Mengejar Kekebalan Komunitas dari Covid-19
Dunia, termasuk Indonesia, sedang berkejaran waktu untuk secepatnya menyelesaikan vaksinasi untuk bebas dari pandemi Covid-19. Ini agar jangan melupakan langkah dasar protokol kesehatan serta pengetesan dan pelacakan.
Vaksinasi memang bukan senjata pamungkas untuk mengatasi penularan Covid-19. Namun, cara ini patut diupayakan agar tingkat kesakitan dan kematian akibat infeksi dari virus SARS-CoV-2 bisa ditekan. Berbagai negara pun berebut untuk bisa mengamankan kuantitas vaksin yang dibutuhkan untuk warganya.
Indonesia sudah mulai menjajaki kerja sama dengan beberapa produsen vaksin Covid-19 di tingkat global sejak tahun lalu. Sejumlah kerja sama pun telah menunjukkan hasil, baik dari hasil kerja sama secara bilateral maupun multilateral. Hal ini bisa menjadi kabar baik karena masih ada sekitar 130 negara yang bahkan belum bisa mengakes satu dosis pun vaksin Covid-19.
Setidaknya, sebanyak 329 juta dosis vaksin berhasil diamankan dengan potensi tambahan lagi sebanyak 334 juta dosis. Diharapkan Indonesia bisa mendapatkan vaksin sampai 663 juta dosis. Jumlah tersebut dibutuhkan agar target sasaran vaksinasi Covid-19 bisa terpenuhi.
Semakin cepat vaksinasi diberikan, semakin cepat pula kekebalan yang bisa terbentuk. Itu pun harus menyasar pada masyarakat luas.
Untuk mencapai kekebalan komunitas (herd immunity) dari infeksi virus penyebab Covid-19, sedikitnya 70 persen penduduk harus mendapatkan vaksin. Artinya, lebih dari 180 juta penduduk harus divaksinasi. Apabila satu orang butuh dua dosis vaksin, jumlah dosis yang harus dimiliki adalah 362 juta dosis.
Secara bertahap vaksin akan dikirimkan dari setiap produsen vaksin. Berdasarkan rencana pengadaan vaksin Covid-19 yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR pada 12 Januari 2021, vaksin akan didapatkan dari Sinovac, Novavax, AstraZeneca, Pfizer, dan Covax/Gavi.
Dari Sinovac, sebanyak 3 juta dosis vaksin jadi sudah diterima dan secara bertahap akan dikirimkan pula 122,5 juta dosis dalam bentuk vaksin setengah jadi (bulk/bahan baku). Bahan baku vaksin ini yang kemudian akan diproses oleh PT Bio Farma untuk menjadi vaksin jadi yang siap didistribusikan ke masyarakat.
Selain itu, sebanyak 50 juta dosis vaksin juga akan didapatkan dari Novavax yang diperkirakan tiba secara bertahap mulai Juni 20201-Maret 2021. Terdapat juga 50 juta dosis vaksin dari AstraZeneca yang tiba pada kuartal kedua 2021 sampai kuartal pertama 2022, sebanyak 50 juta dosis vaksin dari Pfizer pada kuartal ketiga 2021 sampai kuartal pertama 2022, serta 54 juta dosis vaksin dari kerja sama multilateral melalui Covax/Gavi.
Baca juga: Vaksin Ampuh untuk Covid-19
Jika semua rencana tersebut lancar, program vaksinasi Covid-19 diperkirakan bisa tuntas selama 15 bulan atau sekitar kuartal pertama 2022. Namun, Presiden menargetkan, vaksinasi ini bisa selesai selama 12 bulan. Karena itu, strategi yang dilakukan saat ini dengan mendorong produsen vaksin agar bisa lebih cepat mengirimkan vaksin dari waktu yang sebelumnya telah disepakati.
Pemerintah Indonesia menargetkan 181,5 juta penduduk yang harus divaksinasi. Itu mulai dari petugas kesehatan sebagai prioritas pertama, kemudian lansia serta petugas publik, seperti pedagang pasar, guru dan tenaga pendidik, petugas pariwisata, atlet, pejabat negara, tokoh agama, pejabat pemerintah, dan wartawan. Setelah itu, menyusul masyarakat umum yang mendapatkan vaksinasi dengan mempertimbangkan tingkat risiko yang dihadapi.
Dari laporan harian Satuan Tugas Penangan Covid-19, jumlah penduduk yang sudah divaksinasi per 1 Maret 2021 sebanyak 1,4 juta orang. Jumlah itu baru menyasar pada tenaga kesehatan sehingga diperkirakan lebih dari itu karena sebagian petugas pelayan publik dan lansia sudah mulai divaksinasi.
Vaksinasi massal
Juru bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, Sabtu (27/3/2021), menyampaikan, selain mengamankan kebutuhan vaksin di Indonesia, proses pelaksanaan vaksinasi juga harus dipastikan berjalan dengan lancar. Semakin cepat vaksinasi diberikan, semakin cepat pula kekebalan yang bisa terbentuk. Itu pun harus menyasar pada masyarakat luas.
Pelaksanaan vaksinasi ini pula yang saat ini menjadi tantangan yang harus dihadapi tepat pada saat satu tahun pandemi Covid-19 berlangsung di Tanah Air. Setidaknya, hal ini juga yang menjadi pertanda adanya progres dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
Akan tetapi, itu juga bukan berarti tanpa kendala. Proses vaksinasi harus bisa dikejar agar semakin banyak masyarakat yang mendapatkan vaksinasi dengan jangka waktu yang singkat. Jika rata-rata cakupan vaksinasi sekitar 100.000 orang per hari, jumlah orang yang sudah divaksinasi selama satu bulan hanya sekitar 3 juta orang atau sekitar 36 juta dalam setahun. Padahal, pemerintah memiliki target ambisius dengan 180 juta orang dalam satu tahun.
Target ambisius ini sebenarnya bukan tanpa alasan. Cakupan vaksinasi secara luas harus cepat terlaksana karena sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan lama efektivitas vaksin dalam menciptakan kekebalan komunitas dari virus SARS-CoV-2. Apabila kekebalan komunitas yang diharapkan tidak segera terbentuk, kondisi yang dikhawatirkan adalah tingkat imunitas dari seseorang yang divaksinasi sudah menurun, sementara masih banyak penduduk yang belum divaksinasi.
Baca juga: Dua Kasus Mutasi Korona Asal Inggris Terdeteksi di Indonesia
Belum lagi apabila dikaitkan dengan mutasi virus korona tipe baru yang secara resmi telah ditemukan di Indonesia. Varian baru dari proses mutasi seperti ini bisa memengaruhi kemanjuran vaksin.
Karena itu, Nadia menyampaikan, vaksinasi massal menjadi strategi yang harus dijalankan secara masif di sejumlah daerah. Melalui vaksinasi massal, jumlah orang yang mendapatkan vaksin lebih besar dengan waktu yang lebih cepat.
”Namun, harus dipastikan pelaksanaan vaksinasi sudah dipersiapkan dengan optimal, mulai dari pendataan sasaran vaksinasi, ketersediaan tempat, serta jumlah vaksin yang dibutuhkan. Pastikan juga jangan sampai menimbulkan kerumunan,” ucapnya.
Di lain sisi, pemerintah juga berencana menjalankan vaksinasi mandiri atau vaksinasi gotong royong. Program ini akan berjalan berbeda dengan program pemerintah melalui vaksinasi gratis. Aturan terkait telah ditebitkan, yakni melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Peraturan yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 24 Februari 2021 tersebut, antara lain, menyatakan, jenis vaksin yang digunakan dalam vaksinasi gotong royong akan berbeda dengan vaksinasi program pemerintah. Selain itu, vaksinasi ini akan menyasar karyawan atau buruh serta anggota keluarganya dengan pendanaan dari perusahaan sehingga sasaran vaksinasi tidak akan dipungut biaya.
”Vaksinasi gotong royong tak akan mengganggu vaksinasi gratis yang dijalankan pemerintah,” kata Nadia.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 secara Mandiri Berjalan Beriringan dengan Vaksinasi Program
Meski begitu, sejumlah ahli berpendapat, vaksinasi gotong royong tidak akan efektif mendorong percepatan vaksinasi di Indonesia. Dengan ketersediaan vaksin yang terbatas, akses untuk mendapatkan vaksin dengan jenis lain akan sulit dilakukan.
Belajar dari India, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara yang sempat berkantor di India selama lima tahun, Tjandra Yoga Aditama, menyampaikan, sejumlah cara bisa dilakukan untuk memperluas cakupan vaksinasi. Di India, setidaknya ada tiga strategi, yaitu pelibatan fasilitas pelayanan kesehatan swasta, pemberian vaksin secara gratis, serta menargetkan semua petugas dan petugas publik.
Pemerintah India telah menargetkan sebanyak 300 juta penduduknya bisa divaksinasi sampai Agustus 2021 dengan 30 juta petugas kesehatan dan pelayan publik serta 270 juta penduduk lansia dan penduduk dengan komorbid. ”Vaksinasi di India sudah dimulai 16 Januari 2021 dan sampai 28 Februari hari ini sudah divaksinasi 14,3 juta orang. Jadi, tinggi sekali cakupannya,” ucapnya.
Meski vaksinasi bukan satu-satunya cara untuk mengendalikan pandemi, percepatan dan perluasan sasaran vaksinasi perlu menjadi perhatian. Kepastian untuk mengamankan pasokan vaksin sesuai dengan target sasaran dalam waktu yang singkat juga penting.
Baca juga: Simpang Siur Informasi Vaksinasi Covid-19 Repotkan Warga Lansia
Selain itu, kesadaran untuk mencegah penularan melalui protokol kesehatan serta deteksi kasus dengan pelacakan dan pemeriksaan kasus yang dilanjutkan dengan isolasi ketat juga harus ditingkatkan. Karena, sampai saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan vaksin dapat 100 persen mencegah terjadi penularan.