Penguatan Pengawasan Bantu Kurangi Deforestasi
Pengawasan pada perizinan ataupun kondisi hutan secara tersistem bisa membantu pencegahan deforestasi. Di sisi lain, pemerintah menyebutkan, data terbaru deforestasi periode 2019-2020 di Indonesia turun signifikan.
JAKARTA, KOMPAS — Penegakan hukum dinilai bukan menjadi faktor kunci dalam mengatasi permasalahan deforestasi ataupun korupsi di sektor sumber daya alam, khususnya kehutanan, melainkan pengawasan.
Dibutuhkan perubahan birokrasi yang saling terkait antara pihak pengawas dan penegak hukum sehingga dapat menyelesaikan salah satu masalah mendasar deforestasi, yakni tata kelola kehutanan.
Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University Hariadi Kartodihardjo dalam diskusi daring bertajuk ”Korupsi, Deforestasi, dan Penegakan Hukum”, Rabu (3/3/2021). Menurut Hariadi, dalam mengatasi deforestasi dan korupsi di sektor sumber daya alam (SDA), setiap pihak yang mengeluarkan izin pemanfaatan hutan seharusnya dapat juga mengawasi tata kelola tersebut.
”Persoalan sekarang adalah jumlah izin yang keluar itu tidak pernah dihubungkan dengan kemampuan pengawasan. Apalagi dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja semua dimudahkan dan muncul pertanyaan siapa yang mengawasi,” ujarnya.
Penurunan deforestasi terjadi karena upaya penegakan hukum yang konsisten dilakukan KLHK.
Hariadi menjelaskan, masalah tata kelola kehutanan yang masih buruk di tingkat tapak ini akan menyebabkan ketidakpastian hak, seperti konflik antarperizinan dan ketidakjelasan penanggung risiko jika terjadi kerusakan. Hal ini juga akan menimbulkan kurangnya partisipasi masyarakat hingga menimbulkan ketidakpedulian terhadap hutan.
”Kondisi yang sekarang terjadi, setiap unit kerja, baik pemberi izin, penegakan hukum, maupun perehabilitasi hutan, itu saling bekerja sendiri. Padahal, sebenarnya informasi penegakan hukum tergantung dari pemberi izin. Cara penyelesaiannya hal ini dapat melalui satu dimensi perubahan birokrasi, bukan hanya untuk deforestasi, tetapi juga pembangunan berkelanjutan secara umum,” katanya.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Kiki Taufik mengatakan, secara nasional angka deforestasi selama beberapa tahun terakhir memang mengalami penurunan. Namun, daerah yang kaya hutan, seperti Papua, justru mengalami peningkatan deforestasi. Hal ini karena sejumlah wilayah dengan tutupan hutan alam sangat luas telah dilepas untuk perkebunan sawit dan kebun kayu.
”Salah satu contoh, di tanah Papua, sekitar 1,4 juta hektar hutan telah dialokasikan untuk izin kebun sawit. Belum lagi kalau kita bicara tentang infrastruktur jalan trans-Papua terus dilakukan dan benar-benar mendorong deforestasi,” ujarnya.
Baca juga : Ancaman terhadap Hutan Alam Masih Tinggi
Kiki memandang, ke depan deforestasi berpotensi semakin meningkat seiring dengan berlakunya UU Cipta Kerja. Sebab, dalam UU Cipta Kerja terdapat ketentuan penghapusan batas minimal 30 persen kawasan hutan dan lemahnya sanksi terkait penyelesaian ketelanjuran usaha ilegal dalam kawasan hutan.
Di sisi lain, penegakan hukum untuk korporasi yang terbukti menyebabkan deforestasi juga dinilai Kiki masih belum maksimal. Dari hasil kajian Greenpeace, kebakaran berulang sepanjang 2015-2019 masih kerap terjadi di area milik grup perusahaan kelapa sawit yang sebelumnya telah mendapatkan sanksi. Hal ini menandakan bahwa penegakan hukum tidak memberi efek jera.
Penghitungan deforestasi
Secara terpisah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga merilis data deforestasi Indonesia tahun 2020 yang telah disesuaikan dengan peta rupa bumi Indonesia terbaru.
Pemantauan ini dilakukan melalui citra satelit Landsat 8 OLI tahun 2019 dan 2020 yang disediakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dan diidentifikasi secara visual oleh tenaga teknis yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hasil pemantauan tersebut menunjukkan, Indonesia masih memiliki tutupan hutan seluas 95,6 juta hektar (ha) atau 50,9 persen dari total daratan. Sementara deforestasi neto Indonesia di dalam dan di luar kawasan hutan periode 2019-2020 tercatat sebesar 115.459 ha atau turun 75,03 persen.
Kalimantan menjadi wilayah dengan deforestasi terbesar, yakni 41.500 ha, disusul Nusa Tenggara (21.300 ha), Sumatera (17.900 ha), Sulawesi (15.300 ha), Maluku (10.900 ha), Papua (8.500 ha), dan Jawa (34 ha).
Baca juga : Deforestasi dan Pelanggaran HAM Masih Terjadi di Papua dan Kalimantan Tengah
Selain itu, luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2020 adalah 296.000 hektar. Namun, karhutla yang terjadi pada tutupan lahan dan mengakibatkan deforestasi tercatat relatif kecil, yaitu seluas 1.100 hektar atau 0,4 persen.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha Agung Sugardiman mengklaim bahwa penurunan deforestasi dipengaruhi oleh sejumlah regulasi yang diterbitkan KLHK untuk mencegah perambahan hutan dan penerapan instruksi presiden tentang penghentian izin baru kawasan hutan. Pengendalian karhutla dan kerusakan gambut secara masif juga dinilai turut memengaruhi penurunan deforestasi ini.
”Yang sangat signifikan, penurunan deforestasi terjadi karena upaya penegakan hukum yang konsisten dilakukan KLHK. Upaya dalam memperbaiki pengelolaan hutan primer dan lahan gambut itu juga sangat signifikan dalam penurunan deforestasi,” katanya.
Baca juga : Deforestasi Nasional Turun, di Papua Justru Meningkat
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK Belinda Arunarwati Margono mengatakan, angka deforestasi tersebut merupakan penurunan terendah yang pernah dicapai. Penurunan angka deforestasi ini diperoleh secara kredibel dan sistematis serta dikerjakan oleh para profesional di setiap daerah.
Belinda menepis anggapan bahwa penurunan deforestasi ini terjadi karena kondisi hutan di Indonesia yang juga berkurang dan kecenderungan deforestasi saat ini yang mengarah ke wilayah timur. Menurut dia, hasil inventarisasi menunjukkan, tutupan hutan alam masih tersisa sebanyak 50 persen dari total luas daratan Indonesia.
”Indonesia sebenarnya tidak menggunakan konsep zero deforestation (nol deforestasi) karena dalam NDC (dokumen perubahan iklim sesuai Kesepakatan Paris) sudah dikatakan bahwa Indonesia masih memiliki deforestasi. Ini karena Indonesia masih membangun dan tentunya deforestasi kita tekan seminimal mungkin,” tuturnya.