KLHK: Penghapusan Izin Lingkungan Tak Mengurangi Proteksi terhadap Lingkungan
Penghapusan ketentuan izin lingkungan dan kemudian diubah menjadi persetujuan lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diyakini tidak mengurangi proteksi terhadap lingkungan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penghapusan ketentuan izin lingkungan dan kemudian diubah menjadi persetujuan lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diyakini tidak mengurangi proteksi terhadap lingkungan. Sebab, persetujuan lingkungan menjadi persyaratan dalam penerbitan perizinan berusaha.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yazid Nurhuda dalam diskusi daring bertajuk ”Izin Lingkungan Pasca-Berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja”, Senin (11/1/2021). Menurut dia, proteksi terhadap lingkungan tetap dapat dilakukan karena perizinan berusaha tidak bisa diterbitkan tanpa adanya persetujuan lingkungan.
”Dalam UU Cipta Kerja (UUCK), persetujuan lingkungan akan memuat persyaratan kewajiban dua aspek lingkungan yang dihasilkan dari proses dokumen lingkungan. Persyaratan dan kewajiban lingkungan tetap dapat dilaksanakan karena terintegrasi dalam perizinan berusaha,” ujarnya.
Menurut Yazid, pada prinsipnya, semua kegiatan, termasuk proyek pemerintah yang tetap membutuhkan persetujuan lingkungan, tetap dapat diawasi. Bahkan, pengawasan dan pemberian sanksi tetap dilakukan untuk proyek jalan tol pemerintah apabila ada hal yang tidak sesuai dengan ketentuan pemeliharaan lingkungan.
Selain itu, kata Yazid, UUCK juga tetap memungkinkan dilakukannya penegakan hukum pidana secara langsung untuk kegiatan yang berdampak pada kesehatan, keselamatan, dan lingkungan hidup. ”Sejak berlakunya UUCK, delik yang berimbas atau berdampak pada lingkungan hidup, seperti pencemaran dan kerusakan, itu yang bisa dilakukan penegakan hukum pidana,” tuturnya.
Yazid menambahkan, ketentuan teknis UUCK akan tertuang dalam tiga rancangan peraturan pemerintah (RPP) pelaksana UUCK, yakni untuk bidang lingkungan hidup, kehutanan, dan tata cara pengenaan sanksi administratif. Saat ini, RPP tersebut tengah dalam proses serap aspirasi dan pekan ini akan mulai dilakukan proses harmonisasi kebijakan dengan kementerian/lembaga terkait.
Pemerhati lingkungan penting dilibatkan dalam proses penyusunan amdal karena saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dampak lingkungan.
Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Indonesia Andri G Wibisana mengatakan, adanya izin di bidang lingkungan perlu diterapkan sebagai bentuk campur tangan pemerintah untuk mengontrol eksternalitas atau dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas ekonomi. Hal ini juga menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan intervensi, mulai dari kewajiban mendapatkan informasi hingga pemeberian persetujuan melakukan kegiatan usaha.
”Adanya izin lingkungan ini penting karena saat orang, misalkan, membuang limbah yang berdampak pada lingkungan, itu harus dikontrol. Jadi, salah satu alat kontrolnya itu adalah izin yang diberikan kepada mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika terjadi pelanggaran, kemudian akan diberikan sanksi,” katanya.
Menurut Andri, dalam UUCK memang tetap mempertahankan kewenangan berlapis (second-line inspection) terkait dengan ketentuan pengawasan sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Namun, yang diawasi adalah ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sementara persetujuan lingkungan yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha tersebut tidak diawasi.
Deputi Program Lembaga Kajian Lingkungan Hidup Indonesia (ICEL) Grita Anindarini menuturkan, persoalan lain yang cukup penting dalam UUCK adalah dipangkasnya partisipasi publik dalam proses permohonan izin lingkungan atau analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Padahal, dalam UUPLH telah menjamin partisipasi publik sedini mungkin dalam proses penyusunan amdal.
Sementara dalam UUCK, tidak semua pihak dapat dilibatkan dalam penyusunan amdal. Masyarakat yang dilibatkan adalah mereka yang terkena dampak langsung dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang membina langsung.
”Pemerhati lingkungan penting dilibatkan dalam proses penyusunan amdal karena saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dampak lingkungan dan belum memiliki pengetahuan untuk mengakses atau membaca dokumen lingkungan. Pada akhirnya, pemerhati lingkungan yang dapat mengisi kekosongan tersebut,” tuturnya.