Varian Baru SARS-CoV-2 dari India Mulai Mendominasi
Varian B.1.617 dari virus SARS-CoV-2 makin banyak ditemukan. Hal ini membuat situasi Indonesia kian berisiko menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Apalagi, varian ini kemungkinan sudah bersirkulasi sejak Januari 2021.
JAKARTA, KOMPAS — Varian B.1.617 virus SARS-CoV-2 dari India semakin banyak ditemukan di Indonesia. Terdapat tambahan delapan kasus baru dari sampel yang diambil di Jakarta, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah sejak Januari 2021 sehingga total sudah ditemukan 10 kasus varian yang lebih menular ini.
Tambahan delapan kasus baru varian B.1.617 ini disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Minggu (9/5/2021). ”Ya, ada tambahan baru,” katanya.
Namun, berdasarkan laporan Kemenkes, tambahan kasus baru diambil dari spesimen beberapa bulan lalu. Satu kasus ditemukan di Jakarta dari pelaku perjalanan luar negeri yang diambil sampelnya pada 7 Januari 2021.
Empat kasus B.1.617 ditemukan dari Palembang, yaitu dari dua spesimen pasien di RSUP Dr Mohammad Hoesin, Palembang, pada 8 dan 12 Februari. Dua spesimen lainnya diambil dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan Palembang pada 14 dan 15 Januari.
Baca juga: Hati-hati, Varian Covid-19 India Terbukti Lebih Menular
Tiga kasus B.1.617 lainnya ditemukan dari spesimen yang diambil di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Dua spesimen diambil pada 19 Maret dan satu spesimen pada 20 Maret.
Kepala Dinas Kesehatan Kalteng Suyuti Syamsul menjelaskan, ketiga kasus varian baru B.1.617 SARS-CoV-2 itu berasal dari Kota Palangkaraya, ibu kota Kalteng. Sampelnya dikirim petugas di Kalteng ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI pada Maret 2021 dan hasilnya baru keluar pada Sabtu (8/5/2021).
”Namun, hasil pemeriksaannya belum dikirim ke sini. Lalu, dari komunikasi saya dengan Kepala Balitbangkes RI, informasi itu memang merupakan hasil pemeriksaan resmi,” kata Suyuti saat dihubungi pada Minggu (9/5/2021).
Selain tiga kasus virus SARS-CoV-2 varian baru dari Kota Palangkaraya, masih ada enam sampel lagi dari Kabupaten Kapuas, Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Kotawaringin Barat yang dikirim ke Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI karena diduga juga terpapar B.1.617, tapi hasil pemeriksaannya belum diterima. ”Kami akan melakukan pelacakan epidemiologis dan serologis terhadap kasus varian baru ini,” kata Suyuti.
Sebelumnya, Nadia menyampaikan, satu tenaga kesehatan (nakes) di Jakarta, yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri, positif terinfeksi varian B.1.617. Spesimen nakes ini diambil pada 3 April 2021. ”Ini merupakan kluster keluarga, anak dan suaminya juga positif Covid-19 secara bersamaan,” tuturnya.
Selain itu, satu warga negara India yang diambil sampelnya pada 22 April 2021 dipastikan positif membawa varian baru. Warga India ini merupakan bagian dari rombongan warga India yang datang beramai-ramai pada 10, 22, dan 23 April 2021.
Sementara itu, dua kasus varian baru dari India yang dilaporkan Dinas Kesehatan Provinsi Banten di Tangerang Selatan, menurut Nadia, diduga dari pengembangan kasus sebelumnya. ”Tetapi, hasil sekuennya yang di Tangerang Selatan masih belum keluar,” tuturnya.
Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics, Riza Arief Putranto, mengatakan, temuan baru ini menunjukkan, varian baru dari India sudah masuk ke Indonesia sejak awal Januari 2021. Dengan perkembangan ini, Riza mengkhawatirkan varian ini akan segera menjadi dominan di Indonesia karena kemampuan menularnya yang lebih tinggi.
Baca juga: Penambahan Kasus Covid-19 Harian Tertinggi dalam Sebulan
Seperti dilaporkan Public Health England (PHE) pada Jumat (7/5/2021), varian B.1.617.2 merupakan subvarian dari B.1.617 yang memiliki kecepatan transmisi setara dengan B.1.1.7. Hal ini didasarkan dengan adanya peningkatan tajam jumlah kasus varian B.1.617.2 yang diidentifikasi, yaitu 520 dari 202 dalam sepekan terakhir.
Laporan sebelumnya dari Konsorsium Covid-19 Genomics Inggris, varian B.1.1.7 sekitar 70 persen lebih menular daripada versi awal SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan, China. Dengan temuan ini, Pemerintah Inggris kemudian meningkatkan status B.1.671.2 sebagai variant of concern.
Sebagaimana di Inggris, menurut Riza, varian dari India yang beredar di Indonesia sebenarnya juga subvarian B.1.617.2 yang lebih menular ini. Varian B.1617 awalnya muncul pada Oktober 2020 di India saat kasusnya masih relatif terkendali di sana. Pada Desember 2020, muncul subvarian B.1.617.1 dan B.1617.2 secara hampir bersamaan. Februari 2021 muncul subvarian B.1.617.3. Namun, B.1.617.2 menjadi yang paling luas penyebarannya.
Alarm menyala
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, dengan makin banyaknya temuan varian B.1.617, situasi Indonesia kian berisiko menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Apalagi, varian ini kemungkinan sudah bersirkulasi sejak Januari 2021.
”Ketika ada negara menjadi episentrum dari wabah, seperti terjadi di India, maka negara sekitarnya akan terdampak. Sejumlah negara di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara mulai tertular dan mengalami peningkatan kasus, seperti Nepal, Pakistan, Thailand, Filipina, dan Malaysia,” ungkapnya.
Ketika ada negara menjadi episentrum dari wabah, seperti terjadi di India, maka negara sekitarnya akan terdampak.
Menurut Dicky, peningkatan kasus di Indonesia kemungkinan juga lebih tinggi daripada yang terdeteksi, apalagi longgarnya pembatasan di pintu masuk negara. ”Saya khawatir ini akan menjadi bom waktu bagi kita, terutama setelah Lebaran nanti karena saat ini mobilitas penduduk semakin tinggi,” ujarnya.
Senada dengan Dicky, Guru Besar dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Ari Fahrial Syam juga mengkhawatirkan keberadaan varian baru dari India di Indonesia ibarat fenomena gunung es. ”Jumlah kasus varian baru, termasuk varian dari India, ini masih rendah karena memang pemeriksaan sekuensing baru 7-8 kasus per 10.000 kasus Covid-19 positif. Hati-hati fenomena gunung es,” katanya.
Varian berbahaya
Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan, dalam wawancara dengan AFP, memperingatkan bahwa varian B.1.617 jelas merupakan faktor penyebab bencana di India. ”Ada banyak akselerator yang memicu (lonjakan kasus) dalam hal ini. Virus yang menyebar lebih cepat adalah salah satunya,” tuturnya.
Menurut Soumya, varian yang menumpuk banyak mutasi pada akhirnya bisa menjadi kebal terhadap vaksin yang kita miliki saat ini. B 1.617 menjadi varian yang jadi perhatian karena ia memiliki beberapa mutasi yang meningkatkan penularan dan berpotensi membuatnya resisten terhadap antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi atau oleh infeksi alami.
Meski demikian, menurut Soumya, varian itu sendiri tidak dapat disalahkan atas lonjakan dramatis dalam kasus dan kematian yang terlihat di India. Hal ini juga dipicu oleh perilaku abai protokol kesehatan dan kerumunan besar.
India hingga saat ini terus mengalami rekor penambahan kasus dan kematian akibat Covid-19. Untuk pertama kalinya mencatat lebih dari 4.000 kematian akibat Covid-19 hanya dalam 24 jam dan lebih dari 400.000 infeksi baru. (IDO)