Curi Perhatian, Perburuan Burung Pelanduk Kalimantan Diantisipasi
Penemuan burung pelanduk kalimantan di Kalimantan Selatan mencuri perhatian dunia. Untuk menjaga kelestariannya, perburuan terhadap burung yang selama lebih dari 170 tahun tidak ada datanya itu mulai diantisipasi.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Penemuan burung pelanduk kalimantan di Kalimantan Selatan mencuri perhatian dunia. Sebab, selama lebih dari 170 tahun tidak ada informasi yang jelas dan lengkap mengenai spesies burung tersebut. Untuk menjaga kelestariannya, perburuan terhadap burung pelanduk kalimantan mulai diantisipasi.
Penemuan kembali burung pelanduk kalimantan atau black-browed babbler (Malacocincla perspicillata) terangkum dalam artikel yang diterbitkan lembaga amal konservasi burung yang berbasis di Inggris, Oriental Bird Club, melalui jurnal BirdingASIA, 25 Februari 2021. Dalam artikel itu disebutkan, burung ditemukan oleh dua warga lokal di Kalimantan Selatan pada Oktober 2020.
Aktor Amerika Serikat dan pencinta lingkungan, Leonardo DiCaprio, melalui akun media sosial Instagram-nya juga mengunggah ulang foto dan cerita penemuan burung pelanduk kalimantan sebagaimana diunggah oleh akun @global_wildlife_conservation. Sampai dengan Rabu (3/3/2021), unggahan Leonardo DiCaprio disukai 418.356 akun dan mendapat 2.301 komentar.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan Mahrus Aryadi mengatakan, burung pelanduk kalimantan belum masuk spesies yang dilindungi. Badan Konservasi Dunia (IUCN) pada 2008 memasukkannya dalam kategori kekurangan data, sedangkan di dalam Konvensi tentang Perdagangan Internasional Satwa dan Tumbuhan (CITES) termasuk Non Appendix.
Burung pelanduk kalimantan termasuk burung kicau, tetapi tidak begitu diketahui masyarakat karena sifat spesies yang kurang mencolok sehingga kurang teramati. Namun, tidak tertutup kemungkinan, burung tersebut akan jadi buruan masyarakat setelah berita kemunculannya menggemparkan dunia.
”Kami mengantisipasi perburuan terhadap burung itu dengan kegiatan patroli rutin kawasan, sosialisasi bersama berbagai pihak, misalnya dengan Ikatan Motor Indonesia untuk menjangkau daerah pedalaman, serta melalui media sosial,” kata Mahrus, Rabu (3/3/2021).
Sebelumnya, Mahrus juga mengapresiasi semua pihak yang telah mengidentifikasi burung pelanduk kalimantan, membuat perbandingan dengan spesimen jenis yang ada di Belanda, serta melakukan konsultasi dengan pengamat burung nasional maupun internasional.
”Langkah selanjutnya, sangat dimungkinkan untuk melakukan survei guna mengetahui lokasi, populasi, maupun habitat, serta status keterancaman burung tersebut,” katanya.
Pengendali Ekosistem Hutan Pertama Balai Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, Teguh Willy Nugroho, yang turut menulis artikel di jurnal BirdingASIA menyebutkan, burung pelanduk kalimantan ditemukan oleh rekannya yang berada di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.
”Kami tidak mau menyebut detail penemuannya karena burung itu masih dalam pengamatan. Kita semua berusaha menjaga populasinya di alam,” ujar Teguh.
Burung pelanduk tidak mungkin hilang selama ratusan tahun karena selama ini masih bisa dijumpai di hutan-hutan Pegunungan Meratus. (Benyamin Uhil)
Tidak hilang
Ketua Umum Perkumpulan Dayak Meratus (Kumdatus) Kalsel Benyamin Uhil mengatakan, burung pelanduk tidak mungkin hilang selama ratusan tahun karena selama ini masih bisa dijumpai di hutan-hutan Pegunungan Meratus.
”Masyarakat adat juga tidak pernah memburu burung pelanduk karena burung tersebut bukan burung yang istimewa bagi masyarakat Dayak Meratus. Beda halnya dengan burung enggang, yang selama ini memang menjadi simbol dalam ritual adat dan budaya Dayak,” tuturnya.
Ketua Umum Kerukunan Suku Dayak Meratus (KSDM) Kalsel Kapau Fauziono, yang tinggal di Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, juga memastikan burung pelanduk masih ada dan tidak pernah hilang meskipun saat ini mulai susah ditemukan seperti banyak jenis burung lainnya.
”Kami masih biasa menemukan burung pelanduk di hutan dan tidak pernah memburunya. Kami juga tidak akan membiarkan orang luar masuk ke dalam hutan wilayah adat kami untuk memburu burung dan binatang lainnya,” kata Kapau.