Hujan Ekstrem Masih Berpeluang hingga Akhir Februari
Peluang hujan ekstrem masih berpeluang terjadi hingga akhir Februari 2021. Selain itu, data BMKG juga menunjukkan frekuensi curah hujan ekstrem cenderung meningkat.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akumulasi curah hujan yang melanda Jakarta pada 19-20 Februari 2020 tergolong ekstrem, dengan intensitas tertinggi mencapai 226 milimeter per hari di Pasar Minggu. Potensi hujan ekstrem masih bisa terjadi selama puncak musim hujan hingga akhir Februari 2020 ini.
Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Fachri Radjab, di Jakarta, Senin (22/2/2021), mengatakan, hujan lebat hingga ekstrem masih berpeluang terjadi di wilayah Indonesia selama puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung hingga akhir Februari 2021. Sementara musim hujan akan berlangsung hingga Maret 2021.
Menurut Fachri, saat ini masih terpantau adanya pusat tekanan rendah di Australia bagian utara yang membentuk daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) yang memanjang dari Jawa tengah, Jawa Timur hingga perairan utara Bali. Selain itu, terpantau adanya peningkatan kecepatan angin di Laut Timor.
”Kondisi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan awan-awan hujan di sekitar pusat tekanan rendah dan di sepanjang daerah konvergensi. Sementara peningkatan kecepatan angin memicu tinggi gelombang di perairan tersebut,” katanya.
Fachri mengatakan, aktivitas monsun Asia masih akan sangat dominan dalam sepekan ke depan. Hal ini menyebabkan potensi pembentukan awan hujan secara umum masih signifikan di wilayah Indonesia. Kondisi lain yang masih cukup berpengaruh pada potensi pembentukan awan hujan di Indonesia adalah masih berlangsungnya La Nina.
Perkiraan BMKG, wilayah yang berpotensi hujan lebat yang dapat disertai kilat dan angin kencang pada Selasa (23/2/2021) dan Rabu (24/2/2021) meliputi Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat. Sedangkan wilayah berpotensi angin kencang adalah Maluku dan Sulawesi Barat.
Pola hujan
Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, setidaknya ada lima wilayah di Jakarta yang mengalami hujan ekstrem dengan inetensitas di atas 150 milimeter per hari pada 19 dan 20 Februari.
”Konsentrasi hujan ekstrem kali ini terutama berada di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Sedangkan di luar Jakarta terjadi di Bekasi,” katanya.
Data BMKG, intensitas hujan pada 20 Februari 2021 di Pasar Minggu mencapai 226 mm per hari, merupakan rekor tertinggi di wilayah ini sejak 2008. Di Sunter Hulu mencapai 197 mm, merupakan rekor tertinggi kedua sejak 2008. Rekor tertinggi intensitas hujan di wilayah ini terekam sebesar 236 mm pada 1 Januari 2020.
Hujan ekstrem ini dari tahun ke tahun meningkat frekuensinya. (Siswanto)
Sementara di Halim Perdana Kusuma, intensitas hujan mencapai 176 mm per hari, di Lebak Bulus 154 mm per hari, dan Ragunan 150 mm per hari. Sebagai perbandingan, pada 1 Januari 2020, rekor hujan tertinggi tercatat di Halim Perdana Kusuma yang mencapai 377 mm per hari, merupakan rekor tertinggi dalam sejarah.
Sekalipun tidak seekstrem pada awal Januari 2020, menurut Siswanto, tren hujan di Jakarta kali ini juga tergolong ekstrem. Pola hujan ekstrem yang semakin kerap berulang ini menunjukkan tren ekstremitas cuaca di Indonesia, yang dipengaruhi oleh perubahan iklim global.
”Kalau catatan 100 tahun lalu, hujan di Jakarta itu bisa berlangsung selama berhari-hari, tetapi intensitas sedang. Sekarang, kecenderungannya hujan sangat lebat dengan durasi 3 jam atau kurang, biasanya terjadi dinihari hingga pagi hari. Hujan ekstrem ini dari tahun ke tahun meningkat frekuensinya,” kata Siswanto.
Menurut Siswanto, secara teoritis, setiap peningkatan 1 derajat suhu permukaan akan meningkatkan daya tangkap uap air di atmosfer sebesar 7 persen. Hal inilah yang meningkatkan risiko terjadinya hujan ekstrem hingga dua kali lipat dari sebelumnya, walaupun rata-rata hujan tahunan cenderung sama atau berkurang.
”Ternyata di Jakarta kenaikan hujan ekstrem mencapai 14 persen atau dua kali lipat dari rata-rata. Fenomena ini juga ditemukan di Hong Kong dan Australia, rata-rata di kawasan urban,” katanya.