Cakupan imunisasi dasar selama pandemi Covid-19 tak mencapai target. Kondisi ini berisiko karena bisa menimbulkan permasalahan penyakit menular baru.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan imunisasi dasar rutin mengalami penurunan selama pandemi Covid-19. Cakupan semua jenis imunisasi dasar dan lanjutan pada anak usia bawah 2 tahun pada 2020 pun di bawah target minimal yang ditetapkan. Jika target tersebut tidak segera dikejar, wabah akibat penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi bisa terjadi.
Kementerian Kesehatan mencatat, ada lebih dari 786.000 anak di Indonesia yang belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap pada 2020. Data imunisasi rutin 2020 pun menunjukkan semua antigen imunisasi dasar lengkap cakupannya masih di bawah target minimal 95 persen. Artinya, kekebalan komunitas yang diharapkan dari imunisasi tidak bisa tercapai.
Ketua Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization /ITAGI) Sri Rezeki S Hardinegoro mengatakan, vaksinasi penting diberikan kepada anak agar terlindungi dari penyakit infeksi. Keberhasilan imunisasi di Indonesia yang sudah mampu mengeradikasi penyakit cacat, bebas polio, dan mengeliminasi maternal neonatal tetanus harus dipertahankan.
”Namun, situasi pandemi Covid-19 justu membuat cakupan vaksinasi menurun. Hal ini berbahaya sekali karena berpotensi menimbulkan KLB (kejadian luar biasa) yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi, terutama polio, campak, dan difteri yang penularannya sangat cepat,” katanya dalam konferensi pers terkait peringatan Pekan Imunisasi Dunia yang diikuti dari Jakarta, Jumat (23/4/2021).
Ia mengatakan, potensi KLB tersebut bisa terjadi kapan pun sehingga harus segera diwaspadai. Cakupan imunisasi harus segera dikejar untuk melindungi semua anak Indonesia. Imunisasi rutin perlu dipertahankan, termasuk pada imunisasi yang diberikan kepada anak sekolah melalui Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Menurut Sri, rendahnya cakupan vaksinasi pada anak terjadi karena sebagian orangtua takut terpapar virus di fasilitas kesehatan. Selain itu, vaksinasi pada anak juga terkendala oleh aturan pembatasan sosial, sumber daya kesehatan yang terbatas di fasilitas pelayanan kesehatan, serta pengalihan sumber daya kesehatan untuk mengatasi pandemi.
Padahal, imunisasi merupakan layanan kesehatan inti yang harus diprioritaskan sekalipun sedang pandemi. Apabila banyak bayi dan anak balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap, wabah bisa terjadi yang dapat mengakibatkan banyak anak sakit berat, cacat, bahkan meninggal.
Kita harus bisa mengatasi ketertinggalan cakupan imunisasi kita untuk mencapai dan memberikan perlindungan kepada anak-anak kita.
”Oleh karena itu, layanan imunisasi dasar harus tetap diberikan di fasyankes dengan tetap menjalakan protokol kesehatan secara ketat. Pada wilayah dengan penularan tinggi, imunisasi bisa ditunda paling lambat satu bulan. Setelah itu, imunisasi bisa segera diberikan,” tutur Sri.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, dari survei cepat yang dilakukan Unicef bersama Kementerian Kesehatan terkait imunisasi pada masa pandemi, ditemukan sebanyak 22,63 persen orangtua tidak mau membawa anaknya untuk imunisasi dan 13,35 persen menyatakan tidak tahu atau ragu. Hal itu dinilai menjadi tantangan karena imunisasi pada bayi dan anak balita merupakan program nasional yang harus tetap dilakukan secara rutin.
”Walaupun ini tugas berat, kita harus bisa menyelesaikannya karena jumlah kelahiran baru juga meningkat. Kita harus bisa mengatasi ketertinggalan cakupan imunisasi kita untuk mencapai dan memberikan perlindungan kepada anak-anak kita, khususnya bayi dan balita sesuai dengan tahapannya,” ujarnya.
Vaksinasi dewasa
Selain vaksinasi pada anak, Ketua Satuan Tugas Imunisasi Dewasa Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi) Samsuridjal Djauzi menuturkan, vaksinasi pada kelompok usia dewasa juga harus diperhatikan. Itu terutama pada penduduk geriatri atau lansia yang imunitas tubuhnya melemah.
Vaksinasi pada usia dewasa juga diperlukan pada kelompok orang dengan risiko tinggi, seperti pada pekerja kesehatan, karyawan, serta pelaku perjalanan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menganjurkan kegiatan vaksinasi influenza bisa ditingkatkan. ”Kenyataannya, para era Covid-19, cakupan imunisasi pada umumnya menurun, termasuk influenza,” ucapnya.
Samsuridjal menyampaikan, cakupan vaksinasi influenza untuk tenaga kesehatan di Indonesai masih sangat kecil jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain, seperti Hong Kong (20-50 persen), Korea (80-90 persen), dan Singapura (39 persen). Cakupan influenza bagi tenaga kesehatan di Indonesia masih di bawah 10 persen.
Menurut dia, vaksinasi influenza di masa pandemi membantu dalam upaya penapisan Covid-19. Tidak hanya itu, vaksinasi ini juga dapat melindungi perburukan yang bisa terjadi ketika tertular Covid-19. Koinfeki influenza dan Covid-19 memiliki tingkat kematian dua kali lebih tinggi daripada yang tidak. Selain itu, risiko terjadinya gangguan jantung serta gangguan organ lain yang lebih berat juga lebih tinggi.
”Akses pada layanan imunisasi dewasa diharapkan bisa mudah dijangkau. Kerja sama lintas sektor juga diperlukan untuk mendukung vaksinasi dewasa. Pemerintah bisa menyediakan layanan vaksinasi influenza bagi tenaga kesehatan, sementara perusahaan juga bisa menyediakan fasilitas vaksinasi influenza bagi pekerjanya,” kata Samsuridjal.