Korban Banjir Bandang di Flores Timur Rentan Sakit
Kementerian Kesehatan melaksanakan pengkajian cepat persoalan kesehatan warga yang terdampak banjir bandang di sebagian wilayah Nusa Tenggara TImur. Risiko terpapar Covid-19 di lokasi bencana pun dikaji.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat yang terdampak banjir bandang di sebagian wilayah Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, rentan mengalami berbagai masalah kesehatan. Karena itu, Kementerian Kesehatan mulai melaksanakan pengkajian cepat masalah kesehatan warga yang terdampak bencana itu untuk mengidentifikasi kebutuhan kesehatan masyarakat.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana, di Jakarta, Senin (5/4/2021), mengatakan, pengkajian cepat masalah kesehatan (rapid health assessment) baru dilakukan di lokasi yang terdampak banjir bandang. Pengakajian itu meliputi pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta informasi untuk mengukur dampak kesehatan. Selain itu, identifikasi dilakukan terkait kebutuhan masyarakat yang terdampak.
”Prinsip pertama yang harus dilakukan saat bencana ialah menyelamatkan korban terlebih dahulu. Selanjutnya, antisipasi penularan penyakit diperlukan di pengungsian. Meski ini tidak mudah, kita harus mengupayakan semaksimal mungkin agar protokol kesehatan tetap diterapkan di pengungsian,” ujarnya.
Budi menambahkan, hal lain yang harus diperhatikan ialah terkait upaya pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan bencana di masa pandemi Covid-19. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan pedoman tersebut agar bisa diterapkan secara optimal di lokasi bencana, termasuk pada bencana banjir yang terjadi di Flores Timur.
Protokol kesehatan
Pada pedoman tersebut telah diatur agar tempat pengungsian memprioritaskan kelompok rentan, seperti anak, ibu hamil, ibu menyusi, dan warga lansia. Pengungsian juga harus mengutamakan penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. Jika ada pengungsi yang sedang menjalankan isolasi mandiri terkait Covid-19, pastikan tetap menempati lokasi khusus.
Prinsip pertama yang harus dilakukan saat bencana ialah menyelamatkan korban terlebih dahulu. Selanjutnya, antisipasi penularan penyakit diperlukan di pengungsian.
”Setelah banjir surut dan bisa kembali ke rumah, masyarakat juga harus tetap memakai masker dan menjaga jarak. Jika ada salah satu keluarga yang mengalami gejala seperti demam, mual, muntah, meriang, dan sakit kepala, diharapkan segera melapor ke petugas kesehatan,” kata Budi.
Ketika bencana terjadi, perencanaan pengendalian Covid-19 melalui penguatan surveilans minimal, seperti tes, lacak, dan isolasi dan upaya kesehatan lingkungan, mesti tetap berjalan. Dalam penerimaan bantuan pun ada mekanisme khusus yang harus dipatuhi, antara lain, tenaga kesehatan yang dikirim sebagai sukarelawan harus melakukan penapisan kesehatan terlebih dahulu melalui pemeriksaan PCR (reaksi rantai polimerase).
Mutasi virus
Dihubungi secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, penguatan surveilans genomik terus dilakukan untuk mendeteksi adanya mutasi baru dari virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Sejumlah mutasi virus telah ditemukan di Indonesia.
Data pada 28 Maret 2021 mencatat setidaknya sudah ditemukan 731 mutasi D614G sejak April 2020, 37 mutasi 677H sejak April 2020, 143 mutasi N439K sejak November 2020, 8 mutasi N501Y sejak Januari 2021, dan 1 mutasi E484K sejak Februari 2021. Data ini didapat dari pemeriksaan yang dilakukan pada 848 genom dengan 815 di antaranya merupakan genom utuh dari SARS-CoV-19 (Kompas.id, 30/3/2021).
”Sampai saat ini, mutasi E484K masih belum diketahui dari mana asalnya dan masih dilakukan pengecekan ke Badan Litbang (Penelitian dan Pengembangan). Untuk sementara pelacakan kasus dan kita tetap vaksinasi serta protokol kesehatan tetap yang utama karena kedua itu yang paling efektif. Selain itu, mobiltas masyarakat juga harus dikurangi,” tuturnya.