Penetapan Harga Vaksin Gotong Royong Diminta Lebih Terbuka
Setelah ditetapkan oleh pemerintah, biaya vaksinasi gotong royong yang harus ditanggung oleh badan usaha yang akan berpartisipasi mendapat sorotan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Biaya program vaksinasi Gotong Royong Covid-19 dinilai masih tinggi sehingga tidak semua perusahaan mampu melakukannya. Harga yang telah ditetapkan pemerintah diminta lebih terbuka, termasuk pada besaran keuntungan yang disertakan.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyatakan, penetapan harga untuk vaksin gotong royong memang harus dilakukan agar biaya yang beredar di pasaran bisa lebih terkontrol. Hal ini penting karena vaksin telah menjadi kebutuhan mendesak di masa pandemi Covid-19.
”Namun, pertanyaannya, dari harga yang telah ditetapkan saat ini berapa harga pokok dari vaksin yang dibeli. Kemudian, apakah besaran keuntungan yang juga ditetapkan itu termasuk biaya operasional dari pengadaan vaksin. Informasi ini harus disampaikan secara detail. Jika keuntungan itu belum termasuk biaya operasional, harga yang ditetapkan terlalu besar,” ujarnya.
Besaran harga vaksin dan layanan vaksinasi Gotong Royong telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 4643/2021. Keputusan Menteri itu tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm melalui Penunjukan PT Bio Farma dalam Pengadaan Vaksin Covid-19 dan Tarif Maksimal Pelayanan untuk Pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong.
Aturan tersebut menetapkan, harga pembelian vaksin Rp 321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi Rp 117.910 per dosis. Harga tersebut sudah termasuk keuntungan 20 persen serta biaya distribusi untuk vaksin yang akan diperoleh PT Bio Farma dan 15 persen keuntungan fasilitas kesehatan yang melayani vaksinasi.
Apakah besaran keuntungan yang juga ditetapkan itu termasuk biaya operasional dari pengadaan vaksin. Informasi ini harus disampaikan secara detail. Jika keuntungan itu belum termasuk biaya operasional, harga yang ditetapkan terlalu besar.
Apabila dijumlahkan, setiap perusahaan harus membayar sekitar Rp 879.140 untuk setiap karyawannya karena setiap orang perlu mendapatkan dua dosis vaksin. Harga ini belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Agus menilai, keterbukaan pemerintah dalam penetapan harga vaksin ini amat diperlukan. Sosialisasi pun harus lebih masif agar masyarakat bisa lebih paham akan berbagai program vaksinasi Covid-19 yang sedang berjalan. Kepastian bahwa masyarakat bisa mengakses vaksin secara gratis juga perlu ditekankan.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, penetapan harga vaksin dan tarif layanan sudah dikonsultasikan dengan berbagai pihak. Besaran keuntungan pun sesuai dengan aturan pengadaan barang dan jasa.
Keuntungan dari harga vaksin didapatkan oleh PT Bio Farma sebagai pihak yang ditunjuk dalam pengadaan vaksin Covid-19. Sementara keuntungan tarif layanan vaksinasi akan diterima oleh fasilitas layanan kesehatan yang melayani vaksinasi.
”Vaksinasi gotong royong ini bukan kewajiban sehingga bisa menyesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan. Penentuan karyawan yang mendapatkan vaksinasi juga diserahkan sesuai kebijakan masing-masing perusahaan,” ucapnya.
Vaksin Covid-19 yang dipakai dalam program vaksinasi gotong royong saat ini adalah produksi Sinopharm, China. Menurut rencanaa, ada vaksin Covid-19 lain yang akan digunakan dalam vaksinasi gotong royong, yaitu vaksin produksi CanSinoBIO, China dan Sputnik V, Rusia. Harga setiap vaksin tersebut berbeda.
Nadia mengatakan, vaksinasi gotong royong merupakan bentuk partisipasi dari pihak swasta untuk mempercepat vaksinasi di Indonesia. Karena itu, seluruh biaya yang diperlukan akan ditanggung oleh perusahaan. Karyawan sama sekali tidak dibebani biaya apa pun.
”Biaya untuk vaksinasi gotong royong ditanggung oleh perusahaan sehingga tidak boleh menarik biaya apa pun dari karyawan karena pada prinsipnya vaksinasi Covid-19 ini gratis. Jika ada perusahaan yang menarik biaya ke karyawan, bisa melaporkan ke Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia),” tuturnya.
Ia menambahkan, sekalipun belum bisa mengakses vaksinasi gotong royong, bagi karyawan yang masuk dalam kelompok rentan dan berada di wilayah dengan zona risiko penularan tinggi tetap bisa mendapatkan vaksinasi melalui vaksinasi program pemerintah. Vaksinasi gelombang ketiga telah dimulai.
Pada gelombang ini target sasaran vaksinasi adalah masyarakat rentan yang diidentifikasi dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi. Artinya, masyarakat yang akan divaksinasi tinggal di daerah yang secara geografis ataupun kewilayahan memiliki angka kejadian Covid-19 tinggi yang terjadi secara terus-menerus. Selain itu, masyarakat yang menjadi sasaran vaksinasi dari segi ekonomi dan sosial masuk dalam kelompok tidak mampu. Ini termasuk pada kelompok disabilitas dan gangguan jiwa.
”Saat ini persiapan masih dilakukan. Sebagai tahap awal akan dimulai di wilayah DKI Jakarta,” kata Nadia.
Per 18 Mei 2021, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah penerima vaksinasi Covid-19 sampai dosis kedua sebanyak 9,2 juta orang yang meliputi 1,3 juta tenaga kesehatan, 5,9 juta petugas layanan publik, dan 1,9 juta warga lansia. Adapun target sasaran vaksinasi di Indonesia sebanyak 181,5 juta orang.