”Gen Hantu”, Sel Otak yang Semakin Aktif Setelah Kematian
Beberapa peneliti di University of Illinois Chicago membuktikan bahwa, 80 persen gen dari jaringan otak tetap relatif stabil selama 24 jam setelah kematian. Ini ditandai dengan ekspresinya yang tidak banyak berubah.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa jam setelah meninggal dunia, terdapat beberapa bagian sel di otak manusia yang masih aktif hingga berjam-jam kemudian. Beberapa sel bahkan meningkatkan aktivitasnya dan tumbuh hingga proporsi sangat besar.
Temuan ini diungkapkan dalam studi studi yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports pada 23 Maret 2021 oleh para peneliti University of Illinois Chicago (UIC). Para peneliti menganalisis ekspresi gen di jaringan otak post-mortem (pasca-kematian).
Sebagian besar penelitian berasumsi bahwa segala sesuatu di otak berhenti saat jantung berhenti berdetak, tetapi ternyata tidak demikian. (Jeffrey Loeb)
”Sebagian besar penelitian berasumsi bahwa segala sesuatu di otak berhenti saat jantung berhenti berdetak, tetapi ternyata tidak demikian,” kata Jeffrey Loeb, Kepala Neurologi dan Rehabilitasi di UIC College of Medicine, yang menjadi salah satu penulis kajian ini, dalam keterangan tertulis. ”Temuan kami diperlukan untuk memahami jaringan otak manusia secara lebih baik.”
Loeb dan koleganya memiliki keuntungan dalam hal mempelajari jaringan otak. Dia mengepalai NeuroRepository UIC atau bank jaringan otak manusia dari pasien dengan gangguan neurologis yang telah setuju untuk mengumpulkan dan menyimpan jaringan untuk penelitian setelah mereka meninggal atau selama operasi perawatan standar untuk mengobati gangguan seperti epilepsi.
Misalnya, selama operasi untuk mengobati epilepsi, jaringan otak epilepsi diangkat untuk membantu menghilangkan kejang. Tidak semua jaringan diperlukan untuk diagnosis patologis sehingga sebagian dapat digunakan untuk penelitian. Ini adalah jaringan yang dianalisis Loeb dan rekannya dalam penelitian mereka.
Mereka menemukan bahwa sekitar 80 persen gen yang dianalisis tetap relatif stabil selama 24 jam setelah kematian, ditandai ekspresinya tidak banyak berubah. Gen yang tetap stabil ini termasuk di antaranya gen yang menyediakan fungsi seluler dasar dan biasanya digunakan dalam studi penelitian untuk menunjukkan kualitas jaringan.
Kelompok gen lain, yang diketahui ada di neuron dan terbukti terlibat dalam aktivitas otak manusia seperti memori, aktivitas berpikir, dan kejang, cenderung cepat terdegradasi.
Namun, Loeb dan tim juga ditemukan kelompok gen ketiga, yang disebut sebagai ”gen hantu”, yang justru meningkat aktivitasnya setelah kematian.
Analisis pola perubahan post-mortem menunjukkan, gen ini justru mencapai puncak aktivitasnya sekitar 12 jam setelah kematian. Gen ini berada dalam satu jenis sel spesifik, yaitu sel glial yang justru menumbuhkan lengan panjang setelah kematian.
”Kabar baik dari temuan kami adalah bahwa kami sekarang mengetahui gen dan jenis sel mana yang stabil, mana yang terdegradasi, dan mana yang meningkat seiring waktu sehingga hasil dari studi otak post-mortem dapat lebih dipahami,” katanya.
Sekalipun belum diketahui dengan pasti apa implikasi dari aktivitas gen ini setelah meninggal dunia, menurut Loeb, penemuan tersebut dapat mengubah cara studi penelitian menggunakan jaringan otak post-mortem untuk meneliti pengobatan penyakit, seperti autisme, alzheimer, dan skizofrenia.
Temuan Loeb ini juga melengkapi sejumlah penelitian sebelumnya tentang aktivitas otak manusia setelah meninggal dunia. Sebuah studi terpisah oleh Loretta Norton, ahli neurologi dari University of Western Ontario di jurnal The Canadian of Neurological Sciences pada 2017 menemukan, salah satu dari empat pasien kritis yang telah dimatikan daya dukung hidupnya menunjukkan aktivitas otak hingga 10 menit setelah mereka dinyatakan meninggal secara klinis, yaitu tidak adanya denyut nadi atau pupil. Pasien ini mengalami gelombang otak yang mirip dengan apa yang biasanya terlihat pada tidur nyenyak.