Meski deforestasi nasional cenderung turun, analisis Koalisi Indonesia Memantau menunjukkan, deforestasi di 10 provinsi kaya akan hutan cenderung tetap dan beberapa naik. Tren deforestasi juga semakin ke timur.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Deforestasi di 10 provinsi kaya hutan di Indonesia selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Tren deforestasi saat ini cenderung bergeser dari wilayah barat ke timur Indonesia. Oleh karena itu, upaya mempertahankan kelestarian hutan dari ancaman deforestasi saat ini perlu memprioritaskan wilayah timur Indonesia.
Peneliti Auriga Nusantara, Dedy P Sukmara, mengemukakan, dari laporan yang dihimpun Koalisi Indonesia Memantau, 10 provinsi yang terancam kehilangan tutupan hutan yakni Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Aceh. Sepuluh provinsi tersebut menguasai 80 persen dari total 88 juta hektar hutan alam di Indonesia.
”Dalam lima tahun terakhir, deforestasi secara nasional memang mengalami penurunan. Namun, jika dilihat sepuluh provinsi kaya hutan pada periode yang sama, angka deforestasi cenderung tetap, bahkan ada yang naik,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Rabu (10/2/2021).
Koalisi Indonesia Memantau mencatat, angka deforestasi nasional periode 2015-2019 yakni 2,81 juta hektar atau turun 590.000 hektar dibandingkan dengan 2010-2014 yang mencapai 3,4 juta hektar. Sementara angka deforestasi di 10 provinsi mengalami kenaikan 50.000 hektar dari 1,80 juta hektar pada periode 2010-2014 menjadi 1,85 juta hektar pada 2015-2019.
Selain itu, sepanjang 2015-2019, separuh lebih deforestasi yang terjadi di 10 provinsi tersebut disumbang oleh Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Papua, dan Sulawesi Tengah. Sedangkan jika dibandingkan dengan periode 2010-2014, lonjakan laju deforestasi lima tahun terakhir terjadi di Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Papua.
”Ini menunjukkan tren deforestasi bergeser dari hutan di wilayah barat ke timur Indonesia. Papua dan Papua Barat merupakan wilayah yang paling rentan terjadi deforestasi. Padahal, tanah Papua menyumbang lebih dari 30 persen hutan alam tersisa di Indonesia,” katanya.
Sasaran dari moratorium hutan perlu diubah, yakni dari hutan primer ke hutan alam.
Dedy mengatakan, sepanjang dua dekade terakhir, tutupan hutan alam di Pulau Papua telah menyusut 663.443 hektar atau 29 persen terjadi pada 2001-2010 dan 71 persen pada 2011-2019. Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata deforestasi di Pulau Papua mencapai 39.918 hektar per tahun dengan puncak deforestasi terjadi pada 2015 seluas 89.881 hektar.
Pelepasan kawasan hutan (PKH) di Papua, menurut Dedy, juga semakin masif. Sebanyak 72 surat keputusan PKH di Papua telah diterbitkan menteri kehutanan pada rentang 1992-2019 dengan luas mencapai 1,5 juta hektar. Tujuan utama PKH tersebut adalah untuk kegiatan di sektor pertanian, yakni seluas 1,4 juta hektar dan di antaranya diperuntukkan bagi perkebunan kelapa sawit.
Moratorium izin hutan
Manajer kampanye Forest Watch Indonesia (FWI), Mufti Barri, mengatakan, kajian dan analisis FWI tahun lalu mengenai potret kondisi hutan di Bioregion Papua yang meliputi wilayah Papua Barat, Papua, dan Kepulauan Aru juga menunjukkan adanya peningkatan deforestasi di wilayah tersebut. Meningkatnya laju deforestasi ini selalu terjadi saat masa transisi pemerintahan yang baru sejak lengsernya Presiden Soeharto.
”Pada 2011 sampai saat ini terus terjadi pelepasan kawasan hutan di wilayah Papua. Padahal, pada 2011 sudah ada kebijakan moratorium perlindungan hutan alam primer dan gambut di Indonesia. Ini menunjukkan deforestasi terjadi ketika sudah ada moratorium izin di hutan primer dan gambut,” ucapnya.
Mufti menegaskan, angka deforestasi dari tahun ke tahun tidak dapat dikolektifkan secara nasional karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan hutan yang tersebar di berbagai wilayah. Peningkatan atau penurunan angka deforestasi baru dapat dilihat dan dikaji jika dilakukan secara detail hingga ke tingkat kabupaten/kota.
Dedy menilai, sasaran dari moratorium hutan perlu diubah, yakni dari hutan primer ke hutan alam. Hal ini, menurut dia, akan membuat perlindungan terhadap hutan alam yang mayoritas tersebar di 10 provinsi tersebut bisa lebih maksimal.
”Skala perlindungan hutan harus diperbesar tidak hanya hutan primer, tetapi juga hutan alam. Perlu juga mewujudkan hutan adat di tanah Papua di samping mengevaluasi izin-izin eksisting dan memperkuat instrumen perizinan ke depan agar tidak merampas wilayah kelola masyarakat,” katanya.