Harapan baru memberantas malaria tumbuh. Hal itu seiring dengan kehadiran bakal vaksin dengan efikasi sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia berdasarkan hasil uji klinik fase IIb untuk menangkal penyakit infeksi itu.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksin malaria yang dibuat Universitas Oxford, Inggris, menunjukkan efikasi 77 persen dalam uji klinik fase IIb. Ini merupakan vaksin malaria pertama yang memenuhi standar efikasi minimal 75 persen dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan diharapkan jadi senjata baru melawan penyakit yang setiap tahun menewaskan 400.000 orang, terutama anak-anak.
Hasil uji klinik vaksin malaria yang diberi nama R21/Matrix-M ini dirilis pada Sabtu (24/4/2021) di The Lancet. Para penulis melaporkan, uji klinis fase IIb dengan metode acak, terkontrol, uji coba double-blind dilakukan di Clinical Research Unit of Nanoro (CRUN)/Institut de Recherche en Sciences de la Santé (IRSS), Burkina Faso, melibatkan 450 peserta, berusia 5-17 bulan. Peserta uji direkrut dari daerah sekitar Nanoro, mencakup 24 desa dan perkiraan populasi 65.000 orang yang dikenal sebagai endemis malaria.
Peserta dibagi menjadi tiga kelompok, dengan dua kelompok pertama menerima R21/Matrix-M, dengan adjuvan Matrix-M dosis rendah atau dosis tinggi, dan kelompok ketiga, vaksin rabies sebagai kelompok kontrol. Vaksin diberikan dari awal Mei 2019 hingga awal Agustus 2019, sebelum puncak musim malaria.
Para peneliti melaporkan kemanjuran vaksin sebesar 77 persen pada kelompok adjuvan dosis tinggi dan 71 persen pada kelompok adjuvan dosis rendah, selama 12 bulan masa tindak lanjut, tanpa catatan kejadian buruk yang serius terkait dengan vaksin.
Halidou Tinto, profesor Parasitologi dari IRSS, yang menjadi penyelidik utama uji coba ini mengatakan, ”Ini merupakan hasil sangat menarik dengan tingkat kemanjuran yang belum pernah terjadi sebelumnya dari vaksin yang telah ditoleransi dengan baik dalam program uji coba kami.”
Ini merupakan hasil sangat menarik dengan tingkat kemanjuran yang belum pernah terjadi sebelumnya dari vaksin yang telah ditoleransi dengan baik dalam program uji coba kami.
Dalam pembuatan vaksin ini, para peneliti Universitas Oxford bekerja sama dengan Serum Institute of India Private Ltd dan Novavax Inc. Mereka kini mulai merekrut subyek riset untuk uji coba fase tiga demi menilai keamanan dan kemanjuran skala besar pada 4.800 anak berusia 5-36 bulan, di empat negara di Afrika.
Menurut Tinto, sejauh ini R21/Matrix-M merupakan calon vaksin malaria pertama yang memenuhi syarat WHO dengan setidaknya 75 persen kemanjuran. Vaksin malaria paling efektif hingga saat ini hanya menunjukkan kemanjuran 55 persen dalam uji coba pada anak-anak Afrika.
Lebih rumit
Uji coba vaksin malaria ini dimulai pada 2019, jauh sebelum Covid-19 muncul. Vaksin malaria membutuhkan waktu lebih lama dan lebih rumit karena ada ribuan gen pada parasit malaria, dibandingkan sekitar selusin gen virus korona. Selain itu, butuh respons imun amat tinggi untuk melawan malaria.
”Itu tantangan teknis yang nyata. Sebagian besar vaksin (malaria) tidak berhasil karena sangat sulit,” kata Prof Hill.
Adrian Hill, Direktur Jenner Institute dan Lakshmi Mittal, yang turut dalam kajian ini mengatakan, vaksin ini akan diproduksi Serum Institute of India. ”Mereka berkomitmen untuk memproduksi setidaknya 200 juta dosis setiap tahun pada tahun-tahun mendatang. Vaksin ini berpotensi memiliki dampak kesehatan masyarakat yang besar jika lisensi tercapai.”
Malaria disebabkan parasit Plasmodium yang menyebar ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi, yang disebut ”vektor malaria”. Ada lima spesies parasit yang menyebabkan malaria pada manusia yang dua di antaranya, yaitu P. falciparum dan P. vivax, merupakan ancaman terbesar.
Berdasarkan data WHO, pada 2018, P. falciparum menyumbang 99,7 persen dari perkiraan kasus malaria di Afrika dan 50 persen kasus di Asia Tenggara, 71 persen kasus di Mediterania Timur, dan 65 persen di Pasifik Barat.
Sementara P. vivax menjadi parasit dominan di Amerika, mewakili 75 persen kasus malaria di sana. Setiap tahun, malaria rata-rata membunuh lebih dari 400.000 orang, kebanyakan anak-anak di Afrika.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, tren kasus malaria di Indonesia selama tujuh tahun terakhir relatif stagnan. Pada 2010, jumlah kasus yang terlaporkan 465.764 kasus dan menurun menjadi 235.780 kasus pada 2020. Namun, mulai 2014 sampai 2020, tidak ada penurunan yang signifikan dari kasus yang dilaporkan.
Dari data yang tercatat, 80 persen dari total kasus di Indonesia berada di Provinsi Papua. Selain itu, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia masih ada 196 kabupaten/kota yang belum terbebas dari malaria dengan 23 kabupaten/kota di antaranya merupakan wilayah endemis tinggi malaria.