Aturan untuk Melindungi Pejuang Lingkungan Mendesak Diterbitkan
Peraturan terkait perlindungan bagi pembela hak asasi manusia sektor lingkungan hidup yang belum komprehensif saat ini membuat mereka terintimidasi, kriminalisasi, dan pembunuhan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan terkait perlindungan bagi pembela hak asasi manusia sektor lingkungan hidup yang belum komprehensif saat ini membuat mereka terintimidasi, mengalami kriminalisasi, hingga pembunuhan. Oleh karena itu, aturan teknis yang komprehensif mendesak untuk segera diterbitkan sehingga ada kepastian hukum untuk melindungi para pejuang lingkungan tersebut dari kriminalisasi.
Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Indonesia Andri G Wibisana, di Jakarta, Senin (11/1/2021), mengemukakan, saat ini belum tampak adanya upaya yang serius dari pemerintah untuk mengatasi persoalan perlindungan terhadap pejuang lingkungan. Upaya tersebut baru ditunjukkan dari Mahkamah Agung yang telah menerbitkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.
Dari sisi aturan perundangan, sebenarnya perlindungan terhadap pejuang lingkungan sudah tertuang dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Pasal 66 UUPPLH itu menyatakan, kelompok masyarakat tersebut tidak dapat dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.
Sejak beberapa tahun lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memang telah menyusun rancangan peraturan menteri (permen) untuk melindungi pejuang lingkungan dari serangan balasan atau dikenal dengan istilah anti-SLAPP (strategic lawsuit against public participation). Namun, sampai saat ini permen tersebut tidak kunjung terbit.
Ia menjelaskan, salah satu ketentuan yang perlu dituangkan dalam Permen LHK tentang anti-SLAPP yakni adanya keterlibatan KLHK dalam menentukan apakah kasus tersebut SLAPP atau bukan. Hal ini bisa dilakukan saat pejuang lingkungan yang dikriminalisasi melaporkan kasusnya pada bidang penegakan hukum KLHK.
”Nantinya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan mengeluarkan keputusan tentang kasus yang dilaporkan tersebut. Hasil akhirnya bisa dua, kasus tersebut masuk SLAPP atau pidana hukum lingkungan. Adanya putusan dari menteri ini akan memudahkan saat di persidangan,” tuturnya.
Jika penegakan hukum satu atap ini bisa dibuat peraturannya, pelaksanaan anti-SLAPP akan lebih mudah. (Raynaldo Sembiring)
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Hidup Indonesia (ICEL) Raynaldo Sembiring menyatakan, permen anti-SLAPP perlu segera disusun dan diterbitkan. Namun, ia menyadari bahwa ruang lingkup permen anti-SLAPP yang diterbitkan akan sangat terbatas. Karena itu, perlu juga melakukan perubahan yang signifikan terhadap Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
”Banyak kasus yang menggunakan proses pidana yang dianggap tidak adil untuk pembela lingkungan dan itu semua memang bisa dibatasi jika hukum acara dapat direvisi. Jika perubahan dapat dilakukan, hal ini akan membuat upaya penangkapan dan penahanan masyarakat dilakukan secara cermat serta ada institusi yang memberikan izin,” ungkapnya.
Penegakan hukum terpadu
Selain permen anti-SLAPP, Raynaldo juga menyebut perlunya aturan teknis Pasal 95 UUPPLH. Pasal tersebut menyatakan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat dilakukan secara terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi menteri. Pasal ini juga mengamanatkan untuk mengatur pelaksanaan penegakan hukum terpadu dengan peraturan perundang-undangan.
”Jika penegakan hukum satu atap ini bisa dibuat peraturannya, pelaksanaan anti-SLAPP akan lebih mudah. Sebab, menteri memiliki ruang yang cukup untuk berkoordinasi dengan para pejabat, seperti jaksa agung dan Kapolri,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, pejabat dan pihak terkait di KLHK belum memberikan tanggapan. Namun, pada kesempatan beberapa waktu lalu, Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Ilyas Asaad menyebut bahwa draf peraturan menteri (permen) LHK anti-SLAPP sudah cukup baik dan tinggal menunggu waktu yang tepat untuk diterbitkan.
Meski demikian, sampai saat ini aturan tersebut tidak kunjung diterbitkan. Ketika dikonfirmasi kembali melalui pesan singkat, Ilyas tidak kunjung memberikan respons ataupun tanggapannya.