Implementasi berbagai kebijakan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 masih belum berjalan optimal. Hal itu disebabkan aturan terkait di pusat dan daerah belum padu.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai aturan dan kebijakan telah dihasilkan untuk menekan kasus penularan Covid-19 di masyarakat. Meski begitu, implementasi di lapangan masih kurang berjalan optimal. Aturan pemerintah pusat dan daerah yang tidak sinkron juga menghambat penanganan pandemi.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (Iakmi) Ede Surya Darmawan di Jakarta, Senin (3/5/2021), mengatakan, penerapan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro yang dikeluarkan pemerintah pusat belum berjalan dengan baik di daerah. Selain itu, belum semua daerah memiliki aturan turunan terkait sehingga pembatasan belum bisa dilaksanakan.
”Persoalannya apakah semua gubernur yang menerapkan PPKM mikro sudah memiliki peraturan gubernur? Dengan sistem desentralisasi di Indonesia, aturan tak bisa diterapkan jika belum ada aturan turunannya. Yang jadi persoalan lain jika aturan yang diterapkan di daerah tak sesuai dengan pusat,” ujarnya.
Tidak sinkronnya aturan, lanjut Ede, menjadi kendala penanganan pandemi. Komando tidak jelas karena perbedaan aturan itu membuat warga kebingungan. Penerapan pembatasan kegiatan masyarakat menjadi tidak optimal. Akibatnya, kasus penularan Covid-19 masih terjadi.
Bahkan, di sebagian daerah, kasus penularan Covid-19 meningkat. Komite Penanganan Covid-19 Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) mencatat, lima provinsi mengalami kenaikan kasus Covid-19, meliputi Kepulauan Riau, Riau, Bengkulu, Lampung, dan Bangka Belitung. Selain itu, ada lima provinsi dengan kasus penularan tertinggi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, DKI Jakarta, dan Riau.
Dengan sistem desentralisasi di Indonesia, aturan tak bisa diterapkan jika belum ada aturan turunannya.
Ketua Komite Penanganan dan11 Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartarto menuturkan, peningkatan kasus di beberapa wilayah itu membuat pemerintah memperluas daerah yang menerapkan PPKM skala mikro.
Terdapat lima provinsi yang baru ditetapkan untuk menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat, meliputi Kepulauan Riau, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat. ”Jadi, total (daerah yang menerapkan PPKM mikro)nya menjadi 30 provinsi,” katanya.
Ede menambahkan, perluasan PPKM mikro ini perlu dibarengi dengan perluasan pengawasan. Aturan pembatasan yang ditetapkan di pemerintah pusat harus dipastikan diterapkan dengan baik di daerah, termasuk pelarangan mudik.
Selain itu, pengawasan kegiatan terkait perekonomian perlu diperhatikan. Menjelang Lebaran, pusat-pusat perbelanjaan mulai ramai. Kerumunan pun tidak terhindarkan. Hal ini amat berisiko menyebabkan transmisi virus penyebab Covid-19. Dikhawatirkan, lonjakan kasus bisa terjadi.
”Adaptasi kebiasaan baru sebaiknya tak hanya diterapkan untuk perilaku individu, tetapi juga diterapkan dalam transaksi ekonomi. Intervensi dari pemerintah amat dibutuhkan, misalnya dengan penyediaan layanan yang memudahkan warga membeli secara daring atau mendistribusikan produk yang dijual sehingga masyarakat tak hanya menuju satu lokasi pusat perbelanjaan,” ujarnya.
Hal lain yang juga perlu sinkronisasi aturan ialah terkait dengan pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Pemerintah pusat telah mengimbau agar program vaksinasi diprioritaskan kepada warga lanjut usia. Namun, pada pelaksanaannya banyak daerah belum mengupayakan vaksinasi yang optimal bagi lansia.
Data penerima vaksinasi di Indonesia masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 181,5 juta penduduk. Kementerian Kesehatan mencatat, jumlah penduduk yang sudah mendapatkan vaksinasi untuk dosis pertama 12,5 juta orang, terdiri dari 1,4 juta petugas kesehatan, 8,4 juta petugas layanan publik, dan 2,5 juta lansia.
Sementara untuk vaksinasi dosis kedua telah diberikan kepada 1,3 juta petugas kesehatan, 4,9 juta petugas publik, dan 1,5 juta lansia. Persentase lansia masih amat kurang, yakni baru 11,8 persen dari target yang harus dicapai, yakni 21,5 juta lansia.
Juru bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, menyampaikan, desentralisasi menjadi tantangan dalam pencapaian vaksinasi pada lansia. Komunikasi pun terus dilakukan oleh Kementerian Kesehatan kepada kepala daerah.
”Desentralisasi menjadi tantangan sehingga mekanisme feedback (umpan balik) dari masyarakat diperlukan untuk memastikan pengawasan pelaksanaannya. Menteri Kesehatan dan Wakil Kementerian Kesehatan terus mengomunikasi hal ini kepada kepala daerah, baik gubernur, bupati, ataupun wali kota,” ucapnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, kewaspadaan perlu ditingkatkan karena mutasi virus Sars-CoV-2 mulai ditemukan di Indonesia. Itu meliputi 2 kasus mutasi dari India ditemukan di Jakarta, 1 kasus mutasi asal Afrika Selatan ditemukan di Bali, dan 13 kasus mutasi asal Inggris yang tersebar di sejumlah wilayah. Mutasi ini masuk pada jenis mutasi yang sangat diperhatikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena penularannya cenderung lebih tinggi.
”Tugas kita bersama untuk melakukan isolasi bagi kasus yang terkena, disiplin untuk melakukan tracing dan testing untuk kontak erat, dan paling penting adalah protokol kesehatan. Apa pun mutasinya, penularan bisa dicegah dengan protokol kesehatan,” katanya.