Teknologi Nuklir Medis Masih Potensial Dikembangkan di Indonesia
Teknologi nuklir medis masih potensial dikembangkan di Indonesia. Saat ini baru ada sekitar 14 rumah sakit, yang sebagian berada di Jakarta, yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tenaga nuklir belum dimanfaatkan secara optimal dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Padahal, layanan berbasis kedokteran nuklir bisa lebih efektif dan efisien dibandingkan layanan konvensional.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, energi nuklir dapat dimanfaatkan secara luas di bidang kesehatan, di antaranya untuk diagnosis penyakit dan layanan terapi. Diagnosis dapat dilakukan melalui pencitraan untuk melihat senyawa kimia tertentu dengan sifat nuklir yang dimasukkan ke dalam tubuh.
”Nuklir juga bisa digunakan untuk terapi karena memiliki energi yang tinggi dan sangat terkonsentrasi. Karena itu, nuklir perlu terus dikembangkan untuk kemajuan dalam layanan kedokteran juga,” ucapnya dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) terkait perpanjangan kerja sama penggunaan nuklir di bidang kesehatan, Jumat (16/4/2021), di Jakarta.
Budi menambahkan, upaya penguatan dalam layanan kedokteran nuklir dapat dilakukan dengan mengembangkan infrastruktur pelayanan, menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan memastikan keamanan dalam pemanfaatan teknologi nuklir. Selain itu, standar diagnosis baru juga perlu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
Saat ini setidaknya baru ada 14 rumah sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir dan lebih dari separuhnya berada di Jakarta. Jumlah dokter spesialis kedokteran nuklir pun masih minim di Indonesia. Dengan jumlah masyarakat lebih dari 260 juta penduduk, dokter spesialis kedokteran nuklir yang dimiliki Indonesia hanya sekitar 50 orang.
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jazi Eko Istiyanto menambahkan, kerja sama semua pihak diperlukan agar pemanfaatan nuklir bisa semakin luas, termasuk di bidang kesehatan. Meski begitu, peningkatan kualitas juga perlu dilakukan. Peningkatan itu bisa diupayakan melalui pembinaan, pengawasan, dan pemanfaatan tenaga nuklir.
Kerja sama dalam interkoneksi aplikasi Bapeten Licensing dan Inspection System (Balis) dengan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan Aplikasi Sarana Prasarana dan Alat Kesehatan (ASPAK) milik Kementerian Kesehatan.
”Kerja sama yang dilakukan Kementerian Kesehatan dengan Bapeten diharapkan dapat berkontribusi langsung dalam peningkatan keselamatan, ketenteraman dalam bekerja, dan penerimaan masyarakat yang maksimal,” ucapnya.
Kerja sama Kementerian Kesehatan dan Bapeten berlangsung sejak 2017. Adapun ruang lingkup yang disepakati dalam perpanjangan kerja sama kali ini meliputi kerja sama dalam interkoneksi aplikasi Bapeten Licensing dan Inspection System (Balis) dengan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan Aplikasi Sarana Prasarana dan Alat Kesehatan (ASPAK) milik Kementerian Kesehatan, koordinasi hasil inspeksi, serta koordinasi pelaksanaan dan pertukaran data dan informasi.
Selain itu, kesepakatan lainnya adalah pengembangan dan evaluasi data dosis pasien dalam layanan kedokteran nuklir, penanganan limbah radioaktif di RS, peningkatan jumlah fisikawan medik, dan memperkuat asosiasi profesi dalam pengawasan tenaga nuklir. Pertukaran kepakaran, harmonisasi penyusunan dan koordinasi penerapan peraturan perundang-undangan, serta pengembangan kesiapsiagaan dan kedaruratan nuklir juga disiapkan.