Deteksi Penyakit Tidak Menular dalam Genggaman
Pandemi Covid-19 kian menyadarkan pentingnya upaya deteksi dini penyakit tidak menular yang mudah dan praktis. Aplikasi M-CARE di telepon pintar bisa menjadi solusi.
Sebelum pandemi Covid-19 merebak, penyakit tidak menular sudah menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Kejadian kesakitan serta kematian terus meningkat. Di samping karena gaya hidup yang tidak sehat, kesadaran untuk deteksi dini juga masih kurang.
Hal itu menyebabkan risiko terjadinya komplikasi penyakit semakin tinggi. Selain kian sulit diobati, beban pembiayaan yang tinggi serta penurunan kualitas hidup juga menjadi dampak yang harus dihadapi.
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 memperlihatkan, prevalensi penyakit tidak meniular meningkat. Itu antara lain, hipertensi, diabetes melitus, kanker, stroke, dan gangguan ginjal kronis. Prevalensi hipertensi naik dari 25,8 persen pada 2013 menjadi 34,1 persen pada 2018.
Situasi saat ini membuat upaya deteksi dini penyakit tidak menular yang mudah dan praktis semakin relevan. Penggunaan aplikasi di telepon pintar bisa menjadi solusi. (Hening Pujasari)
Begitu pula dengan prevalensi diabetes yang meningkat dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen, ginjal dari 2 persen menjadi 3,8 persen, stroke meningkat dari 7 persen menjadi 10,9 persen, serta kanker dari 1,4 persen jadi 1,8 persen.
Kondisi tersebut tidak terlepas dari pola hidup yang buruk yang juga meningkat, mulai dari merokok, konsumsi alkohol, kurang aktivitas fisik, serta kurang konsumsi sayur dan buah. Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat masih rendah. Masyarakat baru peduli pada kesehatannya ketika sudah terlanjur jatuh sakit.
Akibatnya, beban biaya kesehatan menjadi tinggi. Pada program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat, total biaya untuk penyakit katastropik seperti jantung, stroke, kanker, dan gagal ginjal mencapai Rp 12,7 triliun pada Januari-September 2020. Jumlah ini dikhawatirkan akan meningkat di tahun berikutnya karena banyak masyarakat yang menunda pengobatan karena enggan datang ke fasilitas pelayanan kesehatan di masa pandemi.
Angka kejadian penyakit tidak menular tersebut diperkirakan akan bertambah pula selama pandemi. Konsumsi makanan dalam sehari menjadi semakin banyak. Alih-alih meningkatkan daya tahan tubuh, hal tersebut justru dapat memicu berat badan berlebihan karena aktivitas fisik juga kian terbatas.
Sementara, pemeriksaan dan deteksi dini juga kurang. Sejumlah fasilitas kesehatan masih membatasi pelayanan untuk mengurangi risiko penularan Covid-19.
Baca juga: Menjaga Kesehatan untuk Sekarang, Besok, dan Nanti
“Situasi saat ini membuat upaya deteksi dini penyakit tidak menular yang mudah dan praktis semakin relevan. Penggunaan aplikasi di telepon pintar bisa menjadi solusi,” ujar staf pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) Hening Pujasari.
Hal itu pula yang kemudian menjadi dasar bagi Hening dan peneliti lainnya di FIK UI untuk mengembangan aplikasi deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular. Aplikasi yang diberi nama mCARE tersebut sebenarnya sudah mulai dikembangkan sejak 2018. Namun, uji coba lebih fokus dijalankan sejak pandemi berlangsung.
Aplikasi ini sementara baru didukung oleh perangkat Android. Pertimbangan ini dipilih karena jumlah pengguna Android di Indonesia cukup besar. Selain itu, pemanfaatannya masih terbatas. Aplikasi mCARE baru melakukan penjajakan ke tiga posyandu di Depok, Jawa Barat, yakni Posyandu Anggrek, Posyandu Flamboyan, serta Posyandu Wijayakusuma.
Hening mengatakan, kemitraan yang dibangun dalam aplikasi ini penting agar pemantauan kondisi kesehatan masyarakat yang menjadi pengguna bisa terintegrasi secara langsung. Selama ini, banyak aplikasi deteksi dini penyakit yang dikembangkan hanya sampai pada hasil dari penapisan sehingga tidak ada tindak lanjut sampai tatalaksana dan perawatan yang dibutuhkan.
Baca juga: Waspadai Peningkatan Kasus Penyakit Kronis Pascapandemi
Aplikasi ini juga didesain dengan dua tampilan, yaitu tampilan untuk masyarakat umum serta tampilan untuk petugas kesehatan. Pada tampilan untuk masyarakat, terdapat sejumlah data diri yang harus diisi terlebih dahulu.
Data itu terdiri dari profil diri, seperti nama lengkap, alamat domisili, serta nomor induk kependudukan. Dalam formulir data ini juga harus mengisi nama kader serta puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat. Ini diperlukan agar pemantauan kesehatan selanjutnya bisa langsung diarahkan ke aplikasi dari petugas kesehatan yang bertanggung jawab.
Setelah profil diri diisi, sejumlah keterangan lain terkait penapisan kesehatan juga perlu dilengkapi. Adapun data penapisan tersebut, antara lain, riwayat kesehatan; gaya hidup yang dijalani seperti kebiasaan merokok, pola makan, manajemen stres, dan kebiasaan konsumsi alkohol; serta aktivitas fisik.
Dari keterangan tersebut nantinya akan menghasilkan persentase risiko terjadinya penyakit tidak menular. Semakin baik gaya hidup yang dijalankan, risiko penyakit tidak menular semakin kecil. Begitu pula sebaliknya.
Baca juga: Penderita Penyakit Tidak Menular Berkurang Jika Prevalensi Perokok Turun
“Jika memang berisiko mengalami salah satu penyakit tidak menular, hasil dari pengisian data tersebut akan menunjukkan kesimpulan waspada. Ditunjukkan pula seberapa besar risiko yang bisa terjadi serta tindak lanjut apa yang harus dilakukan. Kader kesehatan juga akan mendapatkan notifikasi ini sehingga selanjutnya bisa dipantau dengan baik,” kata Hening.
Ia menyampaikan, aplikasi ini diharapkan dapat lebih memberdayakan dan memudahkan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sejak dini. Kesadaran untuk menjaga kondisi kesehatan juga bisa meningkat sehingga komplikasi penyakit yang lebih buruk bisa lebih cepat dicegah.
Proses paten pun masih berlangsung. Pengajuan pendanaan untuk pengembangan juga terus diupayakan. Kerjasama dengan pihak lain pun telah dijajaki sehingga aplikasi ini bisa lebih disempurnakan lagi. Umpan balik dari pengguna aplikasi juga telah ditindaklanjuti, terutama terkait penggunaan bahasa dan tampilan.
“Untuk saat ini, mCARE memang baru dapat dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun ibu-ibu kader posyandu yang bermitra. Nantinya, lewat pengembangan aplikasi ini, mCARE bisa dipergunakan oleh masyarakat luas sebagai self screening yang diharapkan bisa masuk dalam program pemerintah,” tutur Hening.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi dalam jumpa pers terkait dengan kinerja dan kondisi keuangan dana jaminan sosial (DJS) pada 8 Februari 2021, menyampaikan, inovasi dalam pelayanan kesehatan di masa pandemi sangat dibutuhkan. Terhentinya sejumlah pelayanan akibat dampak pandemi bisa menyebabkan beban penyakit tidak menular semakin besar.
Upaya deteksi dini dan pengendalian penyakit harus tetap berjalan untuk mencegah perburukan kondisi kesehatan masyarakat. “Pemerintah juga perlu didorong untuk memperkuat aspek hulu, yaitu upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Penggunaan telekonsultasi bisa dioptimalkan,” ucap dia.
Baca juga: Di Tengah Pandemi, Penanganan Penyakit Tidak Menular Butuh Modifikasi