Mengenal KRI Rigel dan KRI Spica, Kapal Survei Terbaik di Asia Tenggara
Dalam musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu, salah satu sarana utama misi SAR tak lain kapal survei hidro oseanografi. KRI Rigel 933 milik TNI AL adalah salah satunya.
Oleh
Iwan Santosa
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
KRI Rigel milik TNI AL saat melakukan pencarian korban dan kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, difoto dari KRI Semarang, Senin (11/1/2021).
Dalam musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021), salah satu sarana utama dalam misi search and rescue (SAR) adalah kapal survei hidro oseanografi. Kapal tersebut adalah KRI Rigel 933 buatan Perancis yang memiliki beragam perlengkapan canggih dengan kategori multipurpose research vessel (MPRV).
TNI AL memiliki sepasang kapal survei baru, yakni KRI Rigel dan KRI Spica, yang merupakan jenis kapal survei termodern di Asia Tenggara. Mereka diberi nama sesuai gugusan rasi bintang yang penting dalam navigasi di laut.
Kapal survei hidro oseanografi berperan penting dalam riset dan pemetaan laut di perairan kepulauan Indonesia. Pasang surut, arus laut, dan berbagai kepentingan riset maritim dapat dilakukan sebuah kapal survei ini. Penentuan landas kontinen, perbatasan laut, zona ekonomi eksklusif, laut teritorial, pembuatan peta laut, dan lain-lain sangat memerlukan peran kapal survei yang berada di bawah Dinas Hidro Oseanografi (Dishidros) TNI Angkatan Laut.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Julius Widjojono yang dihubungi pada Minggu (10/1) mengatakan, KRI Rigel memiliki beragam kelengkapan canggih untuk survei yang juga dapat digunakan dalam misi SAR, seperti mencari pesawat jatuh di lautan.
”Ada beberapa perangkat, seperti shallow and deep multibeam dengan jangkauan 6.000 meter, ROV atau remotely operated vehicle atau wahana robot bawah air yang dapat dikendalikan dari kapal dengan jangkauan 1.000 meter, dan lain-lain,” kata Kadispen TNI AL.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
KRI Rigel TNI AL dan helikopter tempur Super Puma TNI AU berada di sekitar para petugas gabungan yang melakukan pencarian korban dan kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, difoto dari KRI Semarang, Senin (11/1/2021).
Peralatan lain adalah wahana selam autonomous underwater vehicle (AUV) Kongsberg Hugin 1000 buatan Norwegia dengan spesifikasi militer yang dapat dioperasikan hingga kedalaman 1.000 meter. Wahana AUV tersebut dapat digunakan untuk memburu ranjau laut, survei jalur laut, peperangan antikapal selam, dan intelijen atau pengumpulan data bawah air.
Selanjutnya, ada sistem konduktivitas pengukur suhu dan tekanan (CTD) yang dalam oseanografi digunakan mengukur salinitas dan suhu serta mengukur kepekatan air sampai jarak 6.000 meter.
KRI Rigel juga memiliki magnetometer, yakni alat pendeteksi logam dan anomali magnetik untuk dapat memberikan informasi spasial dengan jangkauan 1.000 meter.
Kapal juga dilengkapi kemampuan coring atau mengebor mengambil contoh atau sampel dasar laut sampai kedalaman 2.000 meter. Hal itu penting untuk mempelajari kandungan dan sumber daya apa saja yang ada di dasar laut Indonesia.
Perlengkapan lainnya mencakup kemampuan memproses tiga dimensi dasar laut—memetakan dasar laut dalam tampilan tiga dimensi, sub bottom profile sampai 6.000 meter, yakni kemampuan memantau profil sea bed (dasar laut)—dan informasi mineral sampai di bawah permukaan laut. Ada pula perlengkapan aquacom untuk komunikasi dengan penyelam, accoustic doppler current profiler (ADCP) laut dalam, yakni alat mengukur tiga dimensi kolom air dan gelombang, meterologi laut, dan dapat beroperasi di laut selama 20 hari.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Serpihan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang diduga bagian pintu pesawat diangkat KRI Rigel di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, Jakarta, Minggu (10/1/2021). Potongan yang ditemukan tim penyelam TNI AL tersebut dibawa ke Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) 2 Tanjung Priok untuk diidentifikasi dan diperiksa oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Kemampuan teknis kapal survei seperti KRI Rigel juga dapat digunakan untuk menyiapkan jaringan pipa migas bawah laut, kabel komunikasi, dan berbagai jaringan infrastruktur yang dipasang di dasar laut.
KRI Rigel memiliki panjang 60,1 meter, draf kapal dengan kapasitas penuh setinggi 3,5 meter, kecepatan maksimum 14 knot, jangkauan jelajah 4.400 mil laut dengan kecepatan 12 knot, awak kapal 30, ilmuwan 10, dan penumpang enam orang. Daya angkut maksimal kapal ini 515 ton.
Kapal survei tersebut mengingatkan kita pada seri ekspedisi maritim yang dilakukan penyelam ternama Jacques Cousteau yang film dokumenternya ditayangkan di Indonesia tahun 1980-an. KRI Rigel sudah terlibat dalam Misi SAR pencarian pesawat jatuh ke laut dalam musibah jatuhnya Lion Air JT 610 di perairan Karawang, Oktober 2018.
Secara umum, dalam misi SAR bawah laut, digunakan empat alat yang dioperasikan bergantian, yakni multibeam echosounder, magnetometer,side scan sonar, dan ROV.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
KRI Spica saat bertugas melakukan pencarian alat perekam suara kokpit (CVR) pesawat Lion Air PK-LQP di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (14/1/2019).
KRI Rigel 933 dan KRI Spica 944 dibuat galangan kapal OCEA Dossier di Les Sables d’Olonne, Perancis, tahun 2015. Selain dilengkapi peralatan survei, kapal ini juga dilengkapi senjata meriam permukaan Rheinmetall 20 milimeter di haluan dan sepasang senapan mesin ukuran 12,7 milimeter di buritan.
Dengan pelibatan kapal survei modern, diharapkan operasi kemanusiaan SAR pesawat Sriwijaya Air SJ 182 segera selesai.