Masyarakat Adat di Papua Terus Berupaya Menjaga Sumber Daya Alam
Di tengah kebutuhan akan ruang yang menggoda, masyarakat adat di Papua masih terus berupaya menjaga hutannya. Kedekatan dengan alamnya ini yang menjadikan hidup mereka berkelanjutan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat adat di Papua terus berupaya menjaga sumber daya alam di tengah ancaman pembangunan sejak puluhan tahun silam hingga kini di tengah pandemi Covid-19. Sejumlah upaya yang dilakukan di antaranya mendorong inisiasi perlindungan secara adat ataupun menyusun rencana kelola adat.
Salah satu masyarakat adat yang hingga kini terus berupaya menjaga sumber daya alam yakni suku Moi di Papua Barat. Dalam forum EcoNusa Outlook 2021 yang diselenggarakan secara daring, Rabu (17/2/2021), Ketua Perkumpulan Generasi Muda Malaumkarta Terianus Kalami menyampaikan, suku Moi memiliki pandangan filosofis terhadap hutan sebagai ibu kandung atau tam sinih dalam bahasa lokal.
Suku Moi juga memiliki enam hak dasar kepemilikan tanah adat yakni diperoleh secara turun menurun (eges pumun), pertukaran tempat tinggal (eges sumala), pengaruh susu (eges supey) perkawinan ke dalam (eges sukaban), perlindungan (eges woti), dan dasar peristiwa (eges su paligin kambetem).
EcoNusa juga terus mendorong pengusulan hutan adat di Malaumkarta Raya dan mendukung perkumpulan pemuda melakukan pemetaan wilayah adat.
”Sebelum Indonesia merdeka, suku Moi sudah mengalami ancaman bahkan sejak era Portugis pada 1511. Pada 2000-an masuk kelapa sawit dan terakhir pembangunan pemerintah berupa pemekaran. Semua proyek tersebut mengambil hutan kayu dan penguasaan lahan masyarakat adat,” ujarnya.
Menurut Terianus, suku Moi menjaga sumber daya alam karena ancaman atas tanah dan pengerukan selama 82 tahun. Sejumlah upaya terus dilakukan suku Moi dalam menjaga sumber daya alam ini, di antaranya memastikan 14 marga memiliki peta adat, mendorong inisiasi perlindungan secara adat, mengorganisasi marga suku Moi, hingga menyusun rencana kelola adat.
Terianus mengatakan, selama 82 tahun sejak proyek Netherland New Guinea Petroleum Maskapai pada 1932 hingga 2017 baru ada pengakuan yang sah terhadap suku Moi. Pengakuan tersebut di antaranya diwujudkan dalam peraturan bupati dan peraturan daerah. Pada 2020 juga telah terbit kembali Perbup Sorong tentang Petunjuk Teknis Pemetaan Tanah Adat Suku Moi.
Kondisi sumber daya alam di Papua yang semakin kritis ini juga mendasari Yayasan Ekosistem Nusantara Berkelanjutan (EcoNusa) melakukan upaya pelestarian hutan dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Yayasan yang dibentuk sejak 2017 ini berfokus untuk mencapai visi pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan khususnya di Kepulauan Maluku serta Papua.
CEO EcoNusa Bustar Maitar menyampaikan, salah satu upaya yang dilakukan EcoNusa yakni melakukan pendampingan intensif kepada sembilan komunitas di Sorong, Kaimana, dan Paniai. Dalam pendekatan yurisdiksi, EcoNusa juga terus mendorong pengusulan hutan adat di Malaumkarta Raya dan mendukung perkumpulan pemuda melakukan pemetaan wilayah adat.
Dukungan Norwegia
Duta Besar Republik Indonesia untuk Norwegia Todung Mulya Lubis yang turut hadir dalam forum tersebut menyampaikan, upaya Indonesia dalam melestarikan hutan telah didukung oleh sejumlah negara, termasuk Norwegia. Penguatan kemitraan strategis dalam pelestarian hutan ditunjukkan dari kunjungan Menteri Lingkungan dan Iklim Norwegia Ola Elvestuen ke Papua pada tahun 2019 yang sekaligus menjadi kunjungan balasan atas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Indonesia dan Norwegia menandatangani nota kesepakatan (LoI) program Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) pada 2010. Kerja sama tersebut membuat Norwegia menyiapkan dana pelestarian hutan sebanyak 6 miliar krona atau sekitar 700 juta dollar AS.
Pertengahan tahun 2020, Indonesia juga menerima dana dari Pemerintah Norwegia sebesar 56 juta dollar AS atau sekitar Rp 812 miliar karena penurunan emisi ini. Dana tersebut diterima Indonesia melalui perhitungan penurunan emisi pada 2017 yang mencapai 17,2 juta ton setara karbon dioksida.