Meski penggunaan merkuri untuk alat kesehatan telah dilarang di Indonesia, data internasional masih menunjukkan aliran bahan berbahaya tersebut ke Indonesia.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Meski impor alat kesehatan yang mengandung merkuri telah dilarang, masih terdapat data dan laporan dari perdagangan internasional yang menunjukkan adanya ekspor amalgam gigi ke Indonesia. Peraturan pelarangan impor dan perdagangan daring tentang merkuri perlu diperjelas agar tidak ada lagi penggunaan bahan berbahaya ini khususnya pada bidang kesehatan gigi.
Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati menyampaikan, tahun 2017 hingga 2020 masih terdapat ekspor amalgam gigi ke Indonesia dari negara lain. Hal ini terungkap dari penelusuran data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Basis Data Statistik Perdagangan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Comtrade).
“Saya tidak tahu apakah ini ada kebocoran atau salah HS code (kode penggolongan dan perdagangan barang). Ini mungkin yang harus menjadi perhatian di Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan untuk memeriksa HS code tersebut apakah benar atau tidak,” ujarnya dalam webinar bertajuk “Kesehatan Gigi Bebas Merkuri”, Selasa (9/3/2021).
Di Indonesia perkembangannya sangat luar biasa dari 2016 kita sudah mulai tidak ada lagi (amalgam gigi) di klinik. (Yuyun Ismawati)
Menurut data yang terangkum tersebut, ekspor amalgam gigi dengan kode HS 285390 dari negara-negara di dunia ke Indonesia pada 2020 yakni 126 ton dengan nilai leboh dari 556.000 dollar AS. Pada 2019, ekspor amalgam gigi ke Indonesia bahkan mencapai 230 ton, sedangkan 2018 sebanyak 199 ton dan 2017 tercatat 181 ton.
Pelarangan impor alat kesehatan yang mengandung merkuri tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Barang Dilarang Impor. Jenis alat kesehatan tersebut antara lain amalgam gigi, alat ukur tekanan darah (stigmomanometer) air raksa, dan termometer air raksa.
Yuyun menjelaskan, selain berbahaya bagi kesehatan, penggunaan merkuri di sektor kesehatan gigi juga akan melepaskan emisi yang berdampak buruk bagi lingkungan. Pelepasan emisi tersebut bisa terjadi dari penggunaan produk merkuri dari klinik gigi, pabrik pendaur ulang, hingga pengolahan maupun insenerasi.
Berdasarkan data dari Program Lingkungan PBB (UNEP), penggunaan merkuri untuk amalgam gigi di seluruh dunia pada 2016 mencakup sebanyak 21 persen. Masih tingginya penggunaan amalgam gigi di sejumlah negara membuat Konvensi Minamata 2013 tentang merkuri menyepakati bahwa perlunya penghapusan bahan berbahaya ini.
“Ada beberapa negara yang sudah sukses menunjukkan pengurangan dan penghapusan merkuri di sektor kesehatan gigi terutama negara Eropa dengan membutuhkan waktu sekitar 20 tahun. Di Indonesia perkembangannya sangat luar biasa dari 2016 kita sudah mulai tidak ada lagi (amalgam gigi) di klinik,” kata Yuyun.
Guna Indonesia terbebas dari penggunaan merkuri khususnya di sektor kesehatan gigi, Yuyun berharap agar peraturan pelarangan impor dapat diperjelas terutama terkait kode perdagangan. Selain itu, perlu juga mengontrol dan memperjelas aturan pelarangan dalam perdagangan daring.
“Di bagian tengah kami berharap ada kurikulum dan bahan ajar yang ditinjau kembali termasuk materi untuk cabut amalgam dengan aman harus ditambahkan. Harus ada juga peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan profesi kesehatan gigi,” ucapnya.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) Sri Hananto Seno mengatakan, penggunaan amalgam gigi dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Reaksi yang ditimbulkan dari keracunan akut seperti alergi dan iritasi. Sementara keracunan kronis di antaranya terjadi peradangan pada gusi, tenggorokan, hingga bagian mulut yang lebih meluas.
Menurut Hananto, sejak 2014 PDGI telah membuat standardisasi sistem pelayanan kesehatan dasar gigi agar tidak menggunakan amalgam kembali. Sejak 2017 hingga saat ini, ia juga telah memeriksa tidak adanya lagi impor amalgam di Indonesia.
Laporan fasyankes
Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang mengatakan, pada 2020 sebanyak 37,8 persen fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di seluruh Indonesia telah melaporkan kemajuan penghapusan alat kesehatan bermerkuri. Sulawesi Utara menjadi provinsi yang paling banyak melaporkan kemajuan penghapusan tersebut disusul Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Kalimantan Tengah.
“Dari hasil pelaporan, 40 persen fasyankes menyatakan tidak memiliki kendala dalam penghapusan alkes bermerkuri. Namun, terdapat juga 25 persen fasyankes yang belum mengetahui adanya pedoman resmi,” ucapnya.
Vensya menegaskan, penghapusan alat kesehatan bermerkuri wajib dilaksanakan karena amanat dari Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Upaya percepatan ini perlu didukung dengan peningkatan cakupan pelaporan secara daring dan rencana mekanisme penarikannya ke depo penyimpanan oleh pemerintah daerah.
Mengacu pada Program Pembangunan PBB (UNDP) , produk-produk amalgam gigi dapat diganti dengan alat alternatif lainnya seperti resin komposit, porselen, dan glass ionomer yang terbuat dari akrilik serta komponen kaca yang disebut fluoroaluminosilicate.