Di Pulau Makian, kepentingan ekonomi dan ekologi bisa berjalan beriringan secara berkelanjutan, bahkan bisa menopang sektor pendidikan bagi anak-anak masyarakat sekitar hutan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Buah dari pohon kenari memang belum dikenal masyarakat luas jika dibandingkan pala, cengkih, ubi, atau hasil hutan bukan kayu lainnya. Namun, di Pulau Makian, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, kenari telah menjadi komoditas unggulan hingga memberikan dampak nyata bagi aspek sosial dan ekonomi masyarakat serta lingkungan.
Ibrahim Nur (55) mulai menyusuri jalan setapak menuju wilayah hutan dengan puluhan pohon kenari di Desa Sebelei, Kecamatan Makian Barat, Pulau Makian, Halmahera Selatan, sejak matahari berada pada ketinggian 30 derajat, Jumat (4/6/2021). Pagi itu, tak lupa ia juga menggendong keranjang di punggungnya dan sebuah bambu pendek untuk mencari buah kenari yang jatuh dari pohon.
Ibrahim menyusuri setiap area pohon. Dilihat dan dipilahnya buah kenari yang layak diambil serta diolah kembali. Selama hampir 3 jam ia menyusuri hutan, sebanyak 1 kilogram buah kenari berhasil dikumpulkan. Oleh para ibu-ibu desa, cangkang buah tersebut akan dikupas dan dijemur atau dikeringkan selama 4 hari sebelum dijual ke pedagang lokal. Buah inilah yang nantinya menjadi kacang atau produk olahan lainnya.
Hampir setiap hari Ibrahim bisa memanen kenari. Namun, dalam satu tahun ada juga panen besar sebanyak satu atau dua kali. Setiap panen besar ia bisa mendapat kenari 50 hingga 100 kilogram. Bahkan, pada waktu-waktu tertentu, hasil panen bisa lebih dari 100 kilogram. Sementara harga jual kenari di tingkat lokal saat ini Rp 110.000-120.000 per kilogram.
Ibrahim dan mayoritas penduduk di Desa Sebelei berprofesi sebagai petani kenari, pala, dan cengkih. Selain kenari, di pulau yang memiliki gunung aktif Kie Besi ini juga berlimpah pohon pala dan cengkih. Semua hasil hutan bukan kayu di Pulau Makian menjadi komoditas utama dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.
Pentingnya pohon kenari dalam perekonomian membuat masyarakat Desa Sebelei menyadari perlunya menjaga kelestarian hutan. Dengan bantuan badan usaha milik desa (BUMDes), setiap penduduk yang memiliki wilayah mulai membudidayakan dan menanam kembali pohon kenari. BUMDes juga memberikan dua jenis pupuk untuk menjaga daun dan buah pohon kenari.
Menurut Kepala Desa Sebelei Samiun Ibrahim (59), masyarakat di Pulau Makian sudah turun-temurun memanen kenari dan pala. Tidak sedikit juga terdapat anak-anak yang mencari kenari tanpa disuruh dan menjualnya ke pedagang lokal sebagai uang jajan tambahan.
Mayoritas uang hasil penjualan kenari, kata Samiun, juga dijadikan investasi di dunia pendidikan oleh masyarakat. Di balik kondisi infrastruktur daerah yang serba terbatas, masyarakat Pulau Makian sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya.
Meski tidak tampak bergelimang harta, mereka sangat bertekad untuk menyekolahkan anak-anaknya minimal hingga tingkat sarjana. Kepedulian masyarakat Makian terhadap pendidikan ini telah melahirkan sejumlah pejabat dan akademisi ternama di Maluku Utara. Gubernur Maluku Utara dua periode (2002-2007 dan 2008-2013) Thaib Armaiyn merupakan salah satu orang yang berasal dari Makian.
Pemasaran kenari
Kendati memiliki potensi besar, sebelum medio 2020, pemasaran kenari masih sangat rendah. Hal ini juga ditegaskan dalam hasil kajian analisis pemasaran kenari yang terbit di Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Volume 2 Nomor 1, April 2015 dari IPB University. Hasil penelitian menunjukkan, saluran pemasaran kenari di Pulau Makian masih sebatas tingkat kabupaten dan belum dipasarkan dalam skala yang lebih luas.
Besarnya potensi kenari di Pulau Makian yang belum terolah dengan baik ini membuat perusahaan rintisan Timurasa dan Yayasan Nirudaya sejak akhir 2020 menjalin kemitraan dengan komunitas petani dan BUMDes. Tujuannya, untuk membuka akses ke pasar lokal dan global dengan tetap menjaga aspek kuantitas, kualitas, dan keberlanjutan.
Selain ekonomi, kami juga melihat adanya dampak lingkungan dari kemitraan ini karena masyarakat akan terus menjaga dan membudiayakan pohon kenari. Sebab, pohon kenari memiliki kemampuan menyimpan air sehingga dapat mencegah longsor.
CEO Timurasa Erdi Rulianto mengatakan, Timurasa memutuskan menjalin kemitraan dengan petani di Desa Sebelei karena adanya permintaan pasar yang cukup besar terhadap kacang kenari atau Canarium sp. Pasar melihat kenari memiliki rasa yang unik dibandingkan jenis kacang lainnya. Kacang dengan kualitas terbaik bisa diolah menjadi berbagai produk makanan, seperti bumbu, kudapan, dan selai.
Meski demikian, Erdi mengakui bahwa rantai akses yang panjang untuk memasarkan kenari dari Pulau Makian menjadi tantangan tersendiri. Mengangkut kenari dari Makian menuju pelabuhan terbesar terdekat di Kota Ternate menggunakan kapal bahkan memakan waktu sekitar dua jam. Sementara untuk ekspor ke luar negeri masih terkendala karena tidak adanya kode klasifikasi produk (HS code) kacang kenari.
Di sisi lain, Erdi juga memandang perlunya pembinaan dan pengembangan komunitas petani sehingga mereka bisa melayani permintaan pasar ketika jangkauan pasar semakin meluas. Oleh karena itu, dibentuklah Yayasan Nirudaya yang fokus membantu petani melakukan pengembangan produksi dan pemrosesan kacang kenari agar menjadi produk sesuai permintaan pasar dari segi kualitas ataupun kuantitas.
Capaian kemitraan
Agar infrastruktur produksi terus terbangun, Timurasa juga menjalin kemitraan dengan Program Kehutanan Multipihak Fase 4 (MFP4). MFP4 merupakan program yang didanai Pemerintah Inggris sejak tahun 2000 untuk mendukung perbaikan tata kelola hutan di Indonesia, meningkatkan perdagangan kayu legal dan lestari, serta mengembangkan kelembagaan bisnis kehutanan berbasis masyarakat.
Kemitraan antara Timurasa atau Nirudaya dan MFP4 saat ini telah menghasilkan sejumlah capaian, antara lain, pemilihan tiga lokasi implementasi program, penghitungan potensi kenari, pembuatan rencana bisnis, hingga peningkatan kapasitas dan pelatihan bagi komunitas petani. Timurasa dan MFP4 juga tengah membuat fasilitas rumah pengeringan kenari untuk memastikan kualitas produk sesuai dengan permintaan pasar.
”Selain ekonomi, kami juga melihat adanya dampak lingkungan dari kemitraan ini karena masyarakat akan terus menjaga dan membudiayakan pohon kenari. Sebab, pohon kenari memiliki kemampuan menyimpan air sehingga dapat mencegah longsor,” ujar Erdi.
Bagi Direktur MFP4 Tri Nugroho, mengembangkan kenari dan menjalin kemitraan dengan petani sangat penting untuk mendukung pendekatan pasar bagi komoditas yang berasal dari hutan. Produk kenari yang belum banyak dikenal akan ditingkatkan melalui pemrosesan dan pemasaran yang lebih baik.
Hal serupa menurut Tri juga akan dilakukan bagi komoditas lainnya, seperti bambu dan minyak atsiri di berbagai wilayah di Indonesia dengan tetap mengedepankan pendekatan market access player (MAP). Selain Timurasa, sejumlah MAP yang telah bekerja sama dengan MFP4, yakni Idobamboo, Nares, Sekolah Seniman Pangan, SOBI, dan Javlec/IBI.
”Pendekatan ini kami mulai dari pasar sehingga akan diketahui bahwa komoditas dari hutan Indonesia dapat memenuhi permintaan pasar dengan spesifikasi tertentu. Kami harapkan hal ini bisa diadopsi oleh berbagai pihak sehingga tercipta pendekatan yang lebih baik bagi pengelolaan dan bisnis hutan berbasis masyarakat,” tutupnya.