Berharap Sang Asteroid ”Iblis” Tak Menabrak Bumi di 2029
Momen pada tahun 2029 memberi kesempatan kepada para astronom untuk mengenal Apophis atau asteroid ”iblis” lebih lengkap. Ada juga harapan agar tak terjadi tabrakan antara Apophis dan Bumi.
Asteroid Apophis telah melintas di dekat Bumi dengan aman pada Sabtu (6/3/2021). Meski demikian, astronom masih berhitung bahwa simpangan asteroid itu dengan Bumi pada 2029 mendatang tidak akan menimbulkan petaka di Bumi.
Saat Apophis berpapasan dengan Bumi pada Sabtu pukul 08.15 WIB, kedua benda langit itu dipisahkan jarak sejauh 16,8 juta kilometer atau 44 kali jarak Bumi-Bulan. Jarak sejauh itu memang sangat aman bagi Bumi sehingga terhindar dari potensi tabrakan dengan sang asteroid.
Namun, simpangan Bumi dengn Apophis pada akhir pekan lalu itu menjadi geladi resik terakhir bagi astronom sebelum asteroid itu mencapai titik terdekatnya dengan Bumi pada 13 April 2029. Saat itu, Apophis akan berada pada jarak 31.860 kilometer dari Bumi atau lebih dekat dibandingkan posisi satelit geostasioner yang ada di ketinggian 36.000 kilometer.
Dengan jarak sedekat itu, Apophis yang berdiameter 370 meter bisa tertarik oleh gravitasi Bumi. Jika hal itu benar-benar terjadi, situasinya bisa menjadi runyam. Bahkan, sejumlah astronom memprediksi ada potensi 3 persen bagi Apophis untuk menabrak Bumi pada 2029.
Namun, dengan penghitungan dan pengamatan lain, sejumlah astronom yakin Apophis tidak akan menabrak Bumi pada 2029. Karena itu, masyarakat tak perlu panik, cemas, atau khawatir dengan peristiwa tersebut.
Apophis adalah nama dewa kegelapan, kejahatan, dan kekacauan dalam mitologi Mesir kuno yang disimbolkan sebagai ular air.
Meski melintasnya asteroid di dekat Bumi pada jarak sedekat itu wajar dan berlangsung setiap saat, umumnya ukuran asteroid yang melintas hanya 5-10 meter. Sementara untuk asteroid setinggi Autograph Tower di Kompleks Thamrin Nine, Jakarta Pusat, itu sangat jarang terjadi.
”Peluang melintasnya asteroid sebesar itu di dekat Bumi sekitar satu kali setiap 1.000 tahun,” kata ilmuwan radar di Laboratorium Propulsi Jet Badan Penerbangan dan Antaraiksa Nasional Amerika Serikat (NASA), Marina Brozovic, kepada Space, 11 Februari 2021.
Pada 13 April 2029 itu, seperti dikutip dari NASA, Apophis bisa diamati dengan mata telajang dan terlihat seperti titik cahaya mirip bintang yang bergerak dari timur ke barat. Apophis mulai terlihat pada awal malam dari belahan Bumi selatan yang dimulai dari Australia, menyeberangi Samudra Hindia, ke utara khatulistiwa Afrika, dan mencapai titik terdekatnya dengan Bumi di atas Samudra Atlantik.
Pada jarak terdekat itu, Apophis bergerak sangat cepat sehingga hanya butuh satu jam untuk melintasi Samudra Atlantik. Selanjutnya, asteroid ini akan melintasi AS sebelum akhirnya bergerak makin menjauh dari Bumi.
”Sebelum peristiwa itu terjadi, astronom sudah harus bersiap karena simpangan Apophis pada 2029 adalah kesempatan pengamatan yang luar biasa,” tambahnya.
Penemuan
Asteroid yang bernama lengkap 99942 Apophis ini pertama kali ditemukan oleh Roy Tucker, David Tholen, dan Fabrizio Bernardi dari Observatorium Nasional Kitt Peak di Tucson, Arizona, AS, pada 19 Juni 2004. Temuan ini merupakan bagian dari program pemantauan asteroid dekat Bumi yang berpotensi membahayakan Bumi.
Sejak penemuan itu, Apophis sudah menimbulkan kegemparan di kalangan astronom. Berbagai perhitungan menunjukkan adanya potensi asteroid itu menabrak Bumi meski sangat kecil. Namun, dalam setiap perhitungan ada rentang ketidakpastian yang punya dua konsekuensi, bisa menghindarkan Bumi dari tabrakan dengan asteroid tersebut atau justru meningkatkan risiko tertabrak asteroid.
Karakter inilah yang membuatnya dinamai Apophis sebagai perlambang dari ancaman kekacauan yang ditimbulkannya. Apophis adalah nama dewa kegelapan, kejahatan, dan kekacauan dalam mitologi Mesir kuno yang disimbolkan sebagai ular air.
Meski demikian, para astronom percaya diri bahwa peluang papasan Apophis akan berdampak pada Bumi pada tahun 2029 sangat kecil, kurang dari 1 per 100.000 dalam beberapa dekade mendatang. Artinya, potensi Bumi selamat dari tabrakan dengan Apophis akibat simpangan itu jauh lebih besar.
Dalam sejarah manusia, Bumi memang tidak pernah aman dari tabrakan dengan asteroid dan benda langit sejenis. Air dan kehidupan di Bumi saat ini diperkirakan berasal dari material yang ada dalam asteroid yang menumbuk Bumi di masa lalu. Namun, tabrakan asteroid pula yang membuat dinosaurus punah.
Di era modern, sekitar satu abad terakhir, setidaknya tercatat dua kali masuknya asteroid ke Bumi hingga berdampak bagi kehidupan di atasnya. Seperti dikutip dari Live Science, 29 Mei 2020, sebuah asteroid jatuh di wilayah Tunguska, Siberia, Rusia, pada 1908 hingga membakar 2.000 kilometer persegi hutan dan menghanguskan 80 juta pohon.
Baca juga : Wahana Penabrak Asteroid Pengancam Bumi Siap Diuji
Sementara pada 15 Februari 2013, sebuah asteroid melintas dan meledak di Chelyabinsk, Rusia, hingga menyebabkan lebih 1.200 orang terluka serta menghancurkan kaca-kaca jendela di lebih dari 4.000 gedung di wilayah tersebut (Kompas, 18 Februari 2013).
Namun, itu semua tidak sebanding dengan Apophis. ”Apophis 300 kali lebih masif dari asteroid di Tunguska dan 5.000 kali lebih masif dibandingkan asteroid di Chelyabinsk,” kata ahli keplanetan di Institut Teknologi Massachusetts, AS, Richard Binzel.
Karakter
Pada papasan Apophis dengan Bumi pada 2029 nanti, astronom bisa mempelajari lebih detail ukuran, bentuk, komposisi, dan kemungkinan struktur dalam asteroid tersebut. Sejauh ini, Apophis dikelompokkan sebagai asteroid tipe-S atau batuan karena kandungan utamanya adalah batu silikat, besi, dan nikel.
Sama halnya dengan asteroid lain, Apophis diperkirakan terbentuk sebagai sisa pembentukan awal tata surya pada 4,6 miliar tahun lalu. Letak asli asteroid di tata surya adalah di wilayah Sabuk Utama asteroid, yaitu daerah kumpulan asteroid di antara orbit Mars dan Jupiter.
Namun, pengaruh gravitasi planet-planet di sekitarnya, khususnya Jupiter, membuat Apophis kini mengelilingi Matahari di dekat Bumi. Posisi itu membuat Apophis saat ini dikelompokkan sebagai asteroid dekat Bumi (near-earth asteroid/NEO), bukan lagi asteroid Sabuk Utama.
Apophis mengelilingi Matahari setiap 323,6 hari atau hampir 11 bulan sekali. Sambil berputar mengitari Matahari, Apophis juga berotasi atau berputar pada porosnya. Uniknya, karena Apophis berbentuk mirip kacang, yaitu dua bulatan yang bersatu, rotasinya pun memiliki dua arah berbeda.
Perputaran Apophis pada sumbu pendeknya butuh waktu 30 jam sekali. Sementara rotasi pada sumbu panjangnya membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan rotasi pada sumbu pendeknya. Akibatnya, selain berputar, asteroid ini juga terlihat seperti berguling-guling. Kedua gerak itu dilakukan sembari Apophis mengitari Matahari.
Selama perjalanannya mengelilingi Matahari, jarak terjauh Bumi-Apophis mencapai dua kali jarak Bumi-Matahari dan jarak terpendeknya hanya 31.860 kilometer, yang dicapai pada 2029 nanti. Dari catatan astronom, jarak terdekat Apophis-Bumi pada 2029 itu juga merupakan jarak terdekat papasan asteroid seukuran 300-an meter dengan Bumi.
Meski kemungkinan besar papasan Apophis dengan Bumi pada 2029 tidak akan menabrak Bumi, semua itu akan sangat bergantung pada bagaimana pola interaksi Bumi dan Apophis nantinya.
Sayangnya, sifat Apophis mungkin tidak akan pernah sama setiap kali berpapasan dengan Bumi akibat pengaruh gravitasi obyek lain selama asteroid itu memutari Matahari. Situasi itulah yang menimbulkan ketidakpastian dalam papasan Bumi-Apophis pada 2029 mendatang.
Gravitasi Bumi bisa saja menarik Apophis untuk lebih dekat dengan Bumi atau menarik batuan yang ada di permukaan Apophis hingga tersebar ke lingkungan sekitar. Bahkan, gravitasi Bumi juga bisa memulurkan Apophis hingga ukurannya berubah.
Namun, seberapa dramatis efek pemuluran Apophis itu sangat bergantung pada banyak hal, mulai dari bentuk asalnya, arah atau posisi selama berpapasan dengan Bumi, hingga materi yang terkandung di dalamnya.
Jika saat berpapasan dengan Bumi nantinya bagian Apophis yang lebih panjang yang menghadap Bumi, tiap bagian dari Apophis akan menerima dampak gravitasi Bumi yang lebih kecil. Namun, jika bagian yang lebih pendek justru yang menghadap Bumi, akan ada tarik-menarik antara Bumi dan Apophis.
Baca juga : Babak Baru Penambangan Asteroid
Sementara itu, jika kandungannya adalah batuan padat, Apophis akan lebih mampu menahan gravitasi Bumi. Sebaliknya, jika berisi batuan yang lebih kecil, Apophis akan lebih mudah terpengaruh gravitasi Bumi.
”Bagaimanapun respons Apophis terhadap gravitasi Bumi sangat bergantung pada bagaimana dia terbentuk dan itu adalah sesuatu yang astronom tidak ketahui. Astronom tidak tahu bagaimana dua bulatan di Apophis itu bisa menyatu karena belum ada teknologi yang bisa menembus bagian dalam asteroid,” ujar Binzel.
Ketidakpastian ini pernah dialami pada 1993 saat astronom mendeteksi komet baru yang dinamai Shoemaker-Levy-9. Padahal, komet itu sejatinya adalah pecahan komet yang melintas terlalu dekat dengan Jupiter. Sejumlah astronom memprediksi tidak akan terjadi apa-apa, tetapi ada pula yang memperkirakan pecahan komet ini akan menabrak Jupiter.
Baca juga : Tumbukan Asteroid Bisa Buat Mars Layak Huni
Akhirnya, Shoemaker-Levy-9 itu benar-benar menabrak Jupiter. ”Ada ketidakpastian besar dari tabrakan itu karena pengetahuan kita. Kondisi sama juga terjadi pada Apophis,” kata Binzel.
Tabrakan Shoemaker-Levy-9 itu membuat astronom memiliki pengetahuan baru tentang pecahan komet, materi es pembentuknya, hingga Jupiter dan atmosfernya. Pengetahuan baru itu juga akan didapat saat Apophis melintas di dekat Bumi pada 2029 nanti.
Namun, di tengah besarnya harapan untuk memperoleh pengetahuan baru tentang asteroid itu, manusia juga berharap bahwa simpangan Apophis dengan Bumi delapan tahun lagi itu tidak menimbulkan dampak yang mencelakakan bagi Bumi, khususnya bagi makhluk hidup di atasnya.