Masih Banyak Produsen Produk Pengganti ASI Melanggar Kode Internasional
Setelah 40 tahun Kode Etik Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu diadopsi global, pelanggaran oleh perusahaan produk pengganti ASI masih terjadi. Bahkan, saat pandemi, pelanggaran di ranah digital tak terbendung.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi, produsen produk pengganti air susu ibu masih banyak yang ditemukan melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu. Pemerintah didorong untuk memperkuat regulasi terkait penegakan kode karena hal ini seharusnya menjadi bagian dari regulasi nasional dan daerah terkait ASI.
Hal tersebut terangkum dalam laporan Pelanggaran Kode Internasional oleh Perusahaan Produk Pengganti ASI pada Platform Digital dan Media Sosial di Indonesia Selama Era Pandemi (April 2020-April 2021) yang disusun Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dan diluncurkan secara daring, Jumat (21/5/2021).
Lianita Prawindarti, salah satu tim penyusun laporan tersebut, menyampaikan, laporan ini disusun karena Indonesia belum sepenuhnya melaksanakan Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu yang dihasilkan pada pertemuan tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1981. Dari kajian WHO, Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), dan Jaringan Aksi Makanan Bayi Internasional (IBFAN) tentang status pelaksanaan kode internasional, Indonesia masuk dalam peringkat ke-50 dari 100 negara.
Dari dulu, ibu selalu menjadi target promosi produk. Padahal, seharusnya tidak boleh ada bentuk promosi yang ditujukan ke publik, terutama ibu.
”Latar belakang lain penyusunan laporan ini adalah adanya keprihatinan kami terhadap promosi masif selama pandemi Covid-19. Kondisi ibu menyusui selama pandemi cukup sulit karena mereka khawatir menularkan virus. Pelayanan kesehatan yang mendukung ibu menyusui juga terhambat karena pandemi,” ujar Lianita.
Hasil laporan dari AIMI menunjukkan, ada sembilan perusahaan produsen pengganti ASI dan tujuh produsen botol dot yang melanggar kode dan regulasi nasional di media digital dan media sosial selama April 2020-April 2021. Setidaknya terdapat 123 bukti dan 16 kategori pelanggaran yang mayoritas merujuk pada 11 pasal kode serta 8 resolusi yang ditetapkan Majelis Kesehatan Dunia (WHA).
Mayoritas ketentuan yang dilanggar adalah Pasal 5 Ayat 1 hingga Pasal 5 Ayat 4 tentang aturan promosi produk pengganti ASI yang tidak boleh melalui sampel, diskon, hadiah, bebas biaya pengiriman, maupun cicilan. Sementara di Indonesia, banyak produsen produk pengganti ASI yang justru menawarkan produknya melalui program, diskon, hingga sampel gratis.
”Ketentuan lainnya yang dilanggar adalah Pasal 5 Ayat 5 tentang target promosi. Dari dulu, ibu selalu menjadi target promosi produk. Padahal, seharusnya tidak boleh ada bentuk promosi yang ditujukan ke publik, terutama ibu,” ungkap Lianita.
Selain itu, beberapa ketentuan yang masih dilanggar antara lain mayoritas produsen masih mengidealkan atau mengklaim produknya menyerupai ASI hingga adanya kerja sama dengan fasilitas kesehatan maupun tenaga kesehatan. Semua pelanggaran tersebut merupakan hal yang dilarang dalam kode internasional.
Melindungi program menyusui
Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu bertujuan untuk melindungi dan mempromosikan program menyusui dengan memastikan pemasaran serta distribusi produk pengganti ASI yang tepat. Kode ini juga akan memudahkan aturan main dalam pemasaran.
Dengan kata lain, kode internasional menetapkan bahwa seharusnya tidak ada pemasaran makanan bayi atau produk tentang formula bayi lainnya di sebuah negara, kecuali praktik pemasarannya sudah sesuai dengan peraturan yang diadopsi dari kode internasional.
Cakupan produk yang diatur kode internasional meliputi pengganti ASI, termasuk formula bayi dan produk susu lainnya. Botol susu dan dot juga termasuk yang diatur dalam kode ini.
”Kode internasional berlaku global di seluruh dunia dan kebijakan nasional, termasuk Indonesia, harus merujuk pada ketentuan ini. Kode internasional adalah standar minimum yang direkomendasikan. Artinya, regulasi nasional seharusnya lebih ketat,” kata Lianita.
Inisiator platform pelaporan pelanggaran kode internasional produk pengganti ASI, Irma Hidayana, mengatakan, masyarakat kerap tidak menyadari bahwa hal yang mengganggu kesehatan bayi dan ibu justru berasal dari intervensi industri atau produsen produk pengganti ASI. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan makanan pendamping yang sehat dan alami tetap sangat direkomendasikan.
”Kehadiran industri makanan bayi dan anak kecil itu mengganggu karena iklannya kadang melewati batas. Contohnya, mereka menggunakan klaim kesehatan yang tidak terbukti secara ilmiah kebenarannya. Praktik seperti ini sebenarnya sudah diatur dan dilarang kode internasional,” ucapnya.
Irma menekankan, dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk melaporkan jika melihat iklan produk pengganti ASI yang melanggar kode internasional. Masyarakat dapat melaporkannya melalui platform pelanggarankode.org. Laporan tersebut kemudian akan diverifikasi dan disampaikan kepada pemerintah untuk perbaikan regulasi kesehatan ibu dan anak di Indonesia.