Konsumsi Merokok Cenderung Meningkat Selama Pandemi
Perilaku merokok selama pandemi Covid-19 meningkat. Kondisi itu dipicu oleh tekanan psikologis yang dialami sebagian masyarakat. Padahal, konsumsi rokok bisa memperberat gejala penyakit tersebut.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi rokok bisa menjadi pemicu berbagai penyakit, yang menjadi komorbid dan berisiko meningkatkan keparahan jika terserang Covid-19. Namun, konsumsi rokok di Indonesia cenderung stabil, bahkan secara global meningkat selama pandemi.
Hasil studi dari Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan, tidak ada perubahan pola konsumsi rokok di masa pandemi terhadap 47,6 persen responden perokok. Riset ini juga menemukan 44,5 persen responden melaporkan konsumsi alkohol tidak berubah dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19.
”Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan jiwa. Perubahan pola konsumsi rokok, selain alkohol, menjadi tantangan baru bagi praktisi kesehatan, terutama bidang adiksi. Riset yang telah dilakukan ini diharapkan membantu pemerintah dalam penyusunan regulasi terkait upaya preventif dan intervensi konsumsi alkohol dan rokok,” kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, di Jakarta, Jumat (5/3/2021), mengomentari kajian ini.
Selain para peneliti dari FKUI, kajian yang dipublikasikan di Jurnal Frontiers in Psychiatry edisi 2 Februari 2021 ini bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, dengan penulis utama Enjeline Hanafi. ”Perubahan perilaku ini patut diwaspadai untuk mengantisipasi peningkatan beban psikologis akibat kondisi saat ini,” tulis Enjeline dan tim.
Kuesioner disebar secara daring pada 28 April hingga 1 Juni 2020 melalui beberapa aplikasi media sosial. Selain itu, kuesioner disebarkan melalui perusahaan milik negara, akademisi universitas, dan mahasiswa, serta responden yang diminta turut menyebarkan tautan kuesioner kepada orang lain.
Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan jiwa. Perubahan pola konsumsi rokok, selain alkohol, menjadi tantangan baru bagi praktisi kesehatan.
Riset dengan survei daring yang melibatkan 4.584 responden ini menemukan, peningkatan konsumsi pada 25,7 persen orang yang mengkonsumsi minuman beralkohol dan peningkatan 20,1 persen pada orang yang merokok.
Pembatasan sosial
Namun, responden yang berdomisili di provinsi yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengalami penurunan konsumsi alkohol. Demikian halnya, perilaku merokok juga lebih banyak mengalami penurunan.
”Hal ini dikaitkan dengan meningkatnya pemahaman warga terkait hubungan negatif antara merokok dan Covid-19 yang dapat memperburuk gejala. Akan tetapi, penurunan konsumsi rokok juga didapatkan berkorelasi dengan peningkatan jumlah gejala psikologis, seperti kecemasan, sensitivitas interpersonal, dan perilaku psikotik yang mungkin didorong akibat penurunan konsumsi nikotin,” papar Enjeline.
Kondisi global
Dampak pandemi terhadap tekanan psikologis hingga memengaruhi konsumsi rokok juga dilaporkan para peneliti dari Mailman School of Public Health Columbia University yang dipublikasikan dalam International Journal of Drug Policy pada 4 Maret 2021.
Hampir semua responden melaporkan peningkatan stres, meliputi ketakutan tentang virus, ketidakpastian pekerjaan, dan efek psikologis dari isolasi, serta menggambarkan hal ini sebagai pendorong utama peningkatan konsumsi rokok di Amerika Serikat selama masa penguncian (lockdown).
Mengingat bahwa perilaku penggunaan tembakau diperkirakan meningkat selama pandemi, tim peneliti dari Columbia University ini mengusulkan beberapa rekomendasi kebijakan. Di antaranya, perluasan pembatasan penjualan rokok, pembentukan dan penegakan aturan rumah bebas asap rokok untuk melindungi anggota rumah tangga, dan menjalankan terapi penggantian nikotin.
Sejumlah kajian telah menunjukkan kaitan rokok dan risiko keparahan Covid-19. Misalnya, kajian Nicholas S Hopkinson dari National Heart and Lung Institute, Imperial College London dan tim di British Medical Journal (BMJ) edisi 22 November 2020 menyebutkan, orang yang merokok berada pada peningkatan risiko mengembangkan gejala Covid-19.
Kajian ini menganalisis data 2.401.982 pasien dengan usia rata-rata 43,6 tahun dan prevalensi merokok keseluruhan 11 persen. Sebanyak 834.437 (35 persen) melaporkan diri dalam kondiri tidak sehat dan mengalami satu atau lebih gejala.
Temuan utama dari kajian terhadap populasi prospektif yang besar ini adalah merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko yang secara substansial mengembangkan gejala mengarah pada Covid-19, serta beban gejala lebih besar, yang menunjukkan dampak merokok pada tingkat keparahan penyakit. Di antara mereka yang positif Covid-19, perokok memiliki beban gejala lebih tinggi dan lebih cenderung perlu ke rumah sakit dibandingkan dengan nonperokok.