Siklon Seroja bergerak lambat ke arah barat-barat daya dengan kecepatan 4 knots atau 7 kilometer per jam. Dampaknya masih bisa menimbulkan hujan lebat di sejumlah wilayah di Indonesia.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Siklon tropis Seroja telah meninggalkan perairan sekitar Pulau Rote dan bergerak ke arah barat daya menjauhi wilayah Indonesia. Pada Selasa (6/4/2021) malam, siklon ini telah berada sekitar 220 kilometer sebelah selatan-barat daya Kota Waingapu, Sumba Timur.
Laporan Pusat Peringatan Siklon Tropis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, siklon ini bergerak ke arah barat-barat daya dengan kecepatan 4 knots atau 7 kilometer (km) per jam. Kecepatan angin maksimum siklon ini mencapai 50 knots atau 95 km per jam.
Diprediksi pada Rabu (7/4) pukul 13.00 WIB, siklon ini akan berada di koordinat 13,2 Lintang Selatan (LS) dan 117 Bujur Timur (BT), sekitar 535 km sebelah barat daya Kota Waingapu.
Dengan posisinya saat ini, potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat serta angin kencang masih berpeluang terjadi di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Sementara hujan intensitas sedang berpeluang terjadi di Nusa Tenggara Timur.
Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, kecepatan pergerakan siklon ini dalam menjauhi wilayah Indonesia tergolong lambat. Pelambatan ini dipengaruhi oleh keberadaan kolam panas suhu muka laut, selain masih kuatnya angin munson baratan di Laut Jawa yang ke perairan Aru.
”Ini menghambat arah gerak siklon ke selatan. Namun, di barat daya lokasi siklon ini terpantau suhu muka laut lebih hangat sehingga Seroja akan bergerak ke sana,” kata Siswanto.
Selain siklon Seroja yang saat ini masih aktif, BMKG juga memantau keberadaan bibit siklon tropis 90S di Samudra Hindia selatan Banten. Hal ini membentuk low level jet atau zona angin kencang yang memanjang di perairan selatan Jawa Tengah hingga selatan Banten.
Menurut Siswanto, awan yang terbentuk dalam sistem siklon biasanya berada pada sabuk atau dinding pusarannya, yaitu pusaran angin masuk menuju pusat siklon tropis yang berupa sel tekanan rendah tertutup. ”Justru di bagian ’mata siklon’ sel ini biasanya cuaca cenderung tenang dan tidak ada awan,” katanya.
Awan-awan pada sabuk pusaran ini, tambah Siswanto, bisa berjarak puluhan hingga ratusan kilometer, tergantung diameter dari pusat siklonnya. ”Ini menjelaskan mengapa, meskipun pusatnya ada di Laut Sawu, dekat Pulau Rote, justru Kupang dan Flores yang terdapat awan-awan yang menurunkan hujan dengan intensitas tinggi,” tuturnya.
Selain siklon Seroja yang saat ini masih aktif, BMKG juga memantau keberadaan bibit siklon tropis 90S di Samudra Hindia selatan Banten. Hal ini membentuk low level jet atau zona angin kencang yang memanjang di perairan selatan Jawa Tengah hingga selatan Banten. Kecepatan angin di atas 25 knot dan ketinggian gelombang laut di atas 2,5 meter berpotensi terjadi di sepanjang dan sekitar zona tersebut.
Berdasarkan dinamika cuaca ini, BMKG memperingatkan potensi peningkatan curah hujan tiga hari ke depan yang dapat menyebabkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan longsor di sejumlah wilayah. Di antaranya Aceh, Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Papua.
Terus bertambah
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan, jumlah korban jiwa yang ditemukan terus bertambah. Hingga Selasa petang, sudah mencapai 86 orang. Korban terbanyak terdapat di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, sebanyak 49 orang, disusul Kabupaten Lembata sebanyak 16 orang. Adapun korban yang belum ditemukan masih 72 orang. ”Untuk mengantisipasi bencana susulan, 8.424 orang dari 2.019 keluarga sudah diungsikan,” ucapnya.
Kepala BNPB Doni Monardo dari lokasi bencana menyampaikan, korban tertimbun longsoran paling banyak terdapat di Lembata, di kaki Gunung Ile Lewotolok. Beberapa bulan sebelumnya, gunung ini erupsi. ”Sebelumnya, sudah direncanakan untuk merelokasi dua sampai empat desa di sana,” katanya.
Menurut Doni, rumah sakit di Lembata masih dianggap bisa menangani pasien, tetapi Kementerian Kesehatan akan menambah empat dokter untuk membantu. Sementara di Adonara, pasien yang terluka akan dievakuasi ke Larantuka karena tidak memadainya fasilitas kesehatan di pulau ini.