Aturan Pengelolaan Abu Batubara Perlu Segera Dibuat
Pemerintah perlu menerbitkan aturan terkait praktik baik pengelolaan abu terbang dan abu padat (FABA). Ini menyusul dikeluarkannya limbah ini dari jenis limbah B3. Aturan ini untuk memastikan limbah betul-betul dikelola.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu menerbitkan aturan yang merefleksikan praktik terbaik pengelolaan limbah abu batubara menyusul dikeluarkannya jenis ini dari kategori limbah bahan beracun dan berbahaya. Di sisi lain, peningkatan upaya penelusuran dan tindak pidana juga menjadi kunci guna menjamin tidak adanya kasus pembuangan limbah abu batubara secara ilegal.
Hal tersebut terangkum dalam ”Laporan Risiko Kelabu Abu Batu Bara” yang disusun Koalisi Bersihkan Indonesia. Laporan disusun sebagai respons dari dikeluarkannya abu terbang dan abu padat (fly ash dan bottom ash/FABA) dari kategori limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) pada Maret lalu.
Penulis laporan, Margaretha Quina, mengemukakan, dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), timbunan FABA dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan terus meningkat hingga 13,5 juta ton pada 2028. Namun, sampai saat ini hanya 0,06-2 persen FABA tersebut yang dimanfaatkan.
Cara terbaik agar unsur B3 tidak mengontaminasi lingkungan, yaitu dengan meminimalkan timbunan FABA melalui transisi ke energi terbarukan.
”Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga seharusnya punya banyak data yang bisa dirilis ke publik untuk menjustifikasi kenapa limbah ini aman dikategorikan sebagai limbah non-B3. Namun, tidak ada data hasil pengukuran air tanah, peta kontaminasi, evaluasi hasil uji toksisitas yang bisa diakses publik,” ujarnya dalam peluncuran laporan tersebut secara daring, Rabu (21/4/2021).
Selain itu, kata Quina, sampai saat ini juga tidak ada studi penilaian risiko dan analisis biaya atau manfaat dari FABA yang dipublikasikan oleh KLHK. Ini termasuk analisis biaya kesehatan dan kontaminasi lingkungan. Bahkan, penegakan pidana tidak diikuti studi kontaminasi atau dampak kesehatan ini.
Menurut Quina, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menghapus aturan kunci pengamanan FABA. Aturan tersebut juga memudahkan semua jenis pengelolaan, baik pemanfaatan maupun penimbunan akhir. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi bagi para pengelola untuk menggunakan metode pembuangan yang paling murah dan berisiko.
”Tidak ada larangan yang eksplisit terkait pembuangan FABA melalui metode penimbunan yang paling banyak menimbulkan bencana di seluruh dunia, yaitu penimbunan permukaan. Penimbunan ini dilakukan di fasilitas yang sangat besar dan dicampur dengan air sehingga meningkatkan unsur racun,” katanya.
Oleh karena itu, Quina menegaskan, cara terbaik agar unsur B3 tidak mengontaminasi lingkungan, yaitu dengan meminimalkan timbunan FABA melalui transisi ke energi terbarukan. Pemerintah juga perlu mengundangkan aturan yang merefleksikan praktik terbaik pengelolaan abu batubara.
”Ketelusuran dan penegakan hukum ini kunci untuk KLHK dapat menelusuri abu tersebut entah dimanfaatkan atau ditimbun. Kasus yang kami pelajari, meski ada aturan yang menjamin ketelusuran, masih banyak kasus pembuangan ilegal,” tuturnya.
Negara lain
Saat ini memang terdapat sejumlah negara yang tidak mengategorikan FABA sebagai limbah B3, seperti AS, Australia, Kanada, Eropa, Jepang, Rusia, Afrika Selatan, China, India, dan Korea Selatan. Mayoritas negara-negara tersebut mengategorikan FABA sebagai limbah padat dan produk spesifik.
Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati menyatakan, meski tidak dikategorikan sebagai limbah B3, negara-negara tersebut memiliki undang-undang terkait udara bersih serta aturan pelepasan polutan dan daftar transfer (PRTR). Aturan tersebut mengharuskan semua industri penghasil limbah B3 untuk melaporkan dan berusaha mengurangi timbunan tersebut mengingat sanksi maupun penegakan hukum yang cukup kuat.
”Jadi, kalau Indonesia berkaca dari negara lain, di sana aturannya sudah lebih ketat lagi untuk emisi dan pembuangannya. Jadi lepasan ke air dan tanah juga diatur dengan ketat. Kalau FABA dikeluarkan dari kategori limbah B3, tidak akan ada aturan untuk menahan pembuangannya,” ucapnya.