Negara-negara di dunia perlu secara terkoordinasi mempersiapkan diri untuk menghadapi pandemi yang masih akan terjadi di masa depan. Sampai sekarang, belum dapat diprediksi secara pasti kapan pandemi berakhir.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JENEWA, KOMPAS — Pemerataan vaksin bagi seluruh warga dunia menjadi fokus utama dalam penanganan pandemi Covid-19. Pelaksanaan vaksinasi pun harus lebih masif dilakukan oleh setiap negara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menargetkan 10 persen dari penduduk di setiap negara sudah divaksinasi pada September 2021.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat membuka sidang pleno ke-74 World Health Assembly di Geneva, Swiss, Senin (24/5/2021). Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual ini berlansung mulai Senin (24/5/2021) sampai Selasa (1/6/2021).
Hari ini, saya menyerukan kepada negara-negara anggota untuk melakukan dorongan secara masif agar pada September vaksinasi bisa diberikan setidaknya pada 10 persen dari populasi di setiap negara. Dorongan vaksinasi bisa mencapai 30 persen pada akhir tahun.
”Hari ini, saya menyerukan kepada negara-negara anggota untuk melakukan dorongan secara masif agar pada September vaksinasi bisa diberikan setidaknya pada 10 persen dari populasi di setiap negara. Dorongan vaksinasi bisa mencapai 30 persen pada akhir tahun (Desember 2021),” kata Tedros.
Tedros menuturkan, hal ini penting dilakukan agar keparahan serta kematian yang timbul dari dampak Covid-19 bisa dihentikan. Selain itu, upaya ini juga diharapkan bisa melindungi petugas kesehatan sekaligus dapat mendukung pembukaan kembali kegiatan dan sistem perekonomian di masyarakat.
Sebesar 10 persen dari populasi dunia, artinya vaksinasi harus diberikan setidaknya pada 250 juta orang. Sasaran ini harus diprioritaskan untuk semua petugas kesehatan dan kelompok paling berisiko, seperti masyarakat lanjut usia.
Sejumlah strategi pun telah disiapkan untuk mencapai target tersebut. Itu, antara lain, membagikan dosis vaksin secara merata melalui Fasilitas Covax. Setiap produsen vaksin amat berperan untuk memastikan jumlah dosis vaksin yang dibutuhkan tersedia.
Tedros pun meminta seluruh produsen vaksin bisa meningkatkan produksi vaksin serta memberikan setidaknya 50 persen dari vaksin yang diproduksi kepada Covax tahun ini. Jika vaksin sudah tersedia, setiap negara yang menerima harus segera memberikannya kepada masyarakat agar vaksin bisa digunakan secara optimal.
Strategi lainnya ialah dengan memberikan pendanaan yang penuh pada mekanisme pemercepat akses pada perangkat Covid-19 (ACT Accelerator). Saat ini masih ada kekurangan dana sekitar 18,5 miliar dollar AS dalam mekanisme tersebut.
Penghargaan yang besar disampaikan oleh Tedros kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang telah membatalkan keputusan untuk mengeluarkan AS dari keanggotaan WHO. Presiden AS pun telah menyumbangkan 4 miliar dollar AS dan 80 juta dosis vaksin kepada Fasilitas Covax.
”Pada akhirnya, pandemi telah menunjukkan dengan jelas bahwa dalam keadaan darurat, negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah tidak dapat mengandalkan impor dari negara penghasil vaksin,” ucap Tedros.
Hingga saat ini, Fasilitas Covax telah mengirimkan 70 juta dosis ke 124 negara. Jumlah itu hanya cukup untuk kurang dari 0,5 persen dari populasi negara-negara tersebut. Di Indonesia, total vaksin yang diperoleh daari Fasilitas Covax sebayak 6,4 juta dosis dengan jenis vaksin AstraZeneca.
Tedros menambahkan, selain berfokus pada pandemi Covid-19 yang terjadi, penanganan pada persoalan kesehatan esensial juga tidak boleh dikesampingkan. Kewaspadaan untuk menghadapi kemungkinan pandemi di masa depan juga harus disiapkan. Solidaritas antarnegara pun perlu diperkuat.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Regional Asia Tenggara (WHO SEARO) Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan pers menyampaikan, negara-negara di dunia perlu secara terkoordinasi mempersiapkan diri untuk menghadapi pandemi yang terjadi di masa depan. Persiapan itu mulai dari upaya prediksi, pencegahanm deteksi, serta penilaian situasi agar respons yang dijalankan bisa lebih efektif.
”Semua ini diperlukan karena kita belajar dari pandemi Covid-19 yang sampai sekarang belum bisa diatasi, bahkan belum dapat diprediksi secara pasti kapan berakhir,” ujarnya.