Penyebaran varian baru B.1.1.7 di sejumlah provinsi perlu diwaspadai. Varian baru dari SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, tersebut terbukti lebih menular dan lebih mematikan dibandingkan dengan varian lama.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Varian baru B.1.1.7 dikhawatirkan sudah menular di komunitas. Hal ini karena tiga dari enam kasus Covid-19 dengan varian baru SARS-CoV-2 yang ditemukan tersebut berasal dari sampel orang yang belum pernah bepergian dari luar negeri. Temuan ini perlu diikuti dengan peningkatan kewaspadaan karena varian ini diketahui lebih menular dan mematikan.
”Enam dari tiga sampel yang mengandung varian B.1.1.7 diambil dari pekerja migran Indonesia yang baru pulang dari Arab Saudi. Sementara tiga orang lainnya dari pasien di rumah sakit,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Jumat (12/3/2021).
Nadia menjelaskan, sampel dengan B.1.1.7 dari pekerja migran ini dua di antaranya beralamatkan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan satu orang lagi dari Kalimantan Timur. ”Semua pasien yang positif terinfeksi B.1.1.7 ini sudah menjalani karantina dan negatif. Jadi, sejauh ini tidak ada kasus varian baru yang beralamatkan di Jakarta,” tuturnya.
Sementara tiga sampel lainnya diambil dari pasien di rumah sakit di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Pasien ini diduga tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri. Pasien-pasien ini sudah menjalani isolasi terpusat dan mendapatkan perawatan hingga sembuh.
Menurut Nadia, sekalipun belum ada tanda-tanda ledakan kasus di daerah-daerah yang ditemukan varian baru B.1.1.7, upaya pelacakan dan pemantauan terus dilakukan. Dia juga mengingatkan agar masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan.
”Kita saat ini fokus memantau kasus yang mencurigakan, misalnya ada ledakan jumlah kasus di daerah tertentu secara tiba-tiba, ada pasien Covid-19 yang semula baik-baik saja, tiba-tiba meninggal. Atau ada kecenderungan pasien yang tidak respons terhadap obat-obatan yang diberikan,” tuturnya.
Data pusat data genom GISAID menyebutkan, varian B.1.1.7 dari Sumatera Selatan diambil pada 5 Januari 2021 dari sampel pasien perempuan berumur 44 tahun, sampel dari Kalimantan Selatan diambil 6 Januari 2021 dari pasien perempuan berumur 46 tahun, dan sampel dari Sumatera Utara pada 28 Januari 2021 dari pasien lelaki berumur 60 tahun. Ini berarti, varian baru tersebut diduga masuk sejak Januari 2021 atau sebelumnya.
Antisipasi dampak
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, dalam diskusi daring yang diselenggarakan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, mengatakan, peredaran varian baru SARS-CoV-2 akan membawa sejumlah konsekuensi dalam pengendalian pandemi ini.
”Varian B.1.1.7 ini bisa menginfeksi sel manusia dengan kecepatan lebih tinggi 40-70 persen. Dia menular lebih cepat dan ke lebih banyak orang sehingga akan meningkatkan angka reproduksi,” kata Amin.
Studi dipublikasikan di British Medical Journal pada 10 Maret 2021 juga menyebutkan, varian B.1.1.7 meningkatkan risiko kematian, yaitu rata-rata 64 persen lebih tinggi dibandingkan dengan varian lama SARS-CoV-2. Studi dilakukan oleh ahli pemodelan dari Universitas Exeter, Robert Challen, dan epidemiolog dari University of Bristol, Leon Danon.
Varian B.1.1.7 ini bisa menginfeksi sel manusia dengan kecepatan lebih tinggi 40-70 persen. Dia menular lebih cepat dan ke lebih banyak orang sehingga akan meningkatkan angka reproduksi.
Amin menambahkan, varian baru ini dikhawatirkan akan mengganggu akurasi tes PCR dan membuatnya tidak terdeteksi. ”Meski demikian, sampai saat ini belum dianggap perlu mengubah PCR karena penurunan (akurasi) belum signifikan,” ujarnya.
Saat ini adanya reinfeksi atau infeksi ulang Covid-19 di masyarakat sudah banyak dilaporkan. ”Hal ini bisa jadi virusnya belum hilang saat dinyatakan sembuh dan saat kondisi melemah lalu naik kembali tetapi biasanya reinfeksi oleh mutan yang berbeda. Virus kedua yang datang ini tidak dikenali oleh antibodi yang sudah terbentuk,” kata Amin.
Faktor lainnya, tambah Amin, antibodi yang terbentuk tidak cukup melindungi. Sebab, beberapa orang yang sudah sembuh memiliki kadar antibodi tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu, kadar antibodi orang yang sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19 harus diperiksa.
Selain itu, banyak kasus orang yang sudah divaksin tetap tertular. Itu bisa terjadi karena kekebalannya belum terbentuk saat terinfeksi. Namun, ada juga kemungkinan penderita masih terinfeksi karena virusnya beda sehingga antibodi tidak cukup melindungi walau kasusnya lebih ringan. Jadi, orang yang divaksin tetap bisa tertular sehingga masih harus pakai masker.
Sejauh ini, varian B.1.1.7 belum berdampak terhadap vaksin yang ada. Namun, dengan kemunculan varian-varian baru ini, seluruh dunia berlomba untuk secepatnya menjalankan program vaksinasi.
”Herd immunity (kekebalan kelompok) seharusnya bisa tercapai sebelum virusnya bermutasi lebih jauh,” tuturnya. Sejumlah kajian menunjukkan, varian baru B.1.135 dari Afrika Selatan dan P.1 dari Brasil bisa menurunkan efektivitas vaksin Covid-19.