Siklon tropis Seroja menunjukkan wilayah Indonesia tidak terlepas dari bencana itu. Sistem peringatan dini akan ancaman bencana ini perlu dipersiapkan untuk mengurangi risiko bencana.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Siklon tropis Seroja menjauh dari daratan Nusa Tenggara Timur, tetapi cuaca di Indonesia masih bergejolak karena keberadaan dua bibit siklon di Samudra Hindia. Belajar dari siklon Seroja, Indonesia harus memperkuat sistem peringatan dini siklon tropis yang terintegrasi dengan respons masyarakat.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (8/4/2021) malam, menunjukkan, 163 orang meninggal dan 45 orang hilang dalam bencana di NTT. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menetapkan status tanggap darurat mulai 6 April sampai 5 Mei 2021. Penetapan status tanggap darurat bencana angin siklon tropis, banjir bandang, tanah longsor, dan gelombang pasang di NTT ini berdasarkan dampak dari siklon tropis Seroja di Kota Kupang dan 21 kabupaten di NTT sejak 2 April hingga 5 April 2021.
Menurut laporan Pusat Peringatan Siklon Tropis Jakarta (TCWC)-Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), siklon tropis Seroja pada Kamis (8/4/2021) berada di koordinat 16,3 Lintang Selatan (LS) dan 112,6 Bujur Timur (BT), sekitar 890 kilometer (km) sebelah selatan-barat daya Denpasar, Bali. Seroja bergerak ke barat daya menjauhi wilayah Indonesia dengan kecepatan 33 km per jam.
Peringatan dini yang dikeluarkan TCWC ini belum terintegrasi dengan lembaga lain, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Pada saat bersamaan, menurut Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab, terpantau dua bibit siklon, yaitu 90S dan 91S. Bibit siklon 90S terpantau di sekitar Samudra Hindia sebelah selatan Jawa Barat, tepatnya di 15,8 LS-105,7 BT.
”Dalam 24 jam ke depan, 90S berpotensi menjadi siklon tropis dalam kategori tinggi, tapi posisinya jauh dari Indonesia,” kata Fachri.
Citra satelit menunjukkan pumpunan awan konvektif yang signifikan di sekitar pusat sistem tekanan rendah 90S. Sedangkan bibit siklon 91S berada di Samudra Hindia sebelah barat daya Bengkulu, tepatnya di 9,7 LS-93 BT. ”Untuk 91S peluang menjadi siklon tropis relatif rendah,” katanya.
Dengan perkembangan ini, BMKG memperingatkan, pada 9-10 April 2021, hujan lebat dapat melanda sejumlah wilayah. Daerah dengan status waspada banjir di antaranya DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Timur masih rentan
Peneliti meteorologi Lembaga Penerbangan dan Antariks Nasional (LAPAN) Suaydhi memperingatkan, selama April siklon tropis masih berpeluang muncul di perairan selatan Indonesia, khususnya di Laut Banda dan Laut Arafura. Selama 1983 hingga 2019 terbentuk 10 siklon tropis di perairan ini, di mana tiga di antaranya melintasi daratan di NTT, yaitu siklon tropis Ester pada 1983, siklon Boni pada 2002, dan siklon Inigo pada 2003.
”Sebagian besar siklon tropis ini muncul dan melintas di kawasan timur Indonesia pada bulan April. Bahkan, sebagian terjadi hingga awal Mei,” katanya.
Ahli perubahan iklim dan meteorologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Edvin Aldrian, mengatakan, belajar dari siklon Seroja, Indonesia harus memperkuat sistem peringatan dini siklon tropis secara terintegrasi. ”Siklon Seroja jelas anomali, tetapi potensi terjadinya ke depan semakin tinggi karena perubahan iklim,” ujarnya.
Koordinator Subbdiang Peringatan Dini Cuaca BMKG Agie Wandala Putra mengatakan, BMKG sudah memiliki TCWC yang bisa memprediksi pola siklonal hingga menjadi bibit siklon tujuh hari sebelumnya. Sedangkan untuk bibit siklon hingga menjadi siklon tropis bisa diprediksi tiga hari sebelumnya.
”Walaupun siklon tropis bisa sangat dinamis pergerakannya, seperti siklon Seroja yang tumbuh sangat cepat dari bibit hingga menjadi siklon,” ucapnya.
Meski demikian, menurut Agie, peringatan dini yang dikeluarkan TCWC ini belum terintegrasi dengan lembaga lain, baik di tingkat nasional maupun daerah. Berbeda dengan sistem peringatan dini tsunami Indonesia (InaTEWS), yang sudah sudah terintegrasi antara BMKG sebagai pihak yang mengeluarkan peringatan dini dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah yang berhak mengeluarkan perintah untuk evakuasi.