Kenali Perbedaan Gejala Demam pada Covid-19 dan Dengue
Gejala demam biasanya ditemui pada pasien Covid-19 dan pasien demam dengue. Namun, pola demam yang muncul biasanya berbeda. Pemeriksaan dini perlu dilakukan agar penanganan yang tepat segera diberikan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Covid-19 dan demam dengue umumnya diawali dengan gejala demam. Namun, demam yang dialami akan berbeda pada kedua penyakit tersebut. Dengan memahami perbedaan yang muncul, kewaspadaan masyarakat diharapkan bisa lebih baik.
Dokter spesialis penyakit dalam yang juga konsultan penyakit tropis dan infeksi dari Fakultas Kedokteran UI/Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSUPCM) Erni Juwita Nelwan mengatakan, pada pasien Covid-19 biasanya gejala demam disertai gejala respirasi. Gejala-gejala itu seperti batuk, sesak, anosmia (hilang indra penciuman), dan gangguan pernapasan.
Sementara pada dengue, gejala respirasi ini jarang ditemui. ”Pada dengue, demam juga sulit diturunkan dengan obat. Itu karena penyebab demam dari luar tubuh. Jadi, biasanya kalau sudah minum obat penurun panas, demam pada pasien dengue akan turun sebentar kemudian akan naik lagi,” kata Erni di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Karena itu, pola demam yang terjadi bisa menjadi penanda untuk membedakan gejala pada penularan Covid-19 dan demam dengue. Selain itu, pada demam dengue biasanya juga disertai gejala sakit kepala yang khas yang terjadi di kepala bagian depan ataupun di sekitar belakang bola mata.
Meski ada perbedaan pada gejala demam Covid-19 dan demam berdarah, Erni berpendapat, pemeriksaan terkait Covid-19 tetap perlu dijalankan. Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi demam dengue juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui kadar hematokrit, hemoglobin, dan trombosit. Jika memungkinkan, pemeriksaan virus antigen NS1 bisa dilakukan untuk mengidentifikasi protein dari virus dengue.
Sedikit berbeda pada usia dewasa, dokter spesialis anak konsultan infeksi dan pediatrik tropik FKUI/RSCM Mulya Rahma Karyanti menuturkan, gejala demam pada anak yang tertular dengue biasanya terjadi secara akut dan mendadak. Permukaan kulit anak pun cenderung jadi kemerahan.
Sementara pada anak yang tertular Covid-19, kondisi kemerahan pada kulit ini biasanya tidak terjadi. ”Anak yang tertular dengue biasanya juga disertai muntah dan sakit perut. Pada Covid-19, gejala ini jarang ditemukan,” ucapnya.
Demam berdarah dengue
Erni menyampaikan, di tengah penularan Covid-19 yang masih terjadi, masyarakat tetap harus waspada terhadap penularan demam dengue. Penyakit yang disebabkan oleh gigitan dari nyamuk Aedes aegypti ini perlu cepat ditangani agar tidak terjadi perburukan sampai pada tahap kritis menjadi demam berdarah dengue.
Pada fase awal, ketika seseorang masih mengalami demam dengue biasanya ditandai dengan gejala demam tinggi yang muncul mendadak yang biasanya disertai dengan sakit kepala hebat. Sebagian pasien juga menunjukkan gejala yang tidak spesifik seperti munculnya bintik merah pada kulit.
Jika tidak segera diatasi, kondisi pasien bisa memburuk menjadi demam berdarah dengue. Kondisi ini ditandai dengan kebocoran pembuluh darah dengan kadar hematokrit meningkat serta tekanan darah rendah. Selain itu, pasien akan mengalami sesak napas, pendarahan, gangguan fungsi hati, dan gangguan kesadaran.
”Ketika demam yang dialami mulai menurun, hal itu justru sudah masuk pada fase kritis. Pemeriksaan dini amat dibutuhkan agar bisa segera ditangani sehingga risiko kematian akibat demam berdarah dengue pun bisa dicegah,” ucap Erni.
Kementerian Kesehatan melaporkan, kasus penularan DBD di Indonesia hingga minggu ke-22 pada 2021 sebanyak 13.372 kasus dengan 134 kematian. Kasus penularan terbanyak dilaporkan dari Jawa Barat (2.582 kasus), Jawa Timur (2.189 kasus), dan Nusa Tenggara Barat (1.610 kasus). Sementara kasus kematian terbanyak dilaporkan oleh Jawa Timur (29 kasus) dan Jawa Tengah (19 kasus).
Ketika demam mulai menurun, itu justru masuk pada fase kritis. Pemeriksaan dini dibutuhkan agar bisa segera ditangani sehingga risiko kematian akibat demam berdarah dengue pun bisa dicegah.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Didik Budijanto memaparkan, angka yang dilaporkan terkait kasus Covid-19 bisa saja di bawah kasus yang sebenarnya terjadi. Kondisi pandemi Covid-19 menyebabkan upaya pelayanan demam dengue terkendala.
Meski begitu, peningkatan kapasitas penanganan dengue ini tetap dilakukan. Pemerintah pun telah berkomitmen untuk mencegah dan mengendalikan penularan dengue. Kementerian Kesehatan saat ini telah menyusun peraturan Menteri Kesehatan terkait penanggulangan dengue.
Pemerintah pun menargetkan angka kematian akibat demam berdarah dengue bisa menurun hingga 0,2 persen pada 2023. Sementara itu, kasus penularan di tingkat nasional juga diharapkan bisa menurun menjadi kurang dari 37 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2030.
”Dalam peraturan ini, partisipasi masyarakat dan kemandirian masyarakat akan menjadi strategi yang terus ditingkatkan. Jadi, masyarakat akan diajak bukan sebagai obyek penanganan DBD, melainkan sebagai subyek,” tutur Didik.