Meski telah mendapat persetujuan penggunaan darurat, vaksinasi Covid-19 tidak bisa bekerja sendirian menghadapi pandemi. Sembari vaksinasi dilakukan, penerapan protokol kesehatan dan penanganan kasus harus digalakkan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,5 persen membutuhkan cakupan orang yang harus disuntik lebih banyak, minimal 80 persen untuk mencapai kekebalan kawanan. Sejalan dengan hal itu, penerapan protokol kesehatan dan upaya pengendalian melalui tes, lacak, dan isolasi harus digalakkan.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan, di Jakarta, Senin (11/1/2021) mengatakan, dikeluarkannya otorisasi penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) atas vaksin Covid-19 Sinovac memberi harapan baru. Namun, vaksin tidak bisa bekerja sendirian dalam mengatasi pandemi.
”Pelaksanaan vaksinasi itu betul-betul butuh waktu. Sekalipun saat ini isu keamanan dan efikasi sudah selesai, bagaimana dengan produksi dan ketersediaanya. Belum lagi nanti distribusi hingga ke masyarakat dan penyuntikannya minimal butuh 35 hari untuk dua dosis,” kata Ede.
Menurut Ede, dalam sejarah, vaksin bisa butuh waktu sangat panjang untuk mengakhiri wabah. Misalnya, vaksin cacar yang butuh waktu hampir 200 tahun sejak ditemukan sebelum berhasil mengeliminasi penyakit ini. Demikian halnya, vaksin polio butuh puluhan tahun untuk mengeliminasi penyakit ini.
Faktor lain yang juga harus diperhitungkan adalah target sasaran yang harus diberikan, selain juga peluang terjadi reinfeksi. Ade mengatakan, kita tidak memiliki data yang bagus mengenai orang yang telah terinfeksi, tetapi selama ini tanpa gejala. ”Harusnya, mereka yang pernah terinfeksi tidak dulu diberi vaksin, tetapi kita tidak punya data yang baik. Harusnya bisa memanfaatkan tes cepat antibodi untuk survei siapa saja yang pernah tertular,” katanya.
Pelaksanaan vaksinasi itu betul-betul butuh waktu. Sekalipun saat ini isu keamanan dan efikasi sudah selesai, bagaimana dengan produksi dan ketersediaanya.
Selama vaksin belum mencapai target kekebalan kawanan, upaya menegakkan protokol kesehatan melalui memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan harus terus dilakukan. ”Ditambah tidak lagi merokok, jadi 4 M,” ujarnya.
Untuk bisa mengajak masyarakat menegakkan protokol kesehatan ini, menurut Ede, pemerintah harus lebih transparan mengenai kondisi saat ini yang sangat genting. Selain angka rasio positif yang sangat tinggi, saat ini layanan rumah sakit terancam kolaps karena dipenuhi pasien.
”Masalahnya, komunikasi risiko pemerintah saat ini belum selaras, belum ada sikap yang menggambarkan situasi sudah genting sehingga sulit mendorong masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Ede, pemerintah harus menjalankan tanggung jawab dalam melakukan tes, lacak, dan isolasi serta penguatan kapasitas rumah sakit yang merupakan upaya dasar epidemiologi untuk memutus rantai penularan. ”Rumah sakit semakin penuh, mesti ada tindakan nyata dan segera, selain juga harus memutus rantai penularan agar pasien tidak terus bertambah,” katanya.
Minimal 80 persen
Sejalan dengan Ede, epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, kita tidak bisa sepenuhnya bergantung pada vaksin. Apalagi, vaksin yang saat ini tersedia baru Sinovac yang memiliki efikasi 65,5 persen. ”Dengan efikasi ini, cakupan pemberian vaksinnya harus lebih tinggi lagi, yaitu di atas 80 persen populasi kita. Rumusnya, makin rendah efikasi vaksin, cakupan harus semakin tinggi,” tuturnya.
Dicky juga mengingatkan, vaksin Sinovac dan sejumlah vaksin Covid-19 lainnya sejauh ini belum terbukti bisa memutus penularan. Data yang ada hanya menunjukkan, vaksin Covid-19 hanya membantu meningkatkan imunitas guna mencegah keparahan jika terinfeksi.
Laju penularan tinggi
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, rasio kasus positif di Indonesia terus meningkat, mencapai 31,1 persen dan merupakan rekor tertinggi selama ini. Penambahan kasus positif harian berkurang dibandingkan sebelumnya, yaitu 8.692 kasus. Namun, ini terjadi karena jumlah pemeriksaan yang menurun, yaitu 27.948 orang yang diperiksa.
Angka kematian juga cenderung meningkat, mencapai 214 orang, dengan jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur sebanyak 70 orang, Jakarta dan Jawa Tengah masing-masing 31 orang, serta Jawa Barat dan Kalimantan Timur masing-masing 11 orang. Korban jiwa lainnya tersebar di berbagai provinsi lain.
Rumah sakit tidak akan mampu menerima semua pasien Covid-19 yang jumlahnya meledak pada Januari ini. Tenaga kesehatan yang jumlahnya terbatas pun juga akan kewalahan. Mengantisipasi krisis ini, pemerintah bertekad meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan sekaligus mengimbau pasien positif Covid-19 yang tidak demam dan tidak sesak napas untuk isolasi mandiri.
Untuk mengonsolidasikan langkah antisipasi, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Kepresidenan di Jakarta, Senin (11/01/2021). Hadir, antara lain, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi Airlangga Hartarto dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Airlangga dalam keterangan pers seusai rapat menyatakan, jumlah kasus Covid-19 secara akumulatif telah mencapai 828.026 kasus. Tingkat kesembuhannya sebesar 82,3 persen tingkat kematian sebesar 2,93 persen dan kasus aktif sebanyak 14,84 persen.
”Setelah libur panjang di akhir Oktober terjadi kenaikan sampai pascalibur Natal dan Tahun Baru. Kasus harian telah tembus angka 10.000. Ini penting untuk diadakan kedisiplinan. Pemerintah akan terus mendorong operasi yustisi. Operasi ini tidak akan berhasil kalau masyarakat tidak menjalankan protokol kesehatan,” tutur Airlangga.
Pada rapat terbatas, menurut Airlangga, Presiden juga menyetujui perpanjangan larangan masuk warga negara asing ke wilayah Indonesia. Larangan masuk ini awalnya berlaku selama 1-14 Januari yang diperpanjang 2 x 7 hari.
Langkah lainnya adalah meningkatkan kedisplinan warga. Salah satunya melalui operasi yustisi. Presiden juga telah menginstruksikan ke Menteri Kesehatan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan, serta memastikan kesiapan vaksinasi. (LAS)