Pengendalian sejumlah penyakit tropis yang terabaikan, seperti kusta dan frambusia, di Indonesia terhambat. Hal ini disebabkan fokus layanan kesehatan saat ini pada penanganan pandemi Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah membuat fokus penanganan kesehatan masyarakat lainnya terganggu. Padahal, masalah kesehatan di Indonesia cukup kompleks, termasuk pengendalian penyakit tropis terabaikan yang belum kunjung tuntas.
Setidaknya ada lima penyakit tropis terabaikan yang endemis di Indonesia, meliputi filariasis (kaki gajah), sistisomiasis (demam keong), kecacingan, kusta, dan frambusia. Pemerintah pun berkomitmen menuntaskan penyakit itu, termasuk untuk mencapai eliminasi kusta dan eradikasi frambusia.
Penyakit kusta telah ada sejak ribuan tahun lalu dan masih ada di Indonesia. Ini juga termasuk pada penanganan frambusia. ”Kita harus lebih bekerja keras untuk menyelesaikan keduanya,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam acara pemberian sertifikat eliminasi kusta dan eradikasi frambusia, di Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Ia mengapresiasi kepala daerah yang terus menangani masalah penyakit tropis terabaikan, seperti kusta dan frambusia, di tengah pandemi. Adapun daerah yang mendapat sertifikasi eliminasi kusta, yakni Provinsi Sulawesi Selatan; sedangkan sertifikasi eradikasi frambusia untuk Kota Madiun, Kota Cilegon, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Bengkulu, Kabupaten Serang, Kabupaten Kendal, Kota Salatiga, dan Kota Blitar.
Jumlah kasus kusta yang terdaftar pada 2020 di Indonesia 16.681 orang. Dari jumlah total itu, 10.034 orang di antaranya merupakan kasus kusta baru dengan 10 persen adalah kasus kusta pada anak. Adanya kasus kusta pada anak menandakan penularan masih terjadi dan ada kasus belum terdeteksi. Tujuh provinsi dengan 110 kabupaten/kota belum mencapai eliminasi kusta.
Penyakit kusta telah ada sejak ribuan tahun lalu dan masih ada di Indonesia. Ini juga termasuk pada penanganan frambusia. Kita harus lebih bekerja keras untuk menyelesaikan keduanya.
Sementara jumlah kasus frambusia yang terlapor pada 2020 sebanyak 81 orang. Kasus itu tersebar di empat provinsi, yakni Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Meski jumlahnya tidak besar, komitmen bersama dari semua pihak diperlukan agar penyakit ini tidak makin terabaikan.
Budi berharap, daerah-daerah lain yang memiliki masalah pada kedua penyakit itu bisa lebih berupaya menuntaskannya. Pembelajaran dari beberapa negara lain yang berhasil menyelesaikan penyakit tersebut juga bisa jadi contoh untuk mempercepat penanganan.
Upaya mengeliminasi kusta dan mengeradikasi frambusia harus dilakukan semua pihak. Selain dari pemerintah, dukungan juga diberikan lembaga swadaya masyarakat, seperti NLR dan Katamataku. Dukungan pihak lain diharapkan makin banyak diberikan untuk mempercepat penanganan penyakit ini.
Kusta merupakan penyakit yang disebabkan kuman Mycobacterium leprae. Penularannya melalui saluran pernapasan dan kontak kulit yang terjadi dalam waktu lama. Biasanya, kusta menyerang kulit, sistem saraf tepi, permukaan saluran pernapasan, dan mata.
Orang yang mengalami kusta menunjukkan gejala dan tanda, seperti bercak pada kulit berwarna kemerahan atau tembaga dengan tekstur kering bersisik. Selain itu, pada permukaan kulit timbul luka atau lepuhan tak disertai rasa nyeri di tangan dan kaki. Sensasi yang biasanya dirasakan pada kulit pun akan hilang serta otot melemah.
Sementara penyakit frambusia atau biasa disebut patek merupakan penyakit yang disebabkan infeksi bakteri Treponema pertenue. Penyakit ini umumnya menyebabkan lesi pada kulit serta cacat pada tulang. Penularannya melalui lalat atau melalui kontak langsung dari cairan luka penderita ke orang yang mempunyai kulit yang luka atau tidak utuh.
Upaya pengendalian frambusia amat erat dengan prinsip hidup bersih sehat, termasuk cuci tangan pakai sabun. Faktor risiko bisa terjadi karena memakai pakaian sama atau jarang berganti pakaian, sanitasi di lingkungan tempat tinggal buruk, ada penyakit kulit lain, serta muncul luka berulang. Penemuan kasus, pengobatan dini, dan pemberian obat perlu dilakukan untuk mengatasi penyakit ini.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonowu menuturkan, pemerintah menargetkan status eliminasi kusta tercapai di semua kabupaten/kota di Indonesia pada 2024.
Status eliminasi ini bisa dicapai jika terjadi kondisi penurunan penderita kusta dengan prevalensi di bawah 1 per 10.000 penduduk. Sementara eradikasi bisa tercapai jika terjadi penghentian semua penularan kasus sehingga tak lagi ditemukan kasus penyakit di suatu wilayah.
Kesinambungan dari pemerintah pusat dan daerah harus tetap dilanjutkan meski suatu daerah mencapai status eliminasi dan eradikasi suatu penyakit. Pada upaya eliminasi kusta dan eradikasi frambusia, kerja sama dan dukungan semua pihak dibutuhkan, mulai dari kemeterian/ lembaga, organisasi profesi dan akademisi, lembaga masyarakat, swasta, hingga media.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Pungkas Bahjuri Ali mengatakan, upaya promotif dan preventif harus ditingkatkan untuk menangani berbagai masalah kesehatan di Tanah Air. Upaya inovatif pun perlu ditingkatkan, terutama penemuan kasus dan pemberian terapi yang efektif.
”Eliminasi kusta dan eradikasi frambusia akan memberikan lompatan pada kemajuan bagi pembangunan kesehatan kita. Sebagai bangsa yang besar yang ekonominya maju harus bisa menuntaskan maslaah kesehatan, termasuk dari penyakit ini,” ucapnya.