Trenggiling diperingati setiap tanggal 15 Februari sebagai penanda pentingnya menjaga kelestarian satwa liar paling banyak dicari di dunia ini. Perhatian terhadap trenggiling untuk tahun 2021 ini menjadi lebih tinggi karena potensi trenggiling menjadi inang perantara SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Penelitian tentang itu dimuat dalam jurnal Nature Communications edisi 5 Februari 2021. Penelitian tersebut berjudul ”Struktur dan Pengikatan Glikoprotein Duri Virus Korona Trenggiling Menginformasikan Evolusi SARS-CoV-2”. Penelitian dilakukan tim peneliti dari Francis Crick Institute, Inggris, seperti Antoni G Wrobel, Donald J Benton, dan rekan peneliti lainnya.
Dalam jurnal, Antoni G Wrobel dan rekan-rekannya mengutip penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 termasuk dalam subgenus sarbecoviruses, di mana kelelawar tapal kuda (Rhinolophus sp) merupakan spesies reservoir. Namun, penelitian lain menemukan bahwa coronavirus RaTG13 dari kelelawar, kerabat terdekat SARS-CoV-2, tidak mungkin dapat menginfeksi sel manusia karena daya ikat duri virusnya yang sangat rendah untuk sel reseptor di tubuh manusia. Untuk alasan ini, peneliti telah berspekulasi bahwa SARS-CoV-2 dapat mencapai populasi manusia melalui inang perantara.
Sejumlah penelitian baru-baru ini melaporkan adanya sarbecovirus yang sangat mirip dengan SARS-CoV-2 pada trenggiling (Manis javanica) yang menderita sakit. Dengan demikian, trenggiling diduga berperan dalam munculnya pandemi Covid-19 saat ini.
Dalam penelitian ini, Antoni G Wrobel dan rekan-rekannya menganalisis struktur protein S dari virus korona trenggiling (Pangolin-CoV) yang terkait erat dengan SARS-CoV-2. Bahan penelitian mereka adalah bahan virus dari trenggiling sakit yang kemungkinan diselundupkan ke Provinsi Guangdong, China, pada 2019. Tim menggunakan mikroskop cryo-elektron untuk mengungkap secara mendetail struktur protein duri virus corona trenggiling, yang bertanggung jawab untuk mengikat dan menginfeksi sel.
Hasil penelitian mereka menunjukkan, duri-duri dari virus Pangolin-CoV di Guangdong tersebut erat berhubungan dengan SARS-CoV-2, terikat kuat pada reseptor sel ACE2 baik di manusia ataupun di tubuh trenggiling. Artinya, virus korona di trenggiling dapat mengikat reseptor dari trenggiling dan manusia. Hal ini berbeda dengan virus korona kelelawar, yang tidak dapat mengikat secara efektif dengan reseptor manusia atau trenggiling.
“Yang penting di sini, kami telah menunjukkan dua hal utama. Pertama, virus kelelawar ini kemungkinan tidak dapat menginfeksi trenggiling. Kedua, virus trenggiling berpotensi menginfeksi manusia,” kata Antoni G Wrobel, seperti dikutip Science Daily, 5 Februari 2021.
Donald Benton menambahkan, tim peneliti belum memiliki bukti untuk mengonfirmasi jalur evolusi SARS-CoV-2 atau untuk membuktikan secara pasti bahwa ini virus memang melewati trenggiling ke manusia.
“Namun, kami telah menunjukkan bahwa virus trenggiling berpotensi melompat ke manusia, jadi kami mendesak agar berhati-hati dalam setiap kontak dengan spesies ini dan penghentian penyelundupan ilegal dan perdagangan trenggiling untuk melindungi dari risiko ini,” kata Benton.
Pada masa pandemi ini, penyelundupan trenggiling dan bagian tubuhnya masih berlangsung, seperti kasus di Sumatera. Wartawan harian Kompas di Padang, Sumatera Barat, Yola Sastra, 30 Juli 2020, melaporkan penyelundupan 22 kilogram sisik trenggiling di Pasaman Barat.
Ade Putra, petugas Pengendali Ekosistem Hutan Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, menjelaskan, selama 2020, Pengendali Ekosistem Hutan Wilayah I BKSDA Sumbar telah menangani kasus perdagangan sisik trenggiling di Pasaman pada 1 Juli 2020.
Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu Satuan Reserse dan Kriminal Polres Pasaman Barat Inspektur Polisi Satu Ferly Marasin mengatakan, pelaku telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
”Dari hasil interogasi, sisik trenggiling seberat 1 kilogram bisa membunuh 4 ekor trenggiling. Berarti sisik trenggiling seberat 22 kilogram sama dengan membunuh 88 ekor trenggiling. Ini merupakan penangkapan kasus penjualan hewan langka trenggiling terbesar di Indonesia,” kata Ferly.