Analisis Spasial Bantu Pengelolaan Sumber Daya Alam
Analisis spasial melalui sistem informasi geografis tidak hanya digunakan dalam kegiatan perencanaan kota, tetapi juga dapat membantu pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Data spasial kerap sulit diakses masyarakat. Padahal, analisis data spasial melalui sistem informasi geografis bisa membantu pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan. Karena itu, integrasi data spasial, khususnya dengan pemangku kebijakan, perlu ditingkatkan.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudy Syaf, mengemukakan, setiap kegiatan yang dilakukan KKI Warsi mencakup pemetaan sosial dan spasial. Pemetaan sosial dilakukan melalui metode penilaian keadaan desa (rapid rural appraisal/RRA), sedangkan pemetaan spasial dengan survei serta sistem informasi geografis (SIG).
”Kegiatan di lingkup spasial dimulai dari pemetaan ruang, lokasi, dan potensi yang ada di kawasan sekitar masyarakat. Semua kegiatan spasial tetap dilakukan secara partisipatif bersama masyarakat sehingga yang dihasilkan murni disepakati masyarakat,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”SIG untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan,” di Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Rudy menjelaskan, KKI Warsi memakai SIG untuk perlindungan sumber daya alam seperti analisis deforestasi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), penambangan emas tanpa izin, kawasan perlindungan hutan, reforestasi, dan pengeboran minyak ilegal. Pemanfaatan SIG dalam deforestasi digunakan untuk melihat dan menganalisis riwayat kejadian sejak 1996 hingga 2019 di Jambi.
Dalam menganalisis kejadian karhutla, KKI Warsi menggunakan SIG untuk mengetahui dan mendapatkan data lokasi titik panas. Data tersebut kemudian akan ditumpang tindihkan (overlay) dengan tata ruang sehingga diketahui lokasinya berada di kawasan hak guna usaha atau kawasan lainnya.
Kegiatan di lingkup spasial dimulai dari pemetaan ruang, lokasi, dan potensi yang ada di kawasan sekitar masyarakat.
Analisis spasial dalam SIG juga digunakan untuk mengetahui kawasan penambangan emas tanpa izin di wilayah Jambi. Dari hasil analisis spasial melalui citra udara, diketahui lokasi penambangan emas tanpa izin ini terlihat mengikuti alur sungai. Lokasi ini sangat berisiko terhadap masyarakat karena mengubah bentang alam dan menurunkan kualitas serta fungsi daerah aliran sungai.
Selain itu, KKI Warsi menggunakan SIG dalam menentukan lokasi peletakan alat perekam suara untuk memantau dan melindungi kawasan hutan di Sumatera Barat. Alat tersebut akan merekam jika terdapat aktivitas deforestasi di sekitar kawasan hutan. Empat lokasi penempatan alat tersebut adalah Kabupaten Solok, Solok Selatan, Sijunjung, dan Pesisir Selatan.
”Laporan dari alat tersebut akan langsung diterima dan kami bekerja sama dengan dinas serta polisi kehutanan provinsi sehingga langsung bisa dilakukan penindakan. Jadi, informasinya lebih detail dan kejadiaannya lebih akurat pada waktu yang sama,” katanya.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bungo, Jambi, Deddy Irawan menyatakan, pemanfaatan SIG telah digunakan oleh masyarakat di wilayahnya untuk pemetaan partisipatif. Selain meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam pengoperasian analisis spasial, pembuatan pemetaan secara partisipatif kian mengoptimalkan dana desa.
Kegiatan pembangunan
Solution Engineer Esri Indonesia Dika Ahmad Rojikin mengatakan, di Indonesia, SIG telah digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan pembangunan baik yang bersifat sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Beberapa di antaranya adalah untuk mendukung perencanaan tata ruang, pelayanan perizinan terintegrasi, peningkatan pendapatan asli daerah, dan pengelolaan lingkungan.
Selain itu, SIG dapat digunakan untuk penanganan Covid-19, yakni dengan memantau persebaran penyakit melalui lokasi dan jumlahnya dalam satu wilayah. ”Data masyarakat yang terinfeksi maupun yang sudah sembuh dan sedang dalam isolasi bisa terlihat di dasbord. Dengan adanya informasi ini, kita dapat meningkatkan kewaspadaan dan mematuhi protokol kesehatan,” tuturnya.
Chief Industri Solution Officer Esri Indonesia Cahyo Nugroho mengatakan, teknologi geospasial telah menjadi suatu dasar pembentukan kebijakan satu peta dan regulasi terkait lainnya. Ia berharap, informasi geospasial yang tertuang dalam kebijakan satu peta dapat memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan, termasuk konservasi.
”SIG sudah bukan ilmu yang langka. Hampir semua institusi sudah memiliki kesadaran dan perhatian terhadap geospasial. Oleh karena itu, infrastruktur geospasial telah bertransformasi menjadi komunitas dan saling berbagi informasi sehingga manfaatnya bisa semakin lebih luas,” ucapnya.
Pengajar Penginderaan Jauh Universitas Jambi Mohammad Zuhdi menilai bahwa SIG merupakan satu-satunya alat terbaik dalam menganalisis data spasial. Namun, ia menekankan pentingnya integrasi data spasial khususnya dengan pemangku kebijakan. Sebab, data spasial yang dianalisis lembaga tertentu kerap sulit diakses masyarakat.
”Kebanyakan penyedia data enggan berbagi data. Mungkin mereka khawatir informasi tersebut digunakan pihak lain. Untuk di Jambi sendiri, sangat susah mencari informasi rencana tata ruang wilayah dengan data shapefile. Jadi perlu menghubungi lembaga atau dinas tertentu dan itu juga belum tentu dapat,” ucapnya.