan dan 129,57 derajat Bujur Timur, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 69 kilometer arah tenggara Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, dengan kedalaman 19 km.
”Lokasi gempanya di perbatasan antara laut dan pantai,” kata Kepala BMKG Dwi Korita Karnawati.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis dangkal akibat sesar lokal. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan sesar turun.
Dampak gempa ini dirasakan di Tehoru, Masohi, Bula, Kairatu, Saparua, dan Wahai dengan intensitas guncangan III-IV MMI. Ini artinya, guncangan dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah. Sementara di Pulau Ambon gempa dirasakan dengan skala guncangan II-III MMI.
”Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melaporkan adanya kerusakan pada beberapa rumah tinggal dan bangunan, salah satunya pagar gereja di Kecamatan Tehoru,” kata Dwikorita.
Berdasarkan pemodelan yang dilakukan BMKG, gempa ini dianggap tidak berpotensi tsunami, baik dari kekuatannya yang relatif kecil maupun pusatnya di perbatasan darat dan laut. ”Secara tektonik tidak berpotensi tsunami,” kata Dwikorita.
Berdasarkan kondisi ini, BMKG juga tidak mengeluarkan peringatan dini tsunami. Namun, menurut Dwikorita, stasiun tide gauge atau pemantau perubahan muka laut milik Badan Informasi Geospasial (BIG) di Tehoru menunjukkan adanya peningkatan muka air laut setinggi setengah meter.
”Ini diperkirakan karena adanya longsor tebing bawah laut,” katanya.
Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia (IATSI) Gegar Prasetya mengatakan, fenomena ini merupakan tsunami lokal. ”Air laut naik di sana tercatat 2 menit setelah gempa. Jadi, kemungkinan besar ini memang terjadi longsoran bawah laut akibat gempa,” katanya.
Menurut Gegar, gempa berkekuatan M 6 sebenarnya sangat jarang bisa membangkitkan longsoran bawah laut yang besar. ”Dalam tsunami besar di Flores pada 1992 juga terjadi longsor bawah laut yang dipicu gempa M 7,8,” katanya.
Antisipasi ke depan
Dwikorita mengatakan, pascagempa ini telah terjadi gempa susulan sebanyak 13 kali dengan magnitudo terbesar M 3,5. ”Masyarakat di sepanjang Pantai Japutih sampai Pantai Atiahu, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram, perlu mewaspadai gempa bumi susulan dan potensi tsunami akibat longsor bawah laut,” katanya.
Menurut Dwikorita, masyarakat diminta segera menjauhi pantai menuju tempat lebih tinggi apabila merasakan guncangan gempa cukup kuat tanpa harus menunggu peringatan dini dari BMKG. ”Peringatan dini BMKG saat ini berdasarkan gempa tektonik. Kalau tsunami akibat longsor bawah laut, belum bisa terdeteksi dari sistem peringatan dini saat ini,” ujarnya.
Selain itu, masyarakat diimbau menghindari bangunan yang retak atau rusak yang diakibatkan oleh gempa sebelumnya. ”Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum kembali ke dalam rumah,” katanya.
Masyarakat di sepanjang Pantai Japutih sampai Pantai Atiahu, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram, perlu mewaspadai gempa bumi susulan dan potensi tsunami akibat longsor bawah laut.
Menurut Dwikorita, tsunami karena longsoran tebing bawah laut bisa memicu tsunami yang waktu tibanya sangat cepat ke daratan, sebagaimana pernah terjadi di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, pada 2018. ”Tsunaminya bisa datang 2-3 menit setelah gempa, sementara sistem peringatan dini tsunami di BMKG, Jepang atau negara-negara lain tidak bisa mendeteksi potensi tsunami secepat itu,” katanya.
Karena keterbatasan teknologi dalam memberikan peringatan dini dalam hitungan 2 menit, masyarakat diharapkan menggunakan pengetahuan lokal untuk segera menjauh dari pantai jika merasakan guncangan gempa yang kuat.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno mengatakan, kawasan ini memang rentan gempa bumi dan tsunami. Sumber gempa kali ini dekat dengan kejadian gempa pada 4 Januari 1854. ”Untuk gempa kali ini, kemungkinan sumbernya dari sesar Kawa,” katanya.