Potensi Pemanfaatan Air Mencapai 691 Miliar Meter Kubik
Potensi volume air yang bisa dan telah dimanfaatkan di Indonesia baru mencapai 222,59 miliar meter kubik. Ironisnya, krisis air masih menjadi langganan sejumlah daerah di Indonesia.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski kelangkaan air masih terjadi di beberapa daerah, Indonesia tercatat memiliki potensi pemanfaatan air mencapai 691,3 miliar meter kubik per tahun. Guna mendorong potensi ini, pemerintah terus menargetkan penyelesaian pembangunan infrastruktur pengelolaan air hingga pengendalian daya rusak yang disebabkan bencana alam.
Direktur Bina Teknik Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Winar Irianto menyampaikan, dari potensi air sebesar 691,3 miliar meter kubik, baru 222,59 miliar meter kubik per tahun yang dimanfaatkan saat ini. Pemanfaatan air terbesar atau sebanyak 79,6 persen digunakan untuk keperluan irigasi.
”Pemanfaatan air ini baru sekitar sepertiga atau seperempat dari total potensi air di Indonesia. Sebanyak 24,84 persen air permukaan juga dapat dimanfaatkan,” ujarnya dalam webinar memperingati Hari Air Sedunia, Senin (22/3/2021).
Pada kenyataannya, badan air banyak terkontaminasi oleh limbah domestik, industri, maupun peptisida. Oleh karena itu, teknologi tambahan untuk mengolah air mutlak diperlukan.
Selain air permukaan, kata Eko, terdapat juga potensi air baik dari cekungan air tanah (CAT) maupun non-CAT. Kementerian PUPR mencatat, pemakaian air dari CAT, yakni 47,2 persen, dan non-CAT 52,8 persen. Sementara jumlah CAT saat ini 42 buah dengan potensi 500 miliar meter kubik per tahun.
Eko menjelaskan, secara klasifikasi neraca air, kondisi air di tujuh pulau besar di Indonesia mengalami surplus. Namun, dari segi klasifikasi ketersediaan air per kapita terdapat kelangkaan, khususnya di Pulau Jawa. Sementara kondisi ketersediaan air per kapita di Pulau Bali dan Nusa Tenggara juga diklasifikasikan ada tekanan.
Guna mendorong potensi pemanfaatan air ini, Kementerian PUPR telah menetapkan target mengatasi krisis air periode 2020-2024. Sejumlah upaya percepatan yang dilakukan, antara lain, penyelesaian target pembangunan bendungan, embungan, situ, dan danau, meningkatkan akses penyediaan air baku, membangun irigasi dan rawa, hingga pengendalian daya rusak yang disebabkan bencana alam.
”Pengendalian daya rusak ini disebabkan karena banjir dan penanganan pantai sepanjang 2.100 kilometer. Kemudian juga ada penanganan drainase utama perkotaan, pembangunan sabo dam untuk penanganan rawan dampak letusan gunung berapi, hingga pengendalian lumpur Sidoarjo, yakni peningkatan tanggul sepanjang 10 kilometer,” katanya.
Terkait dengan peningkatan kapasitas tampung air, menurut Eko, saat ini 18 bendungan di sejumlah wilayah telah selesai dibangun. Bendungan yang telah dibangun dapat menampung air hingga volume 1,1 miliar meter kubik dengan layanan irigasi mencapai 116.162 hektar dan penyediaan air baku sekitar 7,24 meter kubik per detik.
Selain itu, 13 bendungan juga ditargetkan selesai tahun ini dengan volume tampung 728 juta meter kubik dan melayani irigasi seluas 134.799 hektar serta penyediaan air baku sebanyak 5,83 meter kubik per detik.
Pengolahan tambahan
Pendiri Indonesia Water Institute (IWI) Firdaus Ali mengatakan, semua instalasi pengolahan air minum yang dimiliki pemerintah daerah ditujukan untuk mengolah air baku sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Namun, pada kenyataannya, badan air banyak terkontaminasi oleh limbah domestik, industri, maupun peptisida. Oleh karena itu, teknologi tambahan untuk mengolah air mutlak diperlukan.
”Jika kita tidak mungkin mendapatkan air baku yang ideal, kita memang harus melakukan pengolahan tambahan. Di sisi lain, teknologi pengolahan air sekarang sudah berkembang seperti penggunaan membran. Pengolahan awal juga perlu dilakukan untuk memisahkan komponen yang akan mengganggu kesehatan,” katanya.
Firdaus menegaskan, perbaikan tata kelola air perlu didukung upaya dari individu seperti penghematan air untuk semua aktivitas. Air yang telah dipakai sebisa mungkin juga perlu digunakan untuk keperluan lain.
”Di level pemerintah saat ini sedang berusaha mencukupi kebutuhan air baku kita dengan membangun bendungan dan meningkatkan kapasitas daya tampung air sehingga kita mempunyai kekuatan dalam menyediakan air,” ucapnya.
Ia berharap, baik pemerintah maupun pelaku usaha jangan sampai mengonversi ruang resapan air. Sebab, selain berpotensi menuai bencana, hal ini juga akan mengabaikan upaya dalam menyimpan air yang dapat digunakan ketika musim kemarau.
”Negara-negara yang maju mampu mengonversi dan menghemat sumber daya air mereka. Negara tersebut juga mampu melindungi badan air sehingga tidak tercemar dan mencemarinya. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama,” tuturnya.