PPKM mikro di banyak daerah tak efektif lagi menahan mobilitas warga yang berisiko meningkatkan penularan Covid-19. Kebijakan pembatasan yang lebih ketat perlu diterapkan untuk mengendalikan penambahan kasus.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fasilitas kesehatan di Indonesia terancam kolaps dengan terus membanjirnya jumlah pasien Covid-19. Selain tingginya penularan, keberadaan varian Delta yang bisa meningkatkan keparahan juga menyebabkan kebutuhan ruang perawatan meningkat.
”Teman-teman dokter sudah mengusulkan adanya lockdown. Menurut saya, ini sudah saatnya dilakukan, minimal selama 2 kali 14 hari,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan, di Jakarta, Selasa (15/6/2021).
Menurut Ede, Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di 34 provinsi tidak efektif lagi meredam mobilitas warga sehingga mengakibatkan penularan terus meningkat. ”Sekarang mencari rumah sakit sudah susah sekali, padahal permintaannya terus meningkat,” katanya.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, tingkat keterisian tempat tidur intensif di rumah sakit terus meningkat dan telah mencapai 50 persen dan keterisian tempat tidur isolasi mencapai 54 persen per Senin (14/6/2021).
Sementara RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran mencatat, pasien positif Covid-19 yang dirawat per hari Selasa mencapai 5.453 pasien yang berarti tingkat okupansinya sudah mencapat 83,8 persen. Padahal batas aman keterisian tempat tidur (BOR) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 60 persen.
Usulan pemberlakuan lockdown atau penguncian yang ketat juga disampaikan Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Zoerban. ”Didasari melonjaknya kasus Covid-19 dan rawat inap, saya merasa Indonesia butuh istilah baru sebagai ganti PPKM mikro. Saya rekomendasikan kata lockdown saja agar monitoring-nya lebih tegas dan lebih serius—meski isi konten kebijakannya tidak jauh beda dengan PPKM,” tulis Zubairi di akun Twitternya.
Teman-teman dokter sudah mengusulkan adanya lockdown. Menurut saya ini sudah saatnya dilakukan, minimal selama 2 kali 14 hari
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, PPKM mikro sudah diperpanjang sampai 28 Juni di semua privinsi. ”Tinggal penegakan aturan PPKM mikro,” katanya.
Menurut Nadia, pemerintah daerah bisa menerapkan kebijakan lokal setelah melihat laju peningkatan kasus, angka kematian, angka positif, dan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit. ”Butuh dukungan dua pihak. Masyarakat harus patuh protokol kesehatan dan pemerintah daerah harus perkuat 3T (tes, lacak, dan perawatan),” katanya.
Nadia mengakui, jumlah tes Covid-19 di Indonesia masih terbatas. Selain keterbatasan jumlah laboratorium, banyak masyarakat yang menghindar untuk dites.
Jumlah kasus Covid-19 pada Selasa bertambah 8.161 kasus, sedangkan kasus aktif bertambah 1.590 sehingga totalnya menjadi 116.787 orang. Jumlah kasus ini didapatkan dari pemeriksaan terhadap 59.153 orang. Tes yang menggunakan metode polimerase rantai ganda (PCR) hanya 19.317 orang dan tes cepat molekuler (TCM) 371 orang. Sisanya, sebanyak 39.465, diperiksa dengan tes antigen.
Sebanyak 8.970 orang yang diperiksa menggunakan PCR berada di Jakarta, ini berarti 46 persen dari pemeriksaan nasional. Dengan data ini, jumlah rasio tes positif (test positivity rate) dengan analisis PCR mencapai 37,61 persen, melonjak tinggi dari rata-rata sepekan sebesar 23,44 persen.
Varian Delta Plus
Zubairi juga mengingatkan ancaman virus SARS-CoV-2 varian Delta yang telah bermutasi menjadi varian Delta Plus. ”Varian Delta yang sangat menular dari SARS-CoV-2 telah bermutasi lebih lanjut untuk membentuk varian Delta Plus atau AY.1. Diketahui, Delta Plus ini tahan terhadap terapi antibodi monoklonal yang baru saja disahkan di India,” katanya.
Public Health England, dalam laporan terbarunya tentang varian virus korona, menyebutkan, varian Delta Plus diidentifikasi dalam enam genom virus dari India pada 7 Juni 2021. Delta Plus dengan kode ilmiah B.1.617.2.1 merupakan turunan dari subvarian B.1.617.2 yang ditandai dengan akuisisi mutasi K417N. Sekuens Delta Plus ini dapat ditemukan di GISAID yang berasal dari 10 negara.
Varian Delta diketahui telah menyebar luas di banyak daerah. Rekapitulasi Kementerian Kesehatan hingga Minggu (13/6/2021) menunjukkan, dari 1.989 analisis sekuens yang dilakukan telah ditemukan 145 variant of concern di sejumlah daerah di Indonesia. Sebanyak 104 di antaranya merupakan varian Delta.
Varian Delta paling banyak ditemukan di Jawa Tengah, yaitu Brebes, Cilacap, dan Kudus sebanyak 75. Di Jakarta ditemukan 20 kasus, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur masing-masing 3 kasus.