Kepemimpinan Daerah Tentukan Percepatan Eliminasi Malaria
Sejumlah 12 bupati/wali kota menerima sertifikat eliminasi malaria. Daerah tersebut: Lubuk Linggau, Singkawang, Pulang Pisau, Bolaang Mangondow, Minahasa Utara, Sinjai, Kepulauan Tidore, Kupang, dan Manggarai Timur.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menargetkan bisa bebas dari malaria pada 2030. Sebanyak 345 kabupaten/kota ditargetkan bisa mencapai eliminasi malaria pada 2021. Karena itu, komitmen kuat dari setiap pemimpin daerah amat diperlukan, terutama untuk menggerakkan seluruh komponen masyarakat di wilayahnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kerja sama yang baik dari seluruh komponen bangsa dibutuhkan dalam upaya mengeliminasi berbagai penyakit menular di Indonesia, termasuk malaria. Pemerintah daerah punya peran penting untuk menggerakkan modal sosial yang dimiliki.
”Eliminasi penyakit menular memiliki prosedur yang sama, yakni butuh perubahan dan implementasi yang baik dari protokol kesehatan. Itu harus dilakukan seluruh masyarakat, khusus yang berada di daerah yang terjadi penyakit menular. Untuk itu, keterlibatan dan kepemimpinan daerah sangat diperlukan,” ujarnya dalam acara puncak peringatan Hari Malaria Sedunia di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Dalam acara tersebut, Menteri Kesehatan sekaligus menyerahkan sertifikat eliminasi malaria pada 12 bupati/wali kota. Mereka, antara lain, Bupati Lubuk Linggau, Wali Kota Singkawang, Bupati Pulang Pisau, Bupati Bolaang Mangondow, Bupati Minahasa Utara, Bupati Sinjai, Wali Kota Kepulauan Tidore, Wali Kota Kupang, dan Bupati Manggarai Timur.
Kementerian Kesehatan mencatat pada 2020 masih ada 196 kabupaten/kota yang masih endemis malaria. Dari jumlah itu, 152 daerah berada di wilayah endemis rendah, 21 wilayah endemis sedang, dan 23 wilayah endemis tinggi. Sebagian besar wilayah endemis tinggi malaria berada di Provinsi Papua.
Pada 2020 dilaporkan kasus malaria di Indonesia mencapai 235.780 kasus, dengan 199.593 kasus di antaranya ditemukan di Papua. Tren kasus malaria sempat mengalami penurunan yang signifikan sejak 2010 sampai 2014. Namun, tren cenderung stagnan setelah 2015 sampai saat ini.
Eliminasi penyakit menular memiliki prosedur yang sama, yakni butuh perubahan dan implementasi yang baik dari protokol kesehatan. Itu harus dilakukan seluruh masyarakat, khusus yang berada di daerah yang terjadi penyakit menular. (Budi Gunadi)
Karena itu, Budi berharap pemberian sertifikat eliminasi malaria ini bisa memacu daerah-daerah lain untuk segera mencapai status bebas malaria di wilayahnya. ”Kita berharap pada 2030, Indonesia bisa bebas dari malaria. Sertifikat yang telah diberikan ini merupakan bentuk keberhasilan dari pemimpin daerah dalam hal menggerakkan seluruh komponen masyarakat dalam melawan penularan malaria,” ucapnya.
Malaria merupakan penyakit infeksi akibat gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasit Plasmodium sp. Biasanya, gejala yang timbul adalah demam, mual dan muntah, menggigil, lelah, serta sakit kepala. Pada kasus yang parah, kulit bisa menjadi kekuningan, kejang, hingga kematian. Malaria bisa dideteksi melalui hasil pemeriksaan mikroskop ataupun tes diagnosis cepat (RDT).
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menyampaikan, status eliminasi malaria bisa dicapai oleh suatu daerah jika telah memenuhi 11 indikator yang ditentukan. Dari seluruh indikator tersebut, terdapat tiga hal yang dinilai menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi, yakni angka API (annual parasite incidence) kurang dari 1 per 1.000 penduduk, kasus positif berdasarkan konfirmasi laboratorium kurang dari 5 persen, serta tidak ada penularan baru selama tiga tahun berturut-turut.
Saat ini, baru tiga provinsi yang seluruh kabupaten/kotanya berstatus eliminasi malaria, yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali. Angka API di Indonesia mengalami penurunan sejak 2010 hingga 2016, yakni dari 1,96 menjadi 0,84. Meski begitu, sejak 2017 hingga 2020, angka API yang dilaporkan cenderung fluktuatif, yaitu 0,99 (2027), 0,84 (2018), 0,93 (2019), dan 0,87 (2020).
Wali Kota Kepulauan Tidore Ali Ibrahim mengatakan, para pemimpin daerah yang telah mendapatkan sertifikat eliminasi malaria juga berkomitmen untuk mempertahankan status tersebut. Hal itu dilakukan dengan menggerakkan seluruh masyarakat dalam mencegah kasus baru, mencegah kematian akibat malaria, menguatkan upaya surveilans, menyediakan tenaga terlatih dan sarana prasana yang mendukung, serta memperkuat upaya deteksi dini.
”Kami berkomitmen dengan sepenuhnya untuk menggerakkan seluruh pemangku kepentingan untuk mempertahankan eliminasi malaria di kota/ kabupaten yang menjadi wilayah kerja kami,” katanya.