Pengumpulan dan Daur Ulang Sampah Perlu Penanganan Bersama
Penanganan masalah persampahan perlu keterlibatan semua pihak dari hulu hingga hilir. Tanpa kerja sama kolaboratif dan kesadaran masyarakat yang tinggi, sampah akan terus menjadi masalah lingkungan yang serius.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tanpa upaya pengelolaan bersama banyak pihak, sampah masih tetap menjadi persoalan lingkungan. Selain masyarakat, komitmen dan peran pihak swasta atau produsen juga sangat penting dalam mengatasi persoalan sampah.
Kepala Bidang Peran Serta Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Agung Pujo Winarko menyampaikan, saat ini di DKI Jakarta sudah menghasilkan sekitar 7.700 ton sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Sementara timbunan sampah plastik per hari mencapai 1.200 ton.
”Jika tidak didaur ulang, DKI Jakarta tidak akan sanggup menampung sampah plastik tersebut. Sampah plastik ini juga banyak yang tidak terkumpul dengan baik dan terbawa sungai hingga mengganggu ekosistem laut,” ujarnya dalam diskusi daring, Selasa (15/6/2021).
Guna mengurangi timbunan sampah plastik, sejumlah upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sejak 1 Juli 2020, misalnya, DKI Jakarta telah melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai melalui Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.
Aturan tersebut memberikan berbagai sanksi bagi pihak terkait yang masih menyediakan kantong plastik sekali pakai. Sanksinya berupa teguran tertulis, uang paksa mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 25 juta, pembekuan izin, dan pencabutan izin.
Jika tidak didaur ulang, DKI Jakarta tidak akan sanggup menampung sampah plastik tersebut. Sampah plastik ini juga banyak yang tidak terkumpul dengan baik dan terbawa sungai hingga mengganggu ekosistem laut.
Selain itu, kata Agung, Jakarta telah mendeklarasikan diri sebagai kota kolaborasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan termasuk sampah dan lingkungan. Gubernur DKI Jakarta telah meluncurkan program Jakarta Sadar Sampah yakni gerakan pengelolaan sampah berwawasan lingkungan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam memperbaiki lingkungan sekitar.
Agung menegaskan, masyarakat tetap memegang peranan kunci dalam mengurangi sampah. Oleh karena itu, penting untuk mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengumpulkan dan memilah sampah. Hal ini didorong melalui, salah satunya, optimalisasi bank sampah mulai dari tingkat RW.
”Penting juga peran produsen dalam pengelolaan sampah sesuai dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jadi, produsen wajib bertanggung jawab atas kemasan produknya. Hal ini dikerjasamakan melalui pembelian sampah yang sudah dikumpulkan bank sampah,” katanya.
Sutradara sekaligus pegiat pilah sampah, Dimas Djayadiningrat, menyadari pentingnya peran masyarakat dalam pengumpulan dan daur ulang sampah. Kesadaran ini perlu terus digalakkan dan ditanamkan kepada seluruh elemen masyarakat meski sebagai konsumen belum bisa sepenuhnya lepas dari plastik.
”Mengumpulkan dan mendaur ulang sampah harus ada usaha lebih. Harus dimulai dengan membangun mental masyarakat terlebih dahulu sehingga memudahkan pengerjaan 3R (reduce, reuse, and recycle),” ujarnya.
Komitmen produsen
Head of Corporate Affairs and Sustainability PT Unilever Indonesia Nurdiana Darus mengatakan, Unilever turut berkomitmen membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah sampah. Komitmen ini dilakukan melalui upaya berkelanjutan dan berkolaborasi dengan berbagai mitra.
”Paling lambat pada 2025, Unilever secara global berkomitmen mengurangi penggunaan kemasan plastik sekitar 100.000 ton dan mempercepat penggunaan plastik daur ulang. Selain itu, Unilever juga terus membantu dan memproses lebih banyak kemasan plastik dari yang dijual,” tuturnya.
Sejumlah upaya yang dilakukan Unilever dalam menanggulangi sampah plastik dilakukan dari hulu hingga hilir. Dari sisi hulu, Unilever menerapkan inovasi desain kemasan produk yang ramah lingkungan. Unilever juga melakukan edukasi untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat dan upaya pengumpulan sampah pascakonsumsi.
Sementara di hilir, Unilever mendorong upaya daur ulang sampah plastik agar memiliki nilai tambah ekonomi. Pengumpulan dan pemrosesan sampah plastik menjadi energi terbarukan menggantikan batubara lewat pembangunan fasilitas refuse derived fuel (RDF) dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah.
”Tahun 2020 kami berhasil mengumpulkan dan memproses sekitar 16.300 ton sampah plastik. Upaya penggunaan kemasan daur ulang dari hulu terkumpul 68 ton, 13.200 ton dari sisi tengah, dan sisi hilir melalui RDF sekitar 3.000 ton,” ujarnya.