Memadu Baja dengan Nikel pada Rel Kereta Cepat
Tim peneliti dari Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan baja dengan paduan khusus untuk komponen jalur kereta.
Kereta menjadi salah satu moda transportasi andalan bagi masyarakat di Indonesia. Bahkan, kereta sudah dimanfaatkan sejak tahun 1849. Pemanfaatannya pun meluas dengan penambahan jalur baru di beberapa daerah.
Tingginya penggunaan kereta juga berpengaruh pada peningkatan kecepatan dan beban di jalur kereta. Kondisi itu dapat menyebabkan terjadi aus atau susut lantaran gesekan pada jalur kereta.
Namun, perawatan yang harus dilakukan pada jalur kereta tidak mudah. Jika ada kerusakan ataupun keausan dari jalur kereta cepat, sebagian besar komponen pada rel yang perlu diganti harus diimpor. Selain harganya tinggi, waktu yang dibutuhkan, mulai dari pemesanan, izin masuk, sampai tiba di Indonesia, cukup lama.
Kondisi itu mendorong para peneliti dari Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2MM LIPI) mengembangkan baja dengan paduan khusus untuk komponen jalur kereta, yaitu rel dan jarum wesel. ”Kalau yang terpasang di Indonesia kebanyakan dengan struktur perlit, sementara yang kami kembangkan dengan struktur bainit,” ujar Fatayalkadri Citrawati, peneliti dari P2MM LIPI.
Menurut dia, struktur bainit memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perlit. Karena itu, banyak negara di dunia memakai struktur bainit untuk bahan baku pada komponen jalur kereta, terutama untuk penggunaan jalur kereta cepat yang memiliki beban tinggi.
Struktur perlit merupakan suatu fasa (zat dengan homogenitas sifat tertentu) di dalam paduan logam yang memiliki susunan berselang antara karbida (senyawa kimia) besi dan besi alfa. Sementara struktur bainit adalah struktur yang memiliki susunan pelat besi alfa dengan ukuran sangat kecil.
Kalau yang terpasang di Indonesia kebanyakan dengan struktur perlit, sementara yang kami kembangkan dengan struktur bainit.
Dalam struktur bainit kadang terkandung karbida besi yang hanya dapat diamati melalui mikroskop elektron. Ukuran pelat besi alfa pada bainit jauh lebih halus daripada ukuran pelat besi alfa pada perlit.
Baca juga Perjalanan Jakarta-Bandung Lebih Cepat di 2021
Selain pemilihan struktur tersebut, komponen jalur kereta yang dikembangkan LIPI memanfaatkan perpaduan bahan khusus, yaitu dengan menggunakan baja dan nikel. Biasanya, komponen yang dibuat menggunakan perpaduan baja dan mangan.
Penggunaan komponen ini diawali dengan keresahan para peneliti yang ingin memanfaatkan kelimpahan sumber daya endapan nikel laterit di Indonesia, khususnya yang ditemukan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Setelah melalui serangkaian proses manufaktur, ternyata perpaduan antara nikel dan baja memiliki struktur mikro yang berbeda dari paduan bahan lainnya.
Proses pengujian
Setelah melalui pengujian, perpaduan ini memiliki kekuatan dan kekerasan lebih tinggi pada rel daripada rel yang kini terpasang di Tanah Air. Selain itu, paduan baja dan bijih laterit nikel tersebut memiliki pemuluran yang sesuai dengan standar dan mampu menahan frekuensi serta pembebanan lebih tinggi. Dengan begitu, proses keausan dan kerusakan pada rel serta jarum wesel menjadi berkurang.
Saat ini, penelitian yang mulai dilakukan pada tahun 2017 tersebut sudah berhasil sampai tahap prototipe laboratorium. Setidaknya terdapat dua prototipe yang telah dihasilkan, yakni prototipe cor potongan rel dan prototipe paduan baja terdeformasi. Keduanya menggunakan struktur bainit.
Prototipe paduan baja terdeformasi dengan struktur bainit terbukti memiliki kekuatan 1.100-1.200 megapascal (MPa). Angka kekuatan itu sama dengan kekuatan paduan baja bainit pada jalur kereta cepat yang diuji coba beberapa tahun silam di jalur kereta di Polandia dan Jerman. Sementara paduan baja dan mangan dengan struktur perlit memiliki kekuatan di kisaran 1.050 MPa.
Fataya menyampaikan, P2MM LIPI melaksanakan finalisasi perjanjian kerja sama dengan beberapa badan usaha milik negara (BUMN) dan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk pengembangan komponen jarum wesel dengan paduan baja khusus.
”Kerja sama ini dilakukan untuk proses alih teknologi berupa pembuatan prototipe skala utuh dan uji pembebanan pada lingkungan jalur kereta yang sesungguhnya,” katanya.
Dukungan berbagai pihak diperlukan agar manfaat riset itu bisa dirasakan masyarakat luas. Dukungan tersebut terutama terkait pendanaan dan perizinan dalam proses pengujian di jalur kereta sesungguhnya.
Peneliti telah mengajukan proposal terkait kelanjutan riset tersebut sebagai bagian dari Prioritas Riset Nasional (PRN) 2021. Salah satu prioritas yang ditetapkan pemerintah ialah terkait infrastruktur perkeretaapian. Harapannya, pendanaan untuk penelitian pembuatan prototipe skala utuh bisa didapatkan dari program PRN.
Fataya mengungkapkan, tahap yang harus dilakukan sampai pada aplikasi teknologi masih panjang. Selain dukungan pendanaan, dukungan kerja sama dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian melalui regulasi, kerja sama dengan industri dalam pembuatan rel skala utuh, serta dukungan ketersediaan peralatan mesin penunjang, juga diperlukan.
Dengan demikian, kata Fataya, penelitian ini diharapkan bisa berlanjut sampai tahap pengaplikasian. ”Jika ini bisa lancar, hilirisasi bisa terwujud dalam waktu lima tahun ke depan. Kita harus memahami bersama bahwa penelitian ini dibutuhkan di masa depan untuk mewujudkan kemandirian bangsa. Kita tidak perlu mengimpor dengan harga yang mahal serta proses dan waktu yang panjang, tetapi tetap dengan mutu terjamin,” katanya.
Inovasi harus didorong
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, dalam keterangan pers, menuturkan, berbagai inovasi dalam negeri harus didorong untuk memajukan peradaban bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaya saing.
Pada tahun 2020, fokus riset lebih banyak terkait penanganan Covid-19. Meski begitu, pengembangan riset di bidang lain tetap berjalan, termasuk inovasi baja dan nikel untuk komponen jalur kereta cepat.
Fokus riset itu berlanjut pada 2021, yakni mengembangkan inovasi terkait Covid-19 dan penciptaan ekonomi baru. LIPI juga akan memfasilitasi usaha rintisan dan ekonomi kreatif. Menurut Handoko, banyak temuan baru ekonomi kreatif yang keluar dari riset dan proses riset, yang semula tidak relevan menjadi relevan saat ini.
Terkait hal itu, LIPI bersama kementerian lain memfasilitasi pengembangan riset dan inovasi. ”Dampak ekonomi dari pandemi luar biasa, banyak yang kehilangan pekerjaan. Di balik itu, timbul peluang baru untuk dieksplorasi,” ujarnya.